BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Muhammad Yamin dikenal sebagai perumus Sumpah Pemuda. Yamin juga berperan penting dalam mendorong Bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
Namun, menjelang akhir hayatnya, Yamin ternyata mempunyai ketakutan besar. Yamin dalam wasiatnya berpesan agar nanti dia dikuburkan di kampung halamannya, di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat. Namun, yang dia takutkan adalah masyarakat Sawahlunto tidak menerima jenazahnya.
Saat terjadi peristiwa Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), Yamin adalah tokoh yang sangat menentang gerakan tersebut. Meski orang Sumatera Barat, namun Yamin sama sekali tidak memihak kepada PRRI.
Atas alasan itulah, maka Yamin mempunyai kekhawatiran bahwa rakyat Sumatera Barat, khususnya Talawi dan Sawahlunto menaruh dendam padanya. Dia takut masyarakat kampungnya tidak mengizinkan jenazahnya dimakamkan di sana.
Yamin kemudian meminta Buya Hamka agar membujuk masyarakat, jika nantinya jenazahnya benar-benar ditolak dimakamkan di Talawi.
Maka diutuslah Menteri Perindustrian saat itu, Chaerul Saleh untuk menemui Buya Hamka. Kebetulan, Chaerul Saleh juga merupakan orang Sawahlunto.
“Jika Buya Hamka yang membujuk masyarakat, pasti semua akan mendengarkan,” ujar Chaerul Saleh, dan Buya Hamka pun bersedia memenuhi permintaan tersebut.
Saat Yamin meninggal pada 17 Oktober 1962, ternyata tidak ada penolakan dari masyarakat Talawi. Mereka sangat mencintai dan membanggakan Yamin sebagai tokoh bangsa. Pemakaman Yamin juga dilaksanakan sebaik-baiknya dengan prosesi militer.
Salah satu jasa Yamin yang masih ada saat ini adalah Universitas Andalas di Padang. Universitas ini didirikan atas jasa Yamin, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan. (bpc4)
Sumber: Buya Hamka, Sebuah Novel Biografi. Karangan Haidar Musyafa, diterbitkan Imania tahun 2018