BERTUAHPOS.COM — Beda perlakukan hukum antara Edy Mulyadi dan Arteria Dahlan menjadi sorotan pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar.
Dia turut melayangkan kritikan terkait hal itu. Menurutnya, ada banyak faktor yang menyebabkan hal itu terjadi.
“Meski kita selalu berteriak semua orang sama di depan hukum, kenyataannya banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya perbedaan perlakuan bagi setiap orang. Itu lah kehidupan. Tentu saja atribut seseorang akan memengaruhinya,” ujar Fickar seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.
Dalam aturan yang berlaku (UU MD3), terang dia, aparat penegak hukum harus mendapat izin presiden jika hendak memeriksa anggota DPR yang tersandung masalah hukum.
Pengacara Bandingkan Kasus Edy Mulyadi dengan Arteria Dahlan “Mungkin aturan-aturan ini bisa ditinjau kembali ketika berkaitan dengan ‘urusan hukum pidana’ yang harus memperlakukan semua orang bersamaan,” kata Fickar.
“Kasus AD [Arteria Dahlan] ini bisa jadi pelajaran menarik agar semua orang merasa diperlakukan adil di negerinya sendiri, negeri tempat kita membayar pajak untuk membiayai aparatur pemerintahan termasuk menggaji anggota DPR,” sambungnya.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, menilai polisi harus segera menangani dugaan tindak pidana yang dilakukan Arteria jika tidak ingin dicap diskriminasi oleh publik.
Polisi, lanjut dia, harus menjelaskan setiap progres dalam menangani laporan masyarakat tersebut. “Demi tegaknya hukum, sepatutnya kasus Arteria Dahlan juga segera diproses polisi,” kata Jamiluddin melalui pesan tertulis.
Ia pun meminta polisi untuk menjelaskan kepada publik mengenai kendala-kendala selama menangani laporan hukum yang menyeret Arteria. Salah satu yang disinggung soal izin presiden terkait pemeriksaan anggota dewan.
“Kalau memang itu yang menjadi penyebabnya, idealnya polisi menyampaikannya ke masyarakat,” tutur Jamiluddin.
Sebelumnya, polisi telah menetapkan Edy Mulyadi sebagai tersangka kasus dugaan ujaran kebencian. Edy langsung ditahan. Proses hukum itu merespons tiga laporan polisi, 16 pengaduan, dan 18 pernyataan sikap yang dilayangkan sejumlah elemen masyarakat.
Sementara Arteria dilaporkan ke polisi lebih dulu daripada Edy. Politikus PDIP itu dilaporkan oleh Majelis Adat Sunda ke Polda Jabar pada Kamis, 20 Januari 2022. Laporan dilimpahkan ke Polda Metro Jaya pada Selasa, 25 Januari 2022.
Laporan itu merupakan buntut dari ucapan Arteria yang meminta Jaksa Agung memecat Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) yang berbicara dengan Bahasa Sunda pada saat rapat. (bpc2)