BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Sempena Hari Tanah Sedunia yang diperingati setiap tanggal 5 Desember menjelang Hari Anti Korupsi sedunia pada 9 Desember, koalisi masyarakat mendesak Presiden Jokowi dan KPK membongkar korupsi pertanahan dan mengembalikan tanah masyarakat adat yang dirampas oleh korporasi.
Jikalahari menilai, korupsi pertanahan di Riau melibatkan Kementerian ATR/BPN dari tingkat pusat hingga daerah. Ini sejalan dengan pernyataan Guspardi Gaus, Anggota Panja Mafia tanah DPR RI “Praktik Praktik mafia tanah tidak mungkin tidak melibatkan orang dalam Kementerian ATR/BPN”
Di Riau misalnya, Kepala BPN Indragiri Hulu (Inhu) dengan cepat mengurangi Hak Guna Usaha (HGU) PT Gandaerah Hendana (GH) di Desa Seko Lubuk Tigo, Kecamatan Lirik, Inhu.
“Di tengah proses penyidikan kasus kebakaran hutan dan lahan yang sedang dilakukan oleh penyidik Gakkum KLHK, Kepala BPN Inhu justru mengeluarkan areal yang terbakar PT GH seluas 580 ha dari HGUnya,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari dalam keterangan resminya yang diterima Bertuahpos.com, Selasa, 7 Desember 2021.
Kasus ini berawal dari kebakaran yang terjadi di konsesi PT GH pada September 2019 seluas 580 ha. Untuk menghindari hukuman, Pada 8 Desember 2020, PT Gandaerah mengirimkan surat ke BPN Inhu meminta pengurangan areal perkebunannya—termasuk di dalamnya areal yang terbakar— dengan alasan areal berkonflik dengan masyarakat.
Tak lama berselang, pada 4 Januari 2021, permohonan PT GH disetujui dengan diterbitkannya SK Kanwil BPN Riau No 26/SK-14.NP.02.03/I/2021 tentang pengurangan areal HGU PT GH sebanyak 2.791,49 ha untuk dijadikan reforma agraria. Padahal selama ini, sejak Desember 2012 hingga 9 Februari 2018 PT Gandaerah masih ngotot menguasai lahan dengan mengirim surat ke BPN Inhu, Camat Lirik dan Bupati Inhu.
Selain di Inhu, korupsi izin pertanahan juga terjadi di Kabupaten Kuantan Singingi. Pada 18 Oktober 2021, KPK melakukan OTT terhadap Sudarso (GM PT AA), Paino (SM PT AA), Yuda dan Juang (supir PT AA), tak berapa lama, Andi Putra Bupati Kuansing ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuantan Singingi.
Kasus ini berawal dari pengajuan perpanjangan HGU oleh PT Adimulya Agrolestari (AA) yang dimulai sejak tahun 2019 dan berakhir pada tahun 2024, dimana salah satu persyaratannya adalah membangun kebun kemitraan minimal 20% dari HGU yang diajukan.
Andi menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya dibangun di Kabupaten Kuantan Singingi dibutuhan minimal uang Rp 2 miliar. Setelah ada kesepatakan, PT AA melalui Sudarso, General Manager PT AA meyerahkan uang kepada Andi sebesar Rp500 juta pada September 2021 dan Rp200 juta pada 18 Oktober 2021.
Dalam OTT KPK pada 18 Oktober 2021, KPK mengamankan; Andi Putra, Bupati Kuansing, Hendri Kurniadi, Ajudan Bupati, Andri Meiriki Staf Bupati, Deli Iswanto Supir Bupati, Sudarso, General Manager PT Adimulya Agrolestari, Paino dan Juang, supir PT Adimulya Agrolestari.
KPK juga mengamankan uang yang diserahkan kepada Andi Putra sebesar Rp 500 juta, uang tunai dalam bentuk rupiah sebesar Rp80,9 juta dan mata uang asing sebesar SGD1.680 serta HP Iphone XR.
Melalui jubir KPK Ali Fikri mengatakan “BPN terlibat dalam pengurusan dan penerbitan salah satu rekomendasi perizinan yang tidak selayaknya dijadikan persyaratan pengajuan HGU.”
“Dari dua kasus ini, sudah seharusnya Presiden Jokowi mengevaluasi kinerja Menteri ATR/BPN karena korupsi di sektor pertanahan dan perizinan pertanahan merupakan ranah BPN di daerah,” kata Made Ali.
Belakangan ini, diketahui PT Salim Ivomas Pratama tengah mengajukan perpanjangan HGU ke BPN Rokan Hilir. Aliansi Masyarakat Sipil Rokan Hilir (Almasri) meminta Bupati Afrizal Sintong tidak menyetujuinya, karena sampai saat ini perusahaan belum memfasilitasi pembangunan 20% kebun masyarakat dari luas izinnya.
“Mending pemerintah membagikan areal itu buat masyarakat sebagai tanah obyek reforma agraria untuk menciptakan kemandirian masyarakat. Ketimbang membiarkan mereka terus menerus bergantung pada perusahaan,” kata Mhd Ikram, Presidium Almasri.
Di samping itu, Koordinator Umum Senarai Jeffri Sianturi, mengingatkan Afrizal Sintong agar tidak mengikuti jejak Andi Putra. Sebab perpanjangan HGU syarat dengan korupsi. “Ini juga kritik bagi tim strategi nasional pencegahan korupsi, karena gagal memperbaiki tata kelola perizinan sektor sumberdaya alam yang jadi fokus kerjanya.”
Selain membongkar korupsi pertanahan, sempena Hari Tanah Sedunia, Jikalahari mendesak Presiden Jokowi untuk mengembalikan tanah masyarakat adat dan tempatan yang dirampas oleh korporasi. “Hadirnya korporasi justru menimbulkan konflik dan berujung kriminalisasi yang dilakukan korporasi terhadap masyarakat adat dan tempatan yang ada di Riau,” kata Made Ali
Salah satunya konflik Masyarakat Adat Pantai Raja dengan PTPN V. Persoalan perampasan lahan dengan PTPN V terjadi di Desa Pantai Raja sejak 33 tahun yang lalu. Di mana pada 1984 PTPN V datang ke Pantai Raja tanpa ada dialog langsung membabat kebun karet masyarakat. Pada 1999 pasca reformasi, terjadi dialog dan kesepakatan bahwa pihak PTPN V mengakui bahwa terdapat lahan milik masyarakat adat Pantai Raja seluas 150 hektar berada dalam inti kebun PTPN V, namun hingga kini tak kunjung dikembalikan.
Bukanya merespon tuntutan masyarakat, PTPN V melalui Direktur PTPN V, Jatmiko K Santosa justru menggugat masyarakat adat Pantai Raja sebesar Rp 15 milyar ke pengadilan negeri Bangkinang serta melaporkan ke Polda Riau.
Atas gugatan PTPN V Majelis hakim Riska Widiana, Sofya Nisra dan Ferdi menolak sebagian gugatan PTPN V, berupa: permintaan PTPN V membayar uang kerugian karena telah memblokir jalan, menduduki kebun dan menghalang-halangi aktivitas PTPN V sebesar Rp4,5 miliar plus Rp10 miliar termasuk sita jaminan tidak terbukti, PTPN V meminta warga mengosongkan areal yang diduduki dan bila perlu meminta bantuan kepolisian atau pihak berwajib ditolak majelis karena saat sidang lapangan tidak lagi melihat aksi tersebut.
Sempena Hari Tanah Sedunia, Jikalahari menagih pernyataan Jokowi yang pernah disampaikan pada 3 Mei 2019 untuk memberikan keadilan bagi masyarakat adat dan tempatan “Saya sampaikan kalau yang diberi konsesi sulit-sulit, cabut konsesinya. Saya sudah perintahkan ini cabut seluruh konsesinya, tegas, tegas. Rasa keadilan dan kepastian hukum harus dinomor satukan. Sudah jelas di situ (masyarakat) sudah hidup lama, di situ malah kalah dengan konsesi yang baru saja diberikan.”
Koalisi mendesak:
- Presiden Jokowi mencopot Menteri ATR BPN Sofyan Jalil karena di Riau pengendalian kebakaran lahan yang jadi tanggungjawab ATR BPN tidak berjalan, justru dalam penegakan hukum kebakaran lahan instruksi Presiden tidak dijalankan karena mementingkan korporasi. Selain itu, pencegahan korupsi di sektor pertanahan tidak menjadi prioritas utama Kementerian ATR BPN sehingga memunculkan korupsi pertanahan, yang parahnya Reforma Agraria dijadikan dalih mengurangi izin korporasi yang terlibat korupsi dan kebakaran lahan.
- KPK memprioritaskan penindakan dan pencegahan korupsi di sektor pertanahan yang melibatkan BPN di daerah dengan modus perpanjangan HGU yang rawan dikorupsi oleh oknum BPN.
- Bupati dan Walikota se Riau paska korupsi Bupati di Kuansing menjadi peringatan keras agar saat hendak memberikan persetujuan atau rekomendasi perpanjangan HGU melibatkan KPK dalam proses perpanjangan HGU.
(bpc2)