BERTUAHPOS.COM – Kehidupan menjadi anak pemulung, anak jalanan atau hidup serba kekurangan, tidak selamanya mengubah seseorang menjadi buas atau identik jauh dari pendidikan. Memang, sebagian lain ada yang memilih menyerah untuk mengenyam pendidikan dengan dalih susahnya hidup, atau tak ada waktu untuk bersekolah karena harus bekerja, bekerja dan bekerja.
Namun percayalah, masih ada yang memilih bertahan dan berjuang untuk tetap melanjutkan pendidikan, meski pada saat bersamaan harus mencari nafkah. Setidaknya hal inilah yang dibuktikan Lili, bocah pemulung yang tetap berjuang untuk bersekolah.
Sekilas nampak tidak ada yang istimewa ketika melihat sosok bocah yang saat ini sudah berusia 14 tahun. Dengan postur tubuh kurus setinggi 110cm, berkulit sawo matang, berparas wajah lonjong, Lili tak menampakkan wajah sedih saat ditanya tentang pekerjaannya selepas pulang sekolah.Â
Justru ketika diperhatikan dengan seksama, nampak tergambar raut keteguhan dan kematangan seorang anak karena tempaan kehidupan yang keras.Â
Pemilik nama lengkap Lili Suriani ini, sudah melakoni aktivitas pemulung sejak usianya 10 tahun. Waktu itu, dirinya masih duduk dibangku kelas V SD di Sekolah Cerdas Kualu, Tampan Pekanbaru. Â Kini meski ia sudah berada di kelas I SMP Negeri, aktivitas memulung masih tetap dijalankannya demi tetap menghidupi keluarganya.
Bila dilihat defenisi kata Pemulung, secara umum dapat diartikan bahwa Pemulung adalah orang yang memungut barang-barang bekas atau sampah tertentu yang nantinya dapat diproses daur ulang. Pekerjaan pemulung sering dianggap memiliki konotasi negatif. Nah, Pemulung merupakan mata rantai pertama dari industri daur ulang.
Lili tidaklah memulung (aktivitas pemulung) seorang diri . Ia juga ditemanin adiknya yang kini berusia 10 tahun dan duduk di bangku kelas VI di Sekolah Cerdas Kualu Tampan. Lili dan adiknya yang bernama Dian Sya’ban tinggal bersama seorang ayah yang saat ini sedang sakit stroke. Kontrakan tempat tinggalnya sangat jauh dari barang-barang mewah.  Tak ada gantungan barang-barang , tak ada televisi, tak ada pakaian yang bagus, tak ada karpet, tak ada lemari bagus apalagi sofa di dalam rumah berukuran 4×5 meter itu.
Selain sepeda buntut untuk digunakan kemanapun ia pergi, yang ada hanyalah rumah tanpa cat, pakaian kotor, selimut robek-robek, bantal yang sudah hitam, dan di depan rumah terungguk plastik-plastik yang nantinya akan di jual. Sesekali tercium aroma yang kurang sedap. Tapi disebalik semua itu, kemampuan pendidikan Lili bersama sang adik diluar dugaan. Barang mewah tak pernah ada ditangan, tetapi prestasi digenggamnya. Sejak kembali bersekolah, baik Lili maupun Dian sama-sama memperolah peringkat di kelasnya. Jika tidak juara II, pastilah juara I. Maka tak heran, bila Lili dapat diterima di SMP N Tambang Kampar (dekat perbatasan Pekanbaru – Kampar /Kualu Tampan).
Kepada BertuahPos.com ia bercerita, ia tidak mempersoalkan rumah yang dikontraknya tidak memiliki apapun. Â Ia juga tidak mengeluh karena harus memulung selepas pulang sekolah, dan bahkan tak pernah mengeluarkan kata malu karena kondisi kehidupannya yang sangat jauh dari kemewahan. Bagi Lili, adanya ayah dan adiknya sudah melengkapi kehidupannya, walaupun masih tetap ada satu yang kurang yakni Ibu.
“Ibu meninggalkan kami (ayah dan adiknya) waktu di Palembang. Waktu itu Lili usia 10 tahun dan kelas V.  Selepas ibu pergi, ayah membawa kami ke Jambi, kemudian ke Pekanbaru. Nah disini ayah sakit, dan lili 2 tahun tak bersekolah sembari mencari-cari barang-baang bekas untuk dijual. Kemudian ada ustad Alim yang membawa kami ke sini (Sekolah Cerdas ). Disini Lili dan Dian (Adik) sekolah secara gratis. Pulang sekolah, Lili pulang, siapkan makanan, makan dan mencari karah-karah, botol-botol, besi atau yang laku di jual,†ungkap Lili.
Ketika ditanya perasaannnya saat mengetahui Ibunya meninggalkan ia dan adiknya bersama sang ayah, Lili tertegun sejenak. Kemudian dengan mata berkaca-kaca ia mengatakan tak dendam sedikitpun dengan sikap ibunya, bahkan semakin rindu untuk bertemu. Keinginannya, dapat terus bersekolah hingga menjadi guru dan segera menemui ibu tercintanya.
“Dulu ayah dan ibu buka toko barang harian, kemudian ayah bangkrut, dan sejak itu ibu pergi. Mungkin ibu ingin hidup lebih baik lagi. Lili nggak dendam. Kan itu ibu kandung Lili. Lili sering mimpi ketemu ibu. Lili pengen sekolah, pengen jadi guru. Dan dian ingin menjadi pemain sepakbola nasional,†ujar Lili dengan suara sedikit samar-samar karena menahan air mata untuk tidak jatuh ke bumi. (bagian I/mj)