BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Setelah pemerintah menetapkan bahwa perusahaan perkebunan sawit harus mengantongi sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil System (ISPO), perusahaan diminta segera mengurus itu. Tapi apa keuntungan yang diperoleh perusahaan, jika mereka sudah mengantongi sertifikat ISPO?
Kasi Promosi dan Perdagangan, Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Rusdi mengatakan perusahaan yang mengantongi sertifikas ISPO akan mendapat nilai harga jual yang lebih tinggi dibanding produk dari perusahaan yang tidak mengantongi sertifikat ISPO.
“Misalnya PTP di kantor pemasaran bersama untuk pelabuhan di Medan CPO nya itu ada dua, produk yang sudah ISPO dan yang belum dibedakan. Dan produk ada ISPO nya dihargai lebih tinggi,” katanya.
Hal itu disebabkan, pasar internasional penjualan CPO lebih menghargai produk yang ramah lingkungan. Selanjutnya, sertifikasi ISPO akan dipakai untuk semua produk. Rusdi menambahkan ada dua jenis sertifikasi yang saat ini sedang digalakkan. Diantaranya tipe sertifikasi perusahaan perkebunan dan pekebun (grower certification), dan tipe sertifikasi rantai pasok (supply chain certification).
“Yang pertama itu untuk perusahaan yang bergerak dalam hal budidaya, atau pekebun. Sedangkan untuk suplly chain certification, untuk penilaian terhadap rantai pasok mereka. Ini banyak dilakukan oleh perusahaan sawit penyedia bahan baku ke PKS tanta kebun. Sistem dan seperti apa rantai pasoknya tetap dinilai,” katanya.
Bagaimanapun, sistem cara kerja perusahaan tetap menjadi substandi penilaian tersendiri, apakah perusahaan layak mendapatkan sertifikasi ISPO atau tidak. Yang lebih mudah, bagi PKS yang punya pabrik sendiri di dalam kebun.
“Itu lebih enak. Mereka tidak lagi memikirkan masalah rantai pasoknya. Paling-paling dari luasan kebun itu, berapa persen mampu memenuhi kebutuhan bahan baku. Kalau tidak cukup mereka bisa optimalkan jam kerja, atau terima buah sawit dari tempat lain. Misalnya petani yang bermitra atau petani yang tidak bermitra dengan mereka, sambungnya.
Bagi perusahaan sawit yang menerima suplai biah dari petani yang tidak bermitra dengan perusahaan itu, tim penilaian ISPO akan menelusuri dari mana sumber buah sawit yang pasok ke perusahaan itu. “Jadi sati perusahaan itu mereka bisa saja mengantongi sampai dua sertifikat ISPO,” sambungnya.
Sebelumnya, dari data yang ada, pada tahun 2000 produksi CPO sebesar 4,1 juta ton dan tahun 2013 meningkat menjadi 27 juta ton dengan pertumbuhan rerata produksi per tahun sebesar 15,6 persen. Bahkan tidak mungkin kedepan produksi CPO Indonesia diprediksi meningkat menjadi 28-30 juta ton per tahun. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia penghasil utama minyak kelapa sawit dunia.
“Perkembangan perkebunan kelapa sawit tersebut belum diikuti secara sempurna dengan sistem pengelolaannya. Pengelolaan perkebunan sawit memang masih jauh dari ideal, sehingga merusak lingkungan sekitar. Akibatnya, banyak tudingan miring, khususnya lembaga mancanegara terhadap sektor perkebunan ini,” katanya.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian berusaha meredam tudingan negatif tersebut dengan memberikan sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Tujuannya untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia serta membentuk ISPO pada tahun 2009 oleh pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa semua pihak pengusaha kelapa sawit memenuhi standar pertanian yang diizinkan. (bpc3)