BERTUAHPOS.COM — BMKG, sebagai pihak berwenang, telah menetapkan ada dua zona merah yang masuk dalam potensi Gempa Megathrust di Indonesia. Seberapa besar kekuatannya? Apakah melebihi gempa berkekuatan 7,1 skala richter (SR) di Jepang belum lama ini?
Isu gempa megathrust kembali menjadi perhatian publik di Indonesia. Kekhawatiran masyarakat semakin meningkat mengingat potensi Gempa Megathrust di Indonesia, khususnya di dua zona utama; Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut.
“Kedua zona ini sudah lama tak terjadi gempa (seismic gap),” kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono. Artinya potensi terjadinya gempa dalam skala besar semakin mungkin. “Gempa dari dua zona megathrust itu tinggal menunggu waktu,” tambahnya.
Megathrust, merupakan fenomena yang memiliki siklus tersendiri, biasanya dalam rentang waktu ratusan tahun. Namun, BMKG sendiri belum bisa memprediksi dengan tepat kapan gempa besar tersebut akan terjadi.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menegaskan pentingnya persiapan dan mitigasi bencana untuk menghadapi potensi gempa besar ini.
“Isu Gempa Megathrust bukanlah hal baru. Namun, BMKG terus mengingatkan agar masyarakat dan pemerintah segera melakukan mitigasi, bukan sekadar membicarakannya,” ujar Dwikorita dalam keterangannya, dikutip Sabtu, 21 September 2024.
BMKG telah melakukan berbagai langkah antisipasi terhadap ancaman megathrust. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memasang sensor-sensor sistem peringatan dini tsunami (InaTEWS) yang diarahkan langsung ke zona-zona megathrust.
“InaTEWS dipasang khusus untuk memantau potensi gempa megathrust dan memitigasi dampaknya,” jelas Dwikorita.
Selain itu, BMKG juga fokus pada edukasi masyarakat, baik lokal maupun internasional. Dwikorita menambahkan bahwa pihaknya bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menyiapkan infrastruktur mitigasi, seperti jalur evakuasi, sistem peringatan dini, hingga shelter tsunami.
Sebagai bagian dari komunitas Indian Ocean Tsunami Information Center, yang berpusat di kompleks BMKG, lembaga ini juga turut berkontribusi dalam mengedukasi 25 negara di wilayah Samudra Hindia terkait kesiapsiagaan menghadapi gempa dan tsunami.
BMKG secara berkala melakukan pengecekan terhadap sistem peringatan dini yang dihibahkan kepada pemerintah daerah.
Dwikorita mengungkapkan bahwa meskipun sirine peringatan tsunami merupakan tanggung jawab pemerintah daerah, BMKG tetap melakukan uji coba rutin setiap tanggal 26. Namun, ia juga menyoroti bahwa masih ada sirine yang tidak berfungsi dengan baik.
“Kami melakukan uji sirine setiap bulan, kebanyakan berfungsi dengan baik, namun ada juga yang macet,” ujar Dwikorita.
Selain itu, penyebaran informasi peringatan dini bencana juga menjadi perhatian. BMKG bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang cepat dan tepat terkait potensi bencana.
Dengan langkah-langkah tersebut, BMKG berharap masyarakat dapat lebih siap menghadapi potensi gempa megathrust dan mengurangi dampak bencana yang mungkin terjadi di masa mendatang.***