BERTUAHPOS.COM – Kebijakan pemerintah Indonesia yang secara tiba-tiba menghentikan ekspor produk kelapa sawit (CPO) dan turunannya pada tahun 2022 masih berdampak hingga kini.
Banyak pembeli dari negara lain, termasuk India, memilih mencari supplier alternatif dari negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Vietnam.
Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, mengungkapkan bahwa kebijakan mendadak tersebut mengganggu iklim usaha internasional.
“Kasus harga CPO tinggi, tiba-tiba kita nggak boleh ekspor CPO. Itu April 2022 sebelum Lebaran kalau nggak salah. Iklim usaha internasional terganggu. Bayangkan buyer kita di India nggak dikirim barang, padahal sudah kontrak, mereka pasti mencari-cari barang, cari supplier baru, dampaknya sampai sekarang,” ujar Yeka seperti dilansir fari CNBC Indonesia, Rabu, 29 Mei 2024.
Meski tidak merinci jumlah pembeli dari India yang beralih dari Indonesia ke Vietnam, Yeka menegaskan bahwa jumlahnya sudah signifikan.
Salah satu faktor keberhasilan Vietnam adalah kesiapan regulasi yang tidak tumpang tindih sehingga memberikan kepastian berusaha.
“Salah satu supplier yang sudah siap adalah Vietnam. Vietnam, sama seperti kita, sawitnya ada di hutan, cuma mereka cepat mengeluarkan lahan sawit tidak lagi di kawasan hutan dengan mengeluarkan satu kebijakan. Akhirnya RSPO dapat, ISPO dapat, jadi akhirnya masuk ke India dan Eropa,” kata Yeka.
Sebagai informasi, Indonesia menghentikan ekspor CPO secara mendadak pada April 2022 untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, terutama terkait ketersediaan minyak goreng untuk kebutuhan domestik.
Indonesia sendiri merupakan produsen CPO nomor satu di dunia. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), sepanjang tahun 2022, Indonesia mengekspor 33,674 juta ton CPO dan produk turunannya, dengan rincian 2,482 juta ton dalam bentuk CPO dan 25,482 juta ton dalam bentuk olahan CPO. Kebijakan penghentian ekspor CPO tersebut pun mengganggu perdagangan CPO dunia.
“Nah, ini jadi pelajaran kalau mau bersaing di dunia internasional, jangan mempersulit kebijakan pelaku usaha. Jangan dicari-cari kesalahannya,” jelas Yeka.***