BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Penelitian yang melibatkan sejumlah pakar purbakala terhadap Candi Muara Takus di Kampar, Riau, telah menjadi fokus sejak tahun 1860-an hingga tahun 2022. Ragam pendapat muncul mengenai masa pendirian percandian ini, salah satunya dari J.L. Moens (1937) yang menyatakan kemungkinan berasal dari abad ke-7 hingga ke-8 Masehi pada masa Kerajaan Sriwijaya.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, Raja Yoserizal Zen, bahwa interpretasi para ahli purbakala mengenai masa pendirian Candi Muara Takus bersifat relatif. Ini dikarenakan pada saat pendapat-pendapat itu disampaikan, metode pertanggalan menggunakan carbon dating (C-14) belum diterapkan dalam kajian arkeologi di Indonesia.
Seiring dengan kesadaran akan pentingnya metode pertanggalan yang lebih canggih, pada tahun 2022, Pemerintah Provinsi Riau melalui Program Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya melakukan penelitian mendalam di area utama Candi Muara Takus. Fokus penelitian adalah untuk mendapatkan sampel organik yang kemudian dianalisis menggunakan metode Accelerated Mass Spectrometry (AMS) oleh Laboratorium Pertanggalan Radiokarbon The University of Waikato, Selandia Baru.
Menurutnya, hasil analisis pertanggalan dengan metode AMS dikorelasikan dengan penelitian sebelumnya, mengungkap tahapan masa pembangunan dan pemanfaatan Candi Muara Takus. Sejak awal abad ke-3 hingga ke-6 Masehi, para biksu Buddha menyusuri Sungai Kampar Kanan hingga ke tapak Muara Takus. Pada abad ke-11 hingga ke-14 Masehi, candi ini tetap digunakan sebagai tempat peribadatan Buddha Mahayana Tantrayana.
Pentingnya penelitian ini juga terlihat dari penemuan Prasasti Ligor yang berangka tahun 679 Saka (775 Masehi) di Wat Sema Muang, Nakhon Si Thammarat, Thailand Selatan. Terdapat spekulasi bahwa prasasti ini mungkin berasal dari Candi Muara Takus, memberikan dimensi internasional pada sejarah percandian tersebut.
Pemerintah Provinsi Riau menyadari perlunya kerjasama lintas daerah dalam penelitian arkeologis, khususnya dengan Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara, yang memiliki peninggalan Buddha serupa. Hal ini mengindikasikan adanya interaksi intensif dalam kerangka besar Kerajaan Srivijaya.
Dia menyebut, bahwa masih banyak potensi peradaban masa lalu yang perlu diungkap dari wilayah Provinsi Riau. Upaya terus dilakukan dengan penelusuran lebih lanjut terhadap Candi Muara Takus, termasuk pengambilan sampel arang untuk analisis pertanggalan lebih lanjut menggunakan metode AMS. Riau, dengan temuan-temuan baru, semakin menegaskan peran pentingnya dalam mengungkap sejarah peradaban dunia.
Angka tahun yang ditampilkan merupakan hasil kalibrasi OxCal, dalam kurun Masehi sebagai berikut:
- TP-01/01: 900 M / awal abad ke-10 M (probabilitas 92,4%)
- TP-02/02: 830 M / awal abad ke-9 M (probabilitas 94,8%)
- TP-02/03: 240 M / pertengahan abad ke-3 M (probabilitas 95,4%)
- TP-03/04: 1820 M / awal abad ke-19 M (probabilitas 47,0%)
- TP-03/05: 1230 M / awal abad ke-13 M (probabilitas 91,2%)
- TP-04/06: 1810 M / awal abad ke-19 M (probabilitas 57,7%).
Kawasan Candi Muara Takus akan Ditata Ulang
Kementerian PUPR akan melakukan kajian komprehensif terkait rencana penataan Kawasan Candi Muara Takus di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Dalam upaya pelestarian cagar budaya seluas 130 hektar tersebut, penataan akan difokuskan pada aspek lingkungan, pengembangan ekonomi lokal, dan pemberdayaan masyarakat setempat dengan menghormati budaya dan kearifan lokal.
Menurut Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman dari Direktorat Jenderal Cipta Karya, Johannes Wahyu Kusumosusanto, menekankan pentingnya kehati-hatian dalam melaksanakan penataan di Candi Muara Takus. Upaya ini akan mengacu pada UU Cagar Budaya, dengan perhatian khusus pada delineasi yang ditetapkan Ditjen Kebudayaan.
“Dalam hal ini, penelitian tanah mendalam diperlukan untuk menentukan apakah di area Candi Muara Takus masih terdapat benda-benda yang potensial sebagai cagar budaya,” katanya di Pekanbaru.
Boby Ali Azhari, Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Wilayah I, mencemati bahwa penataan kawasan Candi Muara Takus, juga harus memperhatikan aspek penting lainnya, seperti konektivitas dan sanitasi.
“Dalam konteks kawasan pusaka, melibatkan tenaga ahli terkait purbakala menjadi langkah yang ditekankan,” ungkapnya.
Candi Muara Takus, adalah sebuah situs candi tua yang besar, terletak di sekitar kawasan Sungai Kampar. Candi ini bibangun pada masa pemerintahan Kedatuan Sriwijaya. Kompleks candi ini mencerminkan kebesaran Kerajaan Sriwijaya.
Kawasan Candi Muara Takus telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Indonesia.
Arsitektur candi ini mencerminkan tiga unsur yang berpengaruh, yaitu Ciwaistis, Budhistis, dan Indonesia. Motif lingga dan yoni menggambarkan unsur Ciwaistis, sedangkan stupa dan bunga teratai mewakili unsur Budhistis.
Adapun unsur nasionalisme, tercermin dalam punden berundak-undak dan tangga naik menuju moksha. Penataan kawasan ini merupakan langkah positif untuk mempertahankan warisan budaya berharga ini.***