BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menyatakan pengakuan masyarakat hukum adat dan pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Riau, kini sudah menjadi kebutuhan mendesak.
Oleh sebab itu Jikalahari meminta kepada Pemprov Riau untuk menerbitkan Peraturan Gubernur atau Pergub tentang itu. Sebelumnya Jikalahari sudah menyerahkan Ranpergub kepada Gubernur Riau Syamsuar pada 27 Januari 2022, di kediaman dinas Syamsuar Jalan Diponegoro, Pekanbaru.
Ranpergub tentang Tata Cara Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Riau, merupakan mandat dari Perda 14 tahun 2018 tentang Pedoman Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Perda 14 tahun 2018 terbit pada 22 Mei 2018, namun hingga kini belum dilanjutkan dengan penerbitan Pergub turunannya. Penyusunan Ranpergub turunan Perda 14 Tahun 2018, sejatinya menjadi tanggung jawab Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau.
“DLHK sampai saat ini belum juga melaksanakan tugasnya untuk menyusun Ranpergub tersebut. Padahal, dorongan pembuatan Ranpergub telah disampaikan, salah satunya saat rapat-rapat Pokja Percepatan Perhutanan Sosial (Pokja PPS). Dampaknya pengakuan masyarakat dan hutan adat pun mandeg di Provinsi Riau,” kata Wakil Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setiyo.
Pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat dan wilayah adatnya merupakan kebutuhan yang mendesak di Riau hari ini.
Masyarakat hukum adat di Riau membutuhkan akses ke hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun hutan yang telah dikelola secara turun-temurun kemudian telah diberikan izin oleh negara kepada korporasi hingga mengakibatkan masyarakat hukum adat terusir, bahkan dikriminalisasi.
Pada 18 Mei 2020, di tengah pandemi covid-19, Bongku Bin Jelodan, warga suku Sakai di Dusun Suluk Bongkal, Kecamatan Koto Pait Beringin, Kecamatan Tualang Muandau, Kabupaten Bengkalis, Riau dinyatakan bersalah dengan melakukan penebangan pohon di kawasan hutan tanpa memiliki izin dari pejabat yang berwenang. Bongku dihukum 1 tahun penjara denda Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan maka diganti kurungan 1 bulan.
Bongku sebelumnya ditangkap security PT Arara Abadi lalu dibawa ke Polsek Pinggir. Bongku ditangkap karena menebang beberapa batang akasia milik PT Arara Abadi untuk menanam ubi mengalo, makanan pokok masyarakat suku Sakai.
Meski begitu, proses hukum Bongku tetap berjalan dan dinyatakan bersalah oleh hakim PN Bengkalis.
“Pergub ini perlu digesa penetapannya, agar dapat mempercepat pengakuan masyarakat hukum adat. Sehingga akan meminimalisir konflik masyarakat adat oleh korporasi pemegang izin dan tak memunculkan Bongku-Bongku yang baru,” kata Okto.
Jikalahari menginisiasi penyusunan ranpergub tentang Tata Cara Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Riau bersama para ahli dan praktisi masyarakat adat.
Pertama Datuk Seri Al Azhar (alm) ketua Majelis Kerapatan Adat LAM Riau. Kedua Dr. Gusliana HB, Dosen Fakultas Hukum Universitas Riau. Ketiga, Akhwan Binawan, Direktur Yayasan Hakiki.
Dalam ranpergub ini, setidaknya ada 5 tujuan yang mengatur pengakuan masyarakat hukum adat di Provinsi Riau yaitu: 1) Memberikan kepastian hukum mengenai keberadaan, wilayah dan hak-hak masyarakat hukum adat.
2) Melindungi hak dan memperkuat akses masyarakat hukum adat terhadap tanah dan kekayaan alam. 3) Mewujudkan tata Kelola kelembagaan adat yang baik. 4) Mewujudkan kebijakan pembangunan daerah yang menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak masyarakat hukum adat.
5) Memberikan arah dan pedoman bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menetapkan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di daerah masing-masing.
Ranpegub ini juga mencakup tentang tata cara pengakuan keberadaan dan hak masyarakat hukum adat, wilayah adat, kelembagaan adat, pelaksanaan hukum adat, dan pemberdayaan masyarakat hukum adat.
Jikalahari merekomendasikan Syamsuar segera menetapkan Pergub tentang Tata Cara Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Riau.
“Percepatan pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat serta wilayah adatnya merupakan perwujudan dari Riau Hijau dan bermartabat untuk mensejahterakan masyarakat hukum adat serta melestarikan hutan dan lingkungan hidup,” kata Okto Yugo. (bpc2)