BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Psikolog anak Seto Mulyadi—lebih dikenal dengan sebutan Kak Seto—mengungkapkan bahwa upaya mendidik anak itu perlu melibatkan orang se-kampung.
Oleh sebab itu, dia mendorong agar pemerintah mengkampanyekan kembali konsep gotong royong di lingkungan sekitar tempat tinggal agar karakter anak lebih cepat terbentuk.
Di tengah situasi pandemi Covid-19, tidak hanya orang tua yang stres menghadapi situasi yang serba tak pasti. Namun anak – anak juga cenderung lebih mudah stres dengan banyaknya tuntutan yang dihadirkan oleh pihak sekolah.
Seiring dengan turunnya level PPKM, pembelajaran secara tatap muka kembali dibuka. Para siswa kini sudah duduk di ruang kelas untuk belajar tatap muka.
“Tapi menurut saya belum saatnya sekolah tatap muka diberlakukan,” tuturnya saat berkunjung ke Pekanbaru belum lama ini.
“Kita bisa buktikan dalam kondisi pandemi seperti ini kerukunan warga menjadi lebih kompak. Itu tadi, melindungi dan mendidik anak itu butuh orang se-kampung. Itu yang penting ditekankan,” jelasnya.
Kak Seto juga mengungkapkan bahwa kurikulum pendidikan dalam belajar daring masih belum ramah anak. Dia menilai kurikulum sekolah daring saat ini sama saja dengan kurikulum robot dan cenderung membuat banyak anak – anak depresi.
“Kami mencatat 33% anak mengalami depresi karena kurikulum sekolah daring dan 2 hingga 3 anak diantaranya bahkan melakukan tindakan bunuh diri,” katanya.
Kak Seto menyebut, kurikulum ramah anak seharusnya dikedepankan dalam proses belajar mengajar secara daring di tengah pandemi Covid-19.
Dia mengungkapkan, situasi yang dihadapi saat ini benar – benar berbeda 180 derajat. Jika sebelumnya anak-anak sekolah tidak boleh bermain gadget, saat pandemi justru anak-anak tidak boleh bersekolah dan harus memegang gadget untuk sekolah daring.
Orang tua harus menyadari bahwa gadget adalah sebuah alat sama halnya pisau atau gunting. Jika alat itu dipakai untuk hal positif maka hasilnya juga positif.
Oleh sebab itu, Kak Seto mendorong agar pemerintah dan pihak sekolah sebaiknya menciptakan kurikulum ramah anak dalam proses belajar mengajar secara daring.
“Kurikulum ramah anak itu lebih mengedepankan etika dan estetika dalam berkehidupan. Tidak memberikan tekanan-tekanan kepada siswa dengan tugas-tugas rumit, serta tidak memberikan target-target lulus atau tidak lulus. Pola seperti itu sebaiknya dikesampingkan terlebih dahulu di tengah situasi seperti ini,” tuturnya. (bpc2)