BERTUAHPOS.COM — Prinsip ketetaraan vaksinasi dipertanyakan, dengan direstuinya vaksin mandiri oleh pemerintah. Kebijakan ini dinilai telah mencederai perjuangan WHO atas kesetaraan vaksin dunia.
Protes itu dilayangkan dalam bentuk galang petisi menolak vaksin mandiri yang dilakukan oleh Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono bersama rekan-rekannya di change.org, meminta agar vaksin mandiri dibatalkan.
“Vaksin tidak membedakan atas kekayaan, sosial, ekonomi, dan sebagainya,” kata Pandu, Jumat, 26 Februari 2021, seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.
Menurut Pandu, orang-orang yang mengupayakan vaksinasi mandiri hanya memperjuangkan kelompok mereka sendiri.
Dalam vaksinasi mandiri, seorang pengusaha bisa membeli banyak dosis vaksin untuk karyawannya. Menjadi tidak adil karena pihak-pihak tersebut memanfaatkan privilese atau keistimewaan yang lebih daripada kelompok lainnya.
“Karena dia merasa kaya, dekat dengan politikus, dia orang partai, dia memperjuangkan hak privilese-nya,” ujar Pandu. “Padahal semua akan mendapat gilirannya.”
Jumlah vaksin Covid-19 yang tersedia di Indonesia sendiri masih terbatas untuk memburu target vaksinasi 70% dari jumlah penduduk Indonesia untuk mengejar munculnya kekebalan kelompok (herd immunity).
Oleh karena itu, penyediaan dosis vaksin yang dilakukan pemerintah adalah untuk memburu target 70%tersebut.
Namun, terkait situasi terkini di mana pemerintah telah mengatur vaksinasi mandiri, Pandu mendorong vaksin yang disediakan mencapai 100% penduduk Indonesia.
“Tapi dengan vaksin yang sekarang nggak mungkin 70%, harus 100%,” jelasnya.
Pandu menyarankan, jika pihak swasta memang berniat membantu masyarakat dalam menghadapi pandemi, mestinya mereka tidak mengambil bagian jumlah vaksin yang tersedia dalam negeri.
“Jadi seharusnya mereka membantu yang 30%, supaya cepat dapat [vaksin] semua,” tegas Pandu.
Pandu pribadi tak setuju dengan penyematan istilah Vaksinasi Gotong Royong oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.
Sebab, hanya kalangan pengusaha dan pekerja tertentu berikut keluarganya yang bisa mengakses vaksin.
Dia pun tidak bisa terima dalih pemerintah bahwa vaksinasi mandiri sebagai bentuk upaya membantu vaksinasi massal.
“Ya, enggak lah, mereka hanya mikirin mereka. Coba aja lihat, hanya untuk karyawannya saja, karyawan dan keluarganya saja. Eksklusif kan?,” sindir Pandu.
Karena kebijakan ini, tutur Pandu, ada banyak tenaga kesehatan di daerah yang cemas.
Sebab, tidak sedikit dari mereka dan keluarganya belum mendapatkan jatah vaksin, sementara mereka merupakan kelompok yang rentan terpapar virus Corona.
“Memangnya Nakes enggak mikirin keluarganya juga?” protes Pandu.
Sebelumnya, Menkes Budi Gunadi Sadikin telah meresmikan pelaksanaan vaksinasi mandiri.
Dalam program ini, karyawan berikut keluarganya akan mendapatkan vaksinasi gratis. Adapun biaya ditanggung perusahaan.
Merespons kebijakan atas vaksinasi mandiri itu, Pandu dan rekan-rekannya membuat petisi yang menuntut agar program itu dibatalkan.
Dari pantauan Bertuahpos.com, hingga Jumat 26 Februari 2021 pukul 16.30 WIB, sebanyak 1.150 orang telah menandatangani petisi tersebut. (bpc2)