BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Mitos soal padi berkembang, tetapi kini mulai terlupakan. Padahal itu adalah budaya dan tradisi lokal yang arif dan penuh ketauladanan.
Nah, ini tentang mitos Dewi Sri, yang dikaitkan dengan asal mula terciptanya tanaman padi yang merupakan bahan pangan utama negeri ini. Banyak serat dan babad yang mengisahkan tentang itu. Salah satunya ‘Wawacan Sulanjana’.
Dalam serat ini disebutkan, dulu kala di Kahyangan, penguasa tertinggi langit, Batara Guru memerintahkan seluruh dewa-dewi membangun istana baru di kahyangan. Perintah ini wajib. Dan bagi siapa saja yang tidak mentaati akan diberi sanksi. Potong tangan dan kaki.
Titah itu tidak masalah bagi banyak dewa. Namun untuk Antaboga, sang dewa ular, ini merupakan problem besar. Sebab dia tidak punya tangan dan kaki. Ini yang membuatnya sangat cemas. Jika hukum itu ditimpakan padanya, maka tentu lehernya yang akan dipotong. Itu berarti kematian. Dewa ular ini pun sangat ketakutan.
Memendam keresahan, iapun meminta nasehat Batara Narada, saudara Batara Guru. Tapi Batara Narada pun bingung. Ia tak menemukan cara membantu sang dewa ular. Karena putus asa, Antaboga menangis sepanjang hari. Dia meratapi nasibnya.
Saat tetes-tetes airmatanya jatuh ke tanah timbul keajaiban. Tiga tetes air mata itu tiba-tiba berubah menjadi mustika. Benda itu berkilauan bagai permata. Permata indah dalam ukuran raksasa, karena hakekatnya itu adalah telur dengan cangkang yang besar.
Melihat itu Barata Narada menyarankan agar membawanya ke Bathara Guru. Mustika itu dipersembahkan sebagai bentuk permohonan agar Bathara Guru memaklumi kekurangan Antaboga yang tidak bisa membantu membangun istana.
Untuk membawa tiga telur mustika itu, Antaboga memasukkan dalam mulut. Dengan mengulum telur itu, Antaboga berangkat menuju istana. Namun di tengah jalan dia berpapasan dengan burung gagak.
Burung ini menyapa dan menanyai tujuannya hendak pergi kemana. Karena mulutnya berisi telur Antaboga hanya diam saja.
Sang gagak mengira Antaboga sombong. Ia amat tersinggung dan marah. Burung hitam itu akhirnya menyerang Antaboga. Sebutir telur mustika itu pecah.
Antaboga lari dan bersembunyi di balik semak-semak menunggu gagak pergi. Tapi sang gagak tetap menunggu. Dan ketika Antaboga keluar, sang gagak kembali mencakarnya. Telur kedua pun pecah.
Dengan sebutir telur mustika Antaboga merayap masuk tanah. Dia akhirnya tiba di istana Batara Guru dengan hanya satu telur. Dia persembahkan telur mustika itu kepada sang penguasa kahyangan ini.
Batara Guru dengan senang hati menerima persembahan itu. Ketika mengetahui mustika itu adalah telur ajaib, Batara Guru memerintahkan Antaboga mengerami hingga menetas. Dewa Ular ini melakukan itu sampai menetas.
Saat menetas, keajaiban kembali terjadi. Dari telur itu lahir seorang bayi perempuan. Parasnya indah. Wajahnya cantik jelita. Melihat keelokan itu sang bayi diangkat anak oleh Batara Guru dan Dewi Uma permaisurinya. Bayi elok itu diberi nama Nyi Pohaci Sanghyang Sri.
Waktu terus berjalan. Nyi Pohaci tidak lagi bayi. Dia tumbuh menjadi gadis jelita. Hatinya baik. Tampilannya lemah lembut. Halus tutur katanya. Dan luhur budi bahasanya. Ini yang memikat semua makhluk. Siapa saja memandangnya akan kepincut. Tidak perduli dewa atau manusia.
Kecantikan Nyi Pohaci menggoncangkan kahyangan. Seluruh bidadari kecantikannya dikalahkan. Dan para dewa semua jatuh cinta padanya. Tak terkecuali Bathara Guru. Raja para dewa ini diam-diam menyimpan hasrat menyunting putri angkatnya itu.
Melihat tanda-tanda tak baik ini, para dewa menjadi khawatir. Mereka takut terjadi skandal dan aib itu merusak keselarasan di kahyangan. Para dewa pun berunding. Mereka mengatur siasat untuk memisahkan Bhatara Guru dan Nyi Pohaci Sanghyang Sri. Ini untuk melindungi kesucian Nyi Pohaci.
Lama berunding akhirnya disepakati untuk membunuh gadis jelita itu. Sebab tanpa itu kahyangan tak terselamatkan. Maka para dewa mengumpulkan segala jenis racun. Racun itu dimasukkan dalam minuman Nyi Pohaci.
Setelah meminum racun itu, Nyi Pohaci pun menghembuskan nafas. Gadis tak berdosa itu mati. Para dewa membawa mayatnya turun ke bumi. Dia dikuburkan di tempat yang jauh dan tersembunyi.
Ketika para dewa sudah kembali ke kahyangan, peristiwa ajaib terjadi di makam sang putri ini. Dari dalam kuburnya bermunculan beraneka tumbuhan. Tanaman itu amat berguna bagi manusia. Ini sebagai tanda kebersihan jiwa dan kemuliaan hatinya.
Dari kepalanya tumbuh pohon kelapa. Dari hidung, bibir, dan telinga berbiak tanaman rempah-rempah yang wangi serta sayur-mayur. Sedang dari rambut tumbuh rerumputan dan berbagai bunga yang semerbak harum.
Dari payudara bertumbuhan buah-buahan yang ranum dan manis. Lengan dan tangan tumbuh pohon jati, cendana, dan tanaman keras yang bermanfaat. Dan dari kemaluan tumbuh pohon aren yang tersadap nira manis.
Dari pahanya tumbuh berbagai jenis tanaman bambu. Dari kakinya tumbuh berbagai tanaman umbi-umbian dan ketela. Dan dari pusarnya muncul tanaman padi. Dari makam ini segala kebutuhan umat manusia bertumbuhan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Untuk tanaman padi ini dalam versi lain tampil spesifikasi jenisnya. Beras putih tumbuh dari mata kanannya. Beras merah tumbuh dari mata kirinya. Sedang beras ketan berasal dari jidatnya. Itu awal pemujaan dan pemuliaan manusia di Tanah Jawa terhadap Dewi Sri atau Nyi Pohaci.
Dalam kepercayaan Kerajaan Sunda kuno, Nyi Pohaci Sanghyang Sri dianggap sebagai dewi tertinggi dan terpenting bagi masyarakat agraris. Itu tak terelakkan sebagai konsekuensi logis dari mitos di atas.
Mitos Dewi Sri memang banyak versi. Namun semua cerita itu memiliki kemiripan. Selain melibatkan Dewi Sri (Dewi Asri, Nyi Pohaci), juga saudara laki-lakinya yang disebut Sedana (Sadhana atau Sadono), dengan latar belakang Kerajaan Medang Kamulan dan kahyangan.
Dalam versi yang berbeda itu Dewi Sri ditampilkan sebagai sosok ular sawah. Dan Sadhana sebagai burung sriti atau walet. Ular sawah ‘dihormati’ karena memakan tikus yang menjadi hama tanaman padi.
Mitos ini tak beda jauh dengan kepercayaan di India dan Thailand yang menempatkan binatang berbisa ini bagian dari mitos kesuburan dan pelindung sawah. jss