BERTUAHPOS.COM — Indonesia masih belum menjadi prioritas investasi Apple untuk mendirikan fasilitas produksi perangkat, meski melalui mitra pemasok seperti Foxconn.
Sebagai catatan, Apple tidak mendirikan pabrik sendiri, tetapi bermitra dengan vendor global untuk memproduksi perangkat mereka. Kondisi ini menegaskan bahwa Indonesia kalah bersaing dengan negara seperti India dan Vietnam.
Dilansir dari Bloomberg Technoz, Menurut Teuku Riefky, Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan di LPEM FEB UI, keputusan Apple dalam memilih lokasi investasi, termasuk investasi senilai US$1 miliar yang dianggap kecil oleh pemerintah Indonesia, bergantung pada daya saing suatu negara dalam memenuhi kebutuhan rantai pasok Apple.
“Apple dan perusahaan multinasional lainnya secara alami berinvestasi di negara yang paling efisien secara biaya atau memiliki komponen manufaktur terbaik untuk produk mereka,” kata Riefky.
Rendahnya daya saing manufaktur Indonesia disebut menjadi alasan utama mengapa negara ini belum menarik bagi Apple. Sebagai perbandingan, investasi Apple di Vietnam dan Taiwan bukan didorong oleh subsidi besar, melainkan oleh kemampuan tenaga kerja, penguasaan teknologi, dan nilai tambah yang tinggi dalam rantai pasok global.
Sementara itu, Menteri Investasi Rosan Roeslani menyampaikan bahwa Apple sedang mendorong mitranya untuk membangun fasilitas produksi AirTag di Batam. Pabrik ini diperkirakan dapat menyerap 2.000 tenaga kerja dan memenuhi 65% kebutuhan AirTag Apple secara global. Namun, proposal ini belum sepenuhnya diterima oleh pemerintah Indonesia.
Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, investasi ini tidak memenuhi kriteria Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sesuai regulasi, karena AirTag dianggap sebagai aksesori, bukan komponen utama dari perangkat seperti ponsel, komputer, atau tablet.
“AirTag bukan bagian langsung dari HKT (Handphone, Komputer, Tablet), sehingga tidak ada dasar untuk menghitung nilai TKDN dalam kerangka aturan yang berlaku,” jelas Agus.
Agus menegaskan bahwa perusahaan asing lain mampu menunjukkan bahwa komponen utama perangkat mereka diproduksi di Indonesia sesuai regulasi, sesuatu yang belum dapat dilakukan Apple dengan produk AirTag.
Teuku Riefky menyarankan bahwa untuk menarik investasi strategis dari perusahaan global seperti Apple, Indonesia perlu meningkatkan iklim investasi, kualitas tenaga kerja, dan daya saing manufaktur.
“Jangka panjang, solusinya bukan sekadar menarik subsidi atau negosiasi TKDN, tapi meningkatkan daya saing agar produk besar seperti Apple mau berinvestasi di sini,” pungkasnya.***