BERTUAHPOS.COM — Program biodiesel atau 40 yang dicanangkan pemerintah resmi diluncurkan. Namun dengan skema insentif baru, yakni hanya setengah dari total alokasi biodiesel yang ditetapkan.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, dari total kuota B40 sebesar 15,6 juta kiloliter, hanya 7,55 juta kiloliter yang didanai lewat skema Kewajiban Pelayanan Publik atau Public Service Obligation (PSO).
Pendanaan ini dilakukan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Artinya, selisih harga untuk volume ini ditanggung oleh negara dalam bentuk subsidi.
Adapun sisa alokasi sebesar 8,07 juta kiloliter, disalurkan lewat skema non-PSO atau tanpa subsidi pemerintah. Namun harga jualnya tetap mengikuti pasar. “Tapi tanpa insentif dari negara,” kata Bahlil dalam konferensi pers, Sabtu, 4 Januari 2024.
Pemerintah sengaja membagi porsi ini, dengan alasan dana BPDPKS terbatas untuk memberikan insentif kepada badan usaha penyalur Fatty Acid Methyl Ester (FAME). Tapi, Bahlil berjanji penyaluran biodiesel non-PSO tidak akan terganggu.
Skema seperti ini dipilih setelah pemerintah menghitung kebutuhan nasional, kapasitas produksi kilang solar, dan kapasitas FAME. “Jadi, semua akan terserap dengan baik,” kata Bahlil.
Menurut data Kementerian ESDM, ada 24 badan usaha bahan bakar nabati (BU BBN) yang akan menyalurkan FAME kepada 28 badan usaha bahan bakar minyak (BU BBM) sepanjang 2025. Dari total alokasinya mencapai 15,6 juta kiloliter. Sebanyak 48% akan disalurkan melalui skema PSO, dan sisanya 52% melalui skema non-PSO.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan pemerintah akan memperketat pengawasan untuk memastikan biodiesel PSO tidak disalahgunakan oleh segmen non-PSO.
“Pengawasan harus dilakukan hingga titik akhir distribusi. Ini penting agar barang yang disubsidi negara benar-benar digunakan sesuai peruntukannya,” tegas Dadan.
Peluncuran program biodiesel B40 ini, diharapkan menjadi langkah strategis pemerintah dalam mendukung transisi energi berkelanjutan sekaligus mengoptimalkan penggunaan bahan bakar nabati di Indonesia. Namun, keberhasilan implementasinya akan sangat bergantung pada koordinasi dan pengawasan semua pihak terkait.***