BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Produk UMKM lokal Indonesia sejauh ini masih dianggap sulit untuk bersaing di pasar global (ekspor), kata Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki. “Padahal, 97% lapangan pekerjaan di Indonesia terserap oleh UMKM,” katanya.
Hal ini diungkapkan Teten dalam Indonesia Digital MeetUp 2023 di Jakarta, Jumat, 6 Oktober 2023. Meski UMKM berperan besar dalam upaya penyerapan tenaga kerja, namun produk UMKM lokal yang dihasilkan masih sangat sulit untuk bersaing di pasar ekspor.
Teten menyebut, salah satu hal yang menyebabkan itu, karena UMKM di Indonesia rata-rata masih memproduksi produk untuk skala ekonomi subsisten, atau kapasitas produksinya hanya sebatas untuk kebutuhan rumah tangga semata. “Jadi, masih dianggap tidak produktif,” tuturnya.
Selain itu, kebanyakan produk yang dihasilkan masih belum mempunyai daya saing kuat untuk menembus pasar global. Jika kondisinya terus seperti ini, kata dia, maka peluang persaingan produk UMKM Indonesia di pasar global juga masih sangat sempit.
Dia menyebut, rata-rata produksi UMKM Indonesia juga masih mengandalkan alat-alat sederhana yang kebanyakan dioperasikan secara manual, termasuk model bisnis yang diterapkan juga sederhana.
Kata Teten, kondisi terburuk yang dihadapi UMKM di tengah persaingan ketat pasar global saat ini, yakni stagnasi (tak ada kemajuan) market (pasar) dalam negeri. Sedangkan dalam perjalannya, produk luar negeri terus membanjiri pasar domestik (dalam negeri).
Saat ini, ujarnya, ada banyak pelaku UMKM di Indonesia yang belum siap dengan kenyataan yang ada. Sehingga terjadi market shock karena tak mampu bersaing. Terlebih produk luar negeri begitu cepat merambah pasar digital.
Menurut Teten, UMKM lokal di Indonesia bukan anti dengan pasar digital. Faktanya ada 22 juta UMKM yang telah melakukan penjualan produk dengan cara online. Namun, keadaan kian berbalik karena produk impor yang masuk harganya jauh lebih murah.
“Artinya tak ada yang salah dengan pedagang lokal. Bahkan penjual sayur pun sudah dilakukan secara online. Hanya saja persaingan harga yang sangat mendominasi,” tuturnya.
Terhadap kondisi ini, menurutnya, ada beberapa kemungkinan yang terjadi. Pertama, kata Teten, bisa jadi dengan praktik dumping (mengekspor barang dari negara asalnya untuk dijual ke Indonesia dengan harga lebih murah untuk menguasai pasar), atau, kedua, barang impor masuk lewat jalur ilegal.
Apalagi, ada pernyataan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani, bahwa ada impor dari China yang tak tercatat. Artinya, ada produk dari luar negeri yang masuk secara tak resmi. “Ini yang mau kita benahi,” katanya.***