BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Tepat 100 hari kerja Presiden RI Jokowidodo, Tepat pula Arianto, Sang Penjelajah Nusantara melitas di Kota Bertuah. Pria berusia 38 tahun ini akan melanjutkan perjalanannya ke Kota Serambi Mekah, Banda Aceh. Ini kota terakhir Arianto setelah menghabiskan waktu 3 tahun berjalan kaki dari Kota Denpasar.
Tanpa berbekal sepeser uangpun, dia mulai menapak langkah pertama menelusuri nusantara di awal tahun 2012 lalu. “Saya ingin meniru Presiden Pertama Republik Indonesia Bung Karno. Dulunya dia juga berjalan kaki ke Rengas Dengklok,” ujarnya kepada bertuahpos.com, tepat di hari 100 hari Kerja Presiden RI Jokowidodo, yang jatuh pada Rabu (28/01/2014).
Berada di Bumi Lancang Kuning ternyata memberi kesan haru bagi pria lajang ini. Dia sempat menitikkan air mata saat disambut puluhan para demonstran saat berosasi menggelar aksi 100 hari kerja Jokowi, di depan gerbang kampus UIN Suska Riau. Di kota-kota lain, Sang Penjelajah Nusantara ini dianggap gila. Barang bawaannya sebagian besar adalah pemberian dari orang-orang yang merasa iba padanya.
“Di kota lain saya hanya dianggap orang gila, Mas. Tak ada yang menyapa atau sekedar menanyakan saya mau kemana. Tapi di sini saya disambut oleh kawan-kawan demonstran,” ujarnya sambil mengusap air mata.
Jaket kulit yang dia kenakan terlihat lusuh membalut tubuh kecil Arianto. Hanya topi hitam menutup kepalanya sebagai pelindung panas, dan sebuah masker menggantung di lehernya. Di balik saku tas jangki yang menggantung di punggungnya berkibar 2 buah bendera merah putih berukuran kecil. “Bawa bendera ini, Mas. Rasanya berat sekali.”
Pria asal Makasar ini sangat mengagumi Sang Proklamator. Baginya Soekarno adalah sosok yang menginspirasi, dan salah satu orang cerdas dimiliki bangsa ini. Menurutnya, di dalam jiwa Soekarno mengalir darah nasionalisme yang kental. Semangat itu pula ditularkan pada Sang Penjelasah Nusantara Ini.
Saat bergabung masa aksi dia berikan kesempatan untuk menyampaikan orasi. Dibalik toa dia melepaskan kegundahan hatinya tentang carut-marut negeri ini. Dirinya menganggap bahwa Indonesia belum merdeka secara hati. Masih banyak tekanan-tekanan dari pihak tertentu, hingga membuat rakyat Indonesia menderita.
“Saya ingin, membuktikan beginilah cara saya mencintai negeri ini. Saya akan berjalan hingga titik nol, sabang. Saya ingin lihat sendiri kekayaan Indonesia, dan bagaimana keadaan rakyatnya,” ujarnya sambil menangis.
Arianto mungkin bukan seorang yang hebat. Dia juga mengakui bahwa dia tidak punya apa-apa. Jangankan sanak saudara, orang tua saja sudah tiada. Jika Arianto bisa berfikir bahwa mencintai tanah air adalah bagian dari hidupnya, bagaimana dengan kita? (Melba)