BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Apakah tinta Pemilu aman untuk wudhu? Apakah benar bahwa tinta Pemilu najis dan bisa menghalangi air wudhu? pertanyaan seperti ini sering muncul di momentum Pemilu 2024, seperti saat ini.
Hari ini, 14 Februari 2024, Indonesia melaksanakan pemungutan suara untuk Capres – Cawapres, DPD RI, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Banyak orang yang enggan mencelupkan jari ke tinta karena alasan wudhu dan najis. Padahal tinda itu adalah penanda bahwa mereka sudah mencoblos.
Apakah tinta pemilu hukumnya najis dan menghalangi air wudhu sampai kulit sehingga membuat wudhu tidak sah?
Landasan Utama
Ada beberapa hal yang perlu diketahui sebagai landasan utama untuk menjawab pertanyaan ini, seperti dilansir dari NU Online.
Pertama, tinta pemilu perlu dipertimbangkan apakah bersih atau tidak. Dalam hal ini, hukum asal suatu benda yang tidak diketahui secara pasti apakah bersih atau tidak, menyatakan bahwa benda tersebut dianggap bersih sampai terbukti bahwa itu kotor. Konsep ini dikenal sebagai Al-Ashlu at-thaharah.
Kedua, berkaitan apakah tinta pemilu menghalangi sampainya air ke kulit dan tidak. Dalam hal ini bila tinta cukup tebal, seperti lelehan lilin, minyak yang memadat dan semisalnya, maka jelas menghalangi sampainya air ke kulit, sehingga harus dihilangkan saat wudhu, agar air basuhan wudhu dapat sampai ke kulit jari tangan secara sempurna. Dengan demikian wudhunya menjadi sah.
Pandangan Ulama
Lain halnya bila tinta itu hanya menyisakan warnanya saja, sekira sudah dikerok, dibasuh dengan sabun dan semisalnya, sehingga hanya menyisakan bekas warnanya, maka secara fiqih tinta yang tinggal warnanya tersebut dihukumi tidak menghalangi sampainya air basuhan wudhu ke kulit jari. Karenanya wudhu dalam kondisi di jari tangan masih ada sisa warna tinta seperti itu hukumnya sah.
Syekh Zainuddin Al-Malibari dan Syekh Syattha Ad-Dimyathi menjelaskan; Syarat wudhu keempat adalah tidak ada penghalang di antara air dan anggota tubuh yang dibasuh, seperti batu kapur, lilin, minyak padat, wujud fisik tinta dan hena. Lain halnya dengan minyak cair meskipun air tidak bisa diam menetap di atasnya, bekas tinta, dan hena.”
Ungkapan Syekh Zainuddin Al-Malibari; Bekas tinta dan hena, maksudnya adalah; lain halnya dengan bekas tinta dan hena, maka tidak membahayakan keabsahan wudhu. Sementara maksud bekas di sini adalah sisi warnanya saja, sekira bila dikerok misalnya maka tidak menghasilkan apapun (Zainuddin Al-Malibari dan Abu Bakar Syattha Ad-Dimyathi, Fathul Mu’in dan I’anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr], juz I, halaman 35).
Kadar Ketebalan Sangat Menentukan
Dari penjelasan Al-Malibari dan Ad-Dimyathi ini dapat diketahui bahwa tinta pemilu bila tebal maka menghalangi sahnya wudhu karena air dihukumi tidak sampai ke kulit jari tangan secara sempurna, sehingga wudhunya tidak sah.
Sementara bila tinta pemilu itu tipis atau hanya menyisakan warnanya saja, maka tidak menghalangi sampainya air ke kulit, sehingga wudhunya sah.
Hal ini identik pula dengan benda yang diberi pewarna dengan pewarna najis, lalu dibersihkan dan hanya menyisakan warnanya saja, maka dihukumi suci.
فلو صبغ شيء بصبغ متنجس ثم غسل المصبوغ حتى صفت الغسالة ولم يبق إلا مجرد اللون حكم بطهارته
Artinya: Bila suatu benda dicelup dengan pewarna yang mengandung najis, lalu benda yang dicelup dengan pewarna tersebut dicuci hingga bersih basuhannya dan yang tersisa hanya warnanya, maka benda itu dihukumi suci.” (Nawawi Banten, Nihayatuz Zein, [Bandung, Al-Maarif], halaman 46).
Dalam kasus ini sisa warna yang bahannya najis dihukumi tidak najis. Demikian pula dalam kasus di atas, sisa warna tinta dihukumi tidak menghalangi air sampai pada kulit.
Dari uraian di atas, pertanyaan apakah tinta pemilu hukumnya najis dan menghalangi air wudhu sampai kulit sehingga membuat wudhu tidak sah, maka dapat dijawab secara ringkas sebagaimana berikut:
Tinta pemilu hukumnya tidak najis dan tidak menghalangi air wudhu sampai ke kulit selama hanya menyisakan warnanya saja. Bukan wujud fisiknya yang tebal. Karena itu, lebih baik tinta pemilu yang masih ada di jari tangan dibersihkan sebelum wudhu sebersih-bersihnya sebagai kehati-hatian dalam beribadah. Wallahu a’lam.***