BERTUAHPOS.COM — Perbendaan waktu Hari Raya Idul Fitri 2023 antara Muhammadiyah, Pemerintah dengan Nahdlatul Ulama (NU) harus dimaknai sebagai ujian toleransi, yang memang identitas Muslim Indonesia.
Keputusan Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal `1444 H pada Jumat, 21 April 2023 adalah kebutuhan yang harus dihormati. Mereka punya metode, sama halnya keputusan pemerintah dan NU yang menetapkan 1 Syawal 1444 H pada Sabtu, 22 April 2023.
“Yang penting kita masing-masing saling menghargai, saling mengetahui. Toleransi yang kita lakukan adalah terhadap kehidupan yang kita lakukan bersama-sama,” kata Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution dalam sebuah dialog lintas agama di Pekanbaru, beberapa waktu lalu.
Toleransi itu memiliki makna yang luas. Karena luas itu lah maka selayaknya bisa diterima dengan mudah dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Berbeda bukan berarti tak sama. Bahkan bangsa ini ada dan bertahan hingga saat ini, salah satunya karena perbedaan, termasuk perbedaan dalam agama.
Hal paling sederhana untuk memaknai seperti apa toleransi itu, kita bisa belajar dari KH Idham Khalid dan Buya Hamka dalam sebuah pengantar Ahmad Syafii Maarif, dalam Buku Buya Hamka: Sebuah Novel Biografi, karya Haidar Musyafa, yang diterbitkan Umania, tahun 2018.
Saat itu, KH Idham Chalid adalah Ketua PBNU, dan Buya Hamka adalah seorang Muhammadiyah Tulen. Namun dalam berdakwah Idham Chalid sering bepergian bersama Buya Hamka.
Dalam hal salat subuh, kedua tokoh agama ini tentu punya pandangan berbeda dan sangat teguh dengan pendapat itu. Idham Chalid yang seorang NU sudah terbiasa melaksanakan salat subuh dengan qunut. Sedangkan Buya Hamka tidak menggunakan doa qunut dalam salatnya.
Saat mereka melakukan perjalanan dakwah, baik Idham Chalid dan Buya Hamka saling bergantian untuk menjadi imam. Ketika Buya Hamka menjadi imam salat subuh dia membaca doa qunut karena dia menghormati KH Idham Chalid sebagai seorang NU.
Namun, sebaliknya, Idham Chalid tidak membaca doa qunut saat dia menjadi imam salat subuh karena dia menghormati Buya Hamka sebagai seorang Muhammadiyah.
Begitulah bentuk toleransi dan kebersamaan yang dicontohkan 2 ulama besar ini. Mereka saling menghormati satu sama lain, tanpa perlu mencela atau menyalahkan yang lain.
Setelah melihat bagaimana kedua tokoh ini bersikap, apakah masih pantas bagi kita untuk memperdebatkan perbedaan Hari Raya Idul Fitri tahun 2023?***