BERTUAHPOS.COM — Sansha nama kota itu. Kota yang dibangun Pemerintah China di Laut China Selatan. Keberadaan Sansha jadi bukti bahwa klaim China untuk mengembangkan ekspansi teritorial di wilayah sengketa ini, bukan omong kosong belaka.
Menurut laporan US Naval War College, kota yang terletak di kawasan kaya migas dibangun China dengan luas 800 ribu mil persegi. Setara 1.700 kali luas New York City.
Sebagian besar Kota Sansha adalah wilayah laut, termasuk Kepulauan Paracel, yang diklaim oleh Vietnam dan Taiwan, dan Kepulauan Spratly, berbagai di antaranya diklaim oleh Vietnam, Taiwan, Filipina, Malaysia, dan Brunei.
“Dulunya merupakan pos terdepan terpencil, Pulau Woody telah menjadi pusat aktivitas yang ramai,” kata laporan yang ditulis oleh pakar China Zachary Haver untuk Institut Studi Maritim China War College seperti dilaporkan Bloomberg News, Minggu 21 Februari 2021, yang dilansir dari CNBC Indonesia.
Pulau ini sekarang menawarkan infrastruktur pelabuhan yang diperluas, desalinasi air laut dan fasilitas pengolahan limbah, perumahan publik baru, sistem peradilan yang berfungsi, jangkauan jaringan 5G, sekolah, dan penerbangan charter reguler ke dan dari daratan.
Selain itu Shansa juga dilaporkan siap untuk menarik wisatawan dan beberapa perusahaan untuk membuka cabangnya di kepulauan itu. Hal itu tentunya membuktikan bahwa klaim China di wilayah itu tidak main-main. telah menjadi potensi konflik global.
Belum lama ini, China juga menetapkan undang-undang (UU) baru mengenai penjaga keamanan maritim negara itu. Undang-undang itu disebut akan membantu penjaga pantai China untuk lebih memenuhi tugas dan kewajiban mereka.
Dalam UU itu, armada laut mereka bisa saja menembak kapal asing di wilayah itu karena aturan ini mengizinkan berbagai cara yang diperlukan untuk menghentikan atau mencegah ancaman dari kapal asing.
Hal ini membuat beberapa negara claimant state LCS serta beberapa rival tradisional China meradang.
Filipina menyatakan siap memperkuat armada lautnya. Sementara itu AS luncurkan dua kapal induknya, USS Theodore Roosevelt dan USS NImitz untuk menghalau China di perairan itu dalam misi ‘kebebasan navigasi’. (bpc2)