BERTUAHPOS.COM, SIAK – Muncul lagi kasus sengketa lahan antara perusahaan dengan masyarakat di Kabupaten Siak. Kali ini sengketa lahan terjadi di RT 02 RW 01 Desa Pinang Sebatang Barat Kecamatan Tualang dengan PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP).
Â
Untuk menjembatani kasus ini, Ombudsman RI melakukan pertemuan dengan  masyarakat Pinang Sebatang, Kamis (5/3/2015) di kantor bupati. Morse Tarigan, Ketua Asosiasi Hutan Tanaman Rakyat Mandiri Indonesia (AHTRMI) DPD Siak menyebutkan hasil pertemuan tertutup itu, pemkab akan membuat tim terpadu untuk turun ke lapangan dan melakukan pemetaan.
Â
“Pemda Siak sudah buat tim ukur, dalam bulan ini harus ada tim ukurnya, termasuk semua kecamatan Tualang yang lahannya menjadi konflik juga akan diukur,” katanya.
Â
Tarigan menjelaskan, permaslahan yang terjadi, warga yang memiliki lahan di desa itu sudah berulang kali dilaporkan PT IKPP ke Polda Riau. Tercatat, sudah 20 orang yang dilaporkan PT IKPP ke Polda Riau sejak Oktober 2014 lalu.
Â
“Sudah ada 20 orang yang dilaporkan. Sebanyak 2 sampai 3 kali mereka diperiksa dan akan masukkan ke penjara,” ujarnya.
Â
Setakat ini, sudah ada 200 hektar lahan warga yang diserobot PT IKPP. Padahal, sebanyak 80 warga memiliki 63 SKT asli. Selain itu, PT IKPP juga telah menuding warga melakukan penyerobotan lahan dan pemalsuan surat. Padahal warga sendiri mempunyai SKGR dan surat dasar serta sertifikat tanah yang ditandatangani RT sampai camat.
Â
“Bahkan sudah ada pajaknya dibayarkan, dan juga bisa digunakan untuk meminjam uang ke Bank,” ungkapnya.
Â
Sedangkan PT IKPP tidak bisa menunjukkan bukti surat yang memiliki tanda tangan RT setempat sebagai saksi kepemilikan tanah. Dalam SKGR PT IKPP juga tidak ada saksi batas sepadan dengan masyarakat.
Â
Sementara itu, Abdul Karim (61) sebagai pemilik dasar surat tanah pertama, dituduh sebagai penyerobot lahan IKPP dan sudah dilaporkan ke Polda Riau.
Â
Abdul mengaku, awalnya lahan dimilikinya sebanyak 60 hektar dijualnya kepada warga sejak tahun 2010 hingga 2014. Lahannya itu sudah ditanami pojon karet, jengkol dan sebagian ditanami sawit.
Â
Bahkan ia menunjukkan bukti kepemilikan SKGR sejak tahun 1984 dan 1985. Sedangkan SKGR PT IKPP ada tahun 1997. Terlihat, Abdul karim lebih dulu memiliki SKGR ketimbang PT IKPP.
Â
“Saya asli kelahiran Siak ini, dan keluarga saya ada di Perawang. Kami sudah duluan memiliki tanah itu,” pungkasnya.
Â
Ani Nadeak, salah seorang yang dirugikan dalam kasus ini mengaku kecewa dengan IKPP. Ia membeli lahan 10 hektar dari Abdul Karim sebesar 250 juta tahun 2013 lalu.
Â
“Saya yakin itu gak ada masalah karena didalamnya terdapat tanaman jengkol, karet. Bahkan sudah menghasilkan karetnya,” katanya.
Â
Ani pun terheran, kenapa tiba-tiba bulan Oktober 2014 lalu PT IKPP mengklaim bahwa lahan yang dibelinya itu milik PT IKPP. Sementara, tidak ada tanda-tanda dilahan itu tanaman akasia milik perusahaan.
Â
“Kalau memang itu lahan IKPP dari tahun 97 kenapa gak mereka tanami akasia. Selama ini mereka (IKPP) kemana. Kok masyarakat sudah menghasilkan baru mereka datang dan menuding warga,” urainya. (syawal)