BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Digantikannya Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dari Jaffe Arizon Suardin kepada Said Chalid Salim, ternyata tidak membawa PT PHR menjadi lebih baik, malah sebaliknya.
PHR dibawah kepemimpinan Said Chalid Salim.menyewa kantor senilai Rp382 miliar dan dugaan permainan proyek tiang listrik senilai Rp340 miliar.
Hal ini disampaikan dalam pernyataa puluhan massa yang tergabung dalam KNPI Riau, saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Provinsi Riau, Selasa 15 Agustus 2023.
Puluhan massa dengan membawa pocong ini tiba di DPRD Riau sekitar pukul 13.30 WIB. Sesampainya di depan pagar DPRD Riau massa melalui perwakilannya menyampaikan beberapa orasi.
Baca Juga : Dirut PT PHR, Said Chalid Bungkam Soal Dugaan Permainan Proyek dan Laka Kerja di PT PHR
Abu Nazar, salah satu orator aksi pada kesempatan tersebut mengatakan, bahwa selama dua tahun PT PHR belum memberikan kontribusi kepada masyarakat Riau, terutama terhadap pemuda. Apa yang disampaikan di media menurutnya hanyalah omong kosong belaka.
“Minyak Riau diambil tetapi rakyatnya sengsara. “Lihat saja di Kampar, pipa-pipa minyaknya bersileweran di daerah tersebut, tetapi rakyatnya miskin. Kemana dana CSR PHR selama ini? Mana beasiswa bagi mahasiswa dan pelajar?,” ujarnya.
“Saat ini, PT PHR malah menyewa kantor di Jakarta sebesar Rp382 miliar. Bisa kita bayangkan berapa unit rumah layak huni yang bisa dibangun dan dibagikan kepada masyarakat miskin di Provinsi Riau ini,” sambungnya.
Setelah melakukan orasi sekitar 15 menit, massa kemudian diterima oleh Ketua Komisi I DPRD Riau Mohammad Yatim.
Kepada Ketua Komisi I DPRD Riau perwakilan massa menyebutkan, Pasal Pasal 3 berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Ayat tersebut bermakna bahwa seyogyanya kekayaan alam yang dimiliki oleh negara dikelola oleh Pemerintah bertujuan untuk kemakmuran rakyat.
Penguasaan sumberdaya alam merupakan bagian dari ketahanan ekonomi negara.
Riau merupakan daerah yang memiliki sumberdaya alam yang cukup besar, beberapa waktu lalu Riau menjadi penyumbang fiskal terbesar dari sektor minyak, gas, sawit dan hutan.
Namun kondisi masyarakatnya tidak sesuai dengan apa yang dimiliki daerah ini.
“Adalah PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melanjutkan pengelolaan minyak yang ada di Riau setelah kontrak PT Chevron berakhir. Seyogyanya, kehadiran BUMN PT PHR memberikan manfaat bagi kemakmuran masyarakat Riau. Setelah kurun waktu dua tahun penyerahan Blok Rokan kepada PT PHR tepatnya pada Peringatan hari jadi Provinsi Riau tanggal 8 Agustus 2021. Namun apa daya, dua tahun berlalu persoalan demi persoalan melanda pengelolaan Blok Rokan oleh PT. PHR,” ujarnya.
Tercatat profesionalisme Kerja, Perekrutan Tenaga Kerja lokal yang tidak transparan dan tidak memprioritaskan masyarakat Riau, tingginya kecelakaan kerja hingga belasan tenaga kerja meninggal, tender-tender yang tidak transparan, CSR yang tidak transparan, dugaan korupsi dalam pengelolaan proyek, tidak adanya Putra daerah Riau yang duduk di Komisaris PT PHR dan berbagai hal yang jauh dari ekspekstasi masyarakat Riau.
“Hal ini bertolak belakang dengan eksistensi dua perusahan minyak asing sebelumnya yaitu PT. Caltex dan PT Chevron. Akhir-akhir ini kita menyaksikan desakan massif dari kelompok masyarakat terhadap Pimpinan PT PHR Jaffee Arizon S. yang akhirnya diganti. Namun penggantian ini bukan membuat kondisi lebih baik, di bawah Kepemipinan PT PHR yang baru saja dilantik Chalid Said Salim yaitu menyewa kantor seharga 382 Milyar di Kuningan, Jakarta dan terakhir berkembangnya informasi kejanggalan proyek pengadaan tiang listrik (power pole) senilai Rp340 miliar, yaitu dengan diloloskan perusahaan bermasalah dalam Hasil Evaluasi Teknis tender pengadaan Tiang listrik (Power Pole),” ujarnya.
Perusahaan yang diloloskan dalam tender tersebut lanjutnya, yaitu PT Adil Utama, memiliki persoalan yang komprehensif, dari tunggakan pajak, ketidakmampuan membeli barang yang sudah ditetapkan dalam proyek pengadaan tiang listrik, penawaran lebih rendah dibandingkan 80 % HPS/OE.
Harusnya Direktur Utama PT. PHR melakukan klarifikasi dan verifikasi apakah lingkup kerja dan spesifikasi tiang listrik (Power Pole) PT Adil Utama sesuai dengan yang dibutuhkan PT PHR, tawaran harga yang lebih rendah yaitu 68 Miliyar dibandingkan OE 114 Miliar, terjadinya delay pengiriman barang dan kualitas yang jelek dan tentunya apabila pihak perusahaan.
Lebih lanjut disampaikannya, harusnya diberikan sanksi kartu merah bahkan hitam dan dinyatakan tidak lulus evaluasi penawaran harga, namun Perusahaan yang banyak masalah diloloskan oleh “orang dalam”, diduga pihak yang bertanggungjawab secara teknis pengadaan tiang listrik ini sebelum menjadi kebijakan Pimpinan PT PHR yaitu, Edi Susanto (VP Procurement & Contracting) dan Irfan Zaenuri (Executive VP Business Support).
“Sekelumit masalah yang kami peroleh dari berbagai pemberitaan dan pihak yang ikut melakukan aksi/protes terhadap pengadaan tiang listrik (power pole) PT PHR. Telah mendeskripsikan bahwa PT PHR tidak professional dalam pengelolaan Blok Rokan -minyak Riau. Dan tidak memiliki kepedulian secara komprehensif dalam memakmurkan masyarakat Riau, PT PHR hanya sibuk berjibaku dengan core bisnisnya dan terjebak pada kepentingan bisnis, baik orang dalam maupun pihak luar PT PHR,” ujarnya.
Kepedulian PT PHR lanjutnya, beberapa waktu dalam bentuk CSR, lebih bersifat megkooptasi berbagai pihak dalam pencitraan PT. PHR. Youth leader, pemberian bea siswa, dan aktivitas lainnya tidak seberapa dari apa yang diperoleh oleh PT.
PHR. Sementara tujuan utama pengelolaan Blok Rokan sebagaimana diamanatkan UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 adalah “untuk kemakmurkan rakyat” ini adalah suatu hal yang mutlak; dari Pembangunan Infrastruktur,Jalan, Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi rakyat, pemberdayaan generasi muda, Penanganan limbah akibat dari operasional PT PHR ini harus ada transparansi dan yang lebih penting pengelolaan perusahaan yang bersih dan tidak korupsi.
“Mencermati perilaku PT. PHR ini, seolah Riau ini tidak ada masyarakatnya, mereka tidak
memiliki sense of social, keuntungan dibawa ke Pusat, dan tidak respon terhadap kondisi rakyat Riau. Pengurus Dewan Pengurus Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia(KNPI) Provinsi Riau menyatakan Sikap,” ujarnya.
Adapun pernyataan sikapnya yakni
1. Meminta Kepada Direktur Utama PT PHR Chalid Said Salim untuk mempekerjakan tenaga kerja lokal sebanyak 30% dari kebutuhan tenaga kerja di PT. PHR dengan membuktikan telah berdomisili selama 5 Tahun di Provinsi Riau.
2. Mendesak Direktur Utama PT. PHR, Chalid Said Salim mencopot Saudara Edi Susanto (Vice President Procurement & Contracting) dan Irfan Zaenuri (Executive Vice Presiden Business Support) yang diduga meloloskan PT. Adil Utama dalam tender pengadaan Tiang Listrik (Power Pole) senilai Rp340 miliar, yang bermasalah dan tidak memenuhi persyaratan. Dan diduga sering meminta fasilitas kepada setiap Kontraktor dengan fasilitas VVIP termasukPT. Adil Utama sebagai Pembiaya.
3. Mendesak Kapolda Riau dan Kejaksaan Tinggi Riau Pro Aktif dalam penegakan hukum di Riau dan mengusut tuntas dugaan Tindak Pidana dalam Proses Pengadaan Tiang Listrik (Power Pole) di PT PHR senilai Rp340 miliar.
4. Mendesak Direktur Utama PT. PHR Chalid Said Salim berkantor di Wilayah Riau dan membatalkan penyewaan Kantor seharga Rp382 mliar di Jakarta.
5. Mendesak PT PHR melakukan transparansi data produk perolehan keuntungan minyaknya.
6. Mendesak PT PHR melakukan transparansi dana untuk pembangunan daerah Riau eperti perbaikan kerusakan jalan, kepedulian terhadap pendidikan dengan memberikan bea siswa kurang mampu dan membiayai pendidikan sampai program Doktor, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, pemberdayaan pemuda dan Kepedulian terhadap lingkungan hidup.
7. Mendesak Direktur Utama PT. PHR Chalid Salim Said, mentransparansikan Tanggung Jawab Perusahaan (CSR) dengan rasio keuntungan PT. PHR yang disalurkan ke Masyarakat Riau. CSR tidak hanya dalam formalitas bantuan-bantuan tapi bergunas ecara komprehensif dan berkelanjutan.
8. Meminta Direktur Utama PT. PHR, Chalid Salim Said, membangun menara Pemuda Riau dengan nilai minimal sebesar 50 milyar rupiah dari Dana CSR yang dibangun di Ibu Kota Provinsi Riau.
9. Mendesak Menteri BUMN, Bapak Erik Tohir mendudukkan Putra Daerah Riau sebagai Komisaris di Perusahaan- Perusahaan BUMN yang beroperasi di Provinsi Riau dan Melibatkan Pengusaha Lokal dalam Kegiatan Usaha BUMN di Riau.****