BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Data pertambangan Indonesia mendapat sorotan dari Asosiasi Pemasok Energi, Mineral dan Batubara Indonesia (Aspebindo). Dampaknya, para pengusaha sering kebingungan dengan kebijakan pemerintah.
Ketua Umum Aspebindo, Anggawira mengungkapkan, lemahnya sinkronisasi data yang dimiliki pemerintah terhadap data pertambangan di Indonesia menjadi titik lemah investasi di sektor pertambangan.
Hal ini disampaikannya dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada bertajuk “Problematika Terkait Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam Pada Masa Transisi Pasca Diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020” belum lama ini.
“Dalam menyusun kebijakan yang tepat harus ada landasan yang kuat, faktanya sekarang kita belum bisa memanfaatkan data-data usaha pertambagan kita untuk menyusun kebijakan dan tata kelola yang baik, tak heran pengusaha juga jadi sering bingung karena perubahan kebijakan,” ucap Anggawira, Selasa, 1 November 2022.
Menurut Anggawira, One Big Data Policy menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah saat ini untuk memberikan kepastian hukum kepada para pengusaha tambang. Apalagi Indonesia membutuhkan suntikan investasi untuk mempercepat hilirisasi industri minerba.
“Pengusaha kemarin urus izin pertambangan ke pusat, kemudian ada kebijakan mengurus izinnya di daerah, ketika diurus di daerah ternyata daerah belum siap, kebingungan ini bisa menghambat investasi dan pertumbuhan pengusaha, di era Big Data ini kita harus mendorong sinkronisasi data agar kebijakan yang dihasilkan dapat tidak tumpang tindih,” tegasnya.
Anggawira menyampaikan pengusaha memiliki peran penting dalam upaya hilirisasi mineral, namun perlu ada dorongan berupa insentif dan peningkatan kapasitas SDM bagi pengusaha agar mampu mengolah mineral yang kaya di Indonesia.
“Keuntungan dari One Big Data Policy ini kita bisa memetakan akurat juga kemampuan pengusaha kita saat ini, sehingga pemerintah bisa menjadikan data tersebut landasan dalam menyiapkan instrumen insentif dan juga peningkatan kapasitas dengan menggandeng perguruan tinggi,” sebut Anggawira yang juga merupakan Komisaris PT JSK Gas, perusahaan energi di bidang Floating Liquefied Natural Gas.
Sebelumnya dalam kegiatan tersebut, Edy Junaedi Direktur Pengembangan Sistem Perizinan Berusaha Kementerian Investasi/BKPM menyebut pemerintah terus melakukan sinkronisasi data dan peraturan yang ada di pusat dan daerah.
“Memang masalah data ini sebelumnya menjadi hambatan, tapi dengan sistem di OSS alhamdulillah pelan-pelan kita sinkronisasikan, sekarang Kementerian Investasi dan BKPM secara aktif berkoordinasi dengan kementerian terkait agar masalah data ini selesai dan bisa menjadi landasan tepat untuk kebijakan dan peraturan yang ada,” sebut Edy.***[Melba]