BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Saking kejamnya, salah satu penyanyi legendaris Indonesia memasukkan nama Westerling dalam salah satu lirik lagunya, yaitu “kalau hanya senyum yang kau berikan, Westerling pun tersenyum…”
Kekejaman seorang Westerling sudah menjadi legenda di Indonesia. Pentolan Korps Specialle Troepen (KST) Belanda ini disebutkan sudah membunuh 40.000 warga sipil di Sulawesi Selatan.
Lalu, seperti apa kekejaman Westerling yang disebut Hitlernya Belanda ini?
Dilansir dari historia.id, bulan Desember 1946 sampai Februari 1947, pasukan khusus KST mendapatkan tugas khusus, yaitu operasi penumpasan pemberontakan (counter Insurgency).
Dari sinilah kekerjaman Westerling bermula. Dia beserta anak buahnya mengumpulkan penduduk desa, dan kemudian dibunuh, hanya dengan berdasarkan selembar kertas daftar pemberontak.
Seperti yang terjadi pada Desa Batua dan beberapa desa lainnya di sebelah timur Kota Makassar, 11 dan 12 Desember 1946. Westerling sendiri yang turun memimpin pasukannya untuk mengumpulkan seluruh penduduk desa. Orang yang mencoba melarikan diri ditembak tanpa ampun.
Hasilnya, 9 orang ditembak mati, dan ribuan lainnya dikumpulkan di satu tempat. Setelah penduduk terkumpul, maka perempuan dan anak-anak dipisahkan dari para pria.
Kemudian, dimulailah apa yang disebut Standrecht, yaitu pengadilan dan eksekusi di tempat. Penduduk yang dianggap pemberontak dan pengacau akan dieksekusi di tempat. Di desa Batua, Westerling melaporkan telah menghukum 35 penduduk yang dianggap pemberontak dan pengacau.
Pola yang sama terus dilakukan di seluruh wilayah Sulawesi Selatan berbulan-bulan lamanya. Seorang wajib militer Belanda, H. C Kavelaar memberikan kesaksian bahwa Westerling sendiri ikut menembak mati penduduk yang dianggap pemberontak.
Akibat pembersihan ala Westerling ini, Indonesia pada tahun 1947 melaporkan kepada PBB bahwa 40.000 penduduk sipil Indonesia menjadi korban pembantaian Westerling. Sementara itu, versi pemerintah Belanda menyebutkan hanya 3000 korban.
Westerling sendiri membantah semua data tersebut. Menurut dia, korban akibat ‘aksi’ pasukannya hanya 600 orang. Westerling sendiri lolos dari pengadilan HAM karena pembantaian tersebut direstui pemerintah Belanda, melalui izin dari Letnan Jenderal Spoor dan Wakil Gubernur Jenderal Dr. Herbertus Johannes van Mook. Mereka menyebutkan aksi Westerling sebagai operasi penumpasan pemberontakan (counter Insurgency).
Kekejaman Tangan Kanan Westerling di Riau
Masyarakat Riau, khususnya di Kota Rengat, juga merasakan kekejam pasukan Westerling, melalui tangan kanannya yang bernama Letnan Rudy de Mey.
5 Januari 1949, Belanda melancarkan operasi militer dengan kode Operasi Lumpur (Mud Operation) di Kota Rengat.
Letnan Rudy de Mey yang diterjunkan bersama pasukan elit KST-nya tanpa ampun menembaki semua orang yang ditemuinya. Bahkan, penduduk yang sembunyi-sembunyi di parit juga ditembaki.
Sejarawan Riau, Suwardi MS kepada bertuahpos.com menuturkan bahwa kekejaman pasukan KST ini tak sampai disitu. Rakyat Rengat disuruh berbaris di tepi Sungai Indragiri (Kuantan untuk penamaan di Kabupaten Kuantan Singingi), kemudian ditembaki hingga mayatnya jatuh ke sungai.
“Sungai Indragiri berubah menjadi merah. Bahkan, sampai beberapa waktu, tak ada yang mau makan ikan sungai karena banyaknya mayat di sungai ini,” ujar Suwardi.
“Inilah yang kemudian kita kenal dengan peristiwa Rengat Berdarah,” pungkas dia. (bpc2)