BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Bruce J Klein, direktur lembaga nirlaba Immortality Institute menyebut ‘Dengan beberapa pengecualian 30.000 hari adalah panjang hidup rata-rata manusia, 40.000 jika Anda beruntung’. “Steve Jobs tak seberuntung itu. Dia hidup hanya 20.984 hari. Namun ketika Steve Jobs meninggal dia sudah ada di puncak, dan dia memeras waktu seperti buah, agar mendapat tiap tetes sari manisnya,” ujar Klein.
Filosofi hidup Jobs mengikuti kata-kata James Dean — bintang koboi Holywood — Bermimpilah seolah akan hidup selamanya. Hiduplah seolah akan mati hari ini.
Jobs mencapai banyak hal. Sebagaimana Bono U2 menyebut ‘Dia mengubah musik, dia mengubah film, dia mengubah komputer pribadi. Itu dorongan sangat hebat bagi orang-orang yang ingin berfikir beda, dan di situlah para seniman nyambung dengan dia.’
Jobs mempelajari karir Akio Morita, mencari tahu bagaimana dia memperbaiki produk-produk Apple. Sebagaimana dikatakan Jobs mengutip kata Pablo Picasso.
“Seniman bagus meniru, tapi seniman hebat mencuri”.
Dalam kunjungan tahun 1985 ke Jepang, John Scully dan Jobs menyambangi pabri-pabrik berteknologi canggih Sony yang mengilhami pabrik-pabrik Macintosh.
Scully mengenang, titik rujuakan Steve Jobs tak ingin jadi IBM. Dia tak ingin menjadi Microsoft. Dia ingin menjadi Sony.
Majalah Times menulis Steve Jobs mengubah dunia sejauh yang mampu dilakukan seorang manusia, tapi dia seolah tak pantas melakukannya. Dia tidak punya kualifikasi. Dia bukan ahli komputer Dia tidak pernah belajar jadi insinyur perangkat keras atau perancang industri.
Dia kuliah hanya satu semester di Reed College dan belajar sebentar di ashram Indoa. Keahlian Jobs bukan di komputer malainkan mengendalikan manusia-manusia yang menggunakan komputer.
Satu hari, ketika itu umurnya tinggal 43 hari lagi, Jobs memberitahu keenam dewan direksi Apple. Jobs menyampaikan sesuatu yang ditulisnya.
“Saya selalu bilang jika saya tak dapat lagi menjalankan tugas sebagai CEO Apple, saya bakal jadi orang pertama yang memberitahukan Anda sekalian. Sayangnya, hari itu telah datang. Dengan ini saya mengundurkan diri sebagai CEO Apple, apabila dewan berkenan saya ingin menjabat sebagai Chairman, direktur dan pegawai Apple”.
Kisah inilah yang disampaikan Steve Jobs pada 12 Juni 2005 lalu persis saat sambutan wisudanya di hadapan mahasiswa Stamford University angkatan 114, yang dikutip kembali oleh George Beahm, dalam bukunya Steve Jobs’Live by Design (2014), sebuah hikmah dari kualiah terakhirnya, “Kehidupan, Cinta, dan Kematian”.
(bpc5)