BERTUAHPOS.COM (BPC)- Presiden Joko Widodo akhirnya mengeluarkan wacana reformasi hukum dengan fokus pada pemberantasan pungutan liar (Pungli) sebagai tahapan awal. Hal ini baik meski pun tidak cukup hanya sampai di sini. Pemberantasan Pungli hanya bagian kecil saja dari keseluruhan reformasi hukum yang kompleks.
Salah satu fokus penting dan masih dalam koridor pemberantasan Pungli adalah reformasi penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas (biasa disebut tilang). Perkara tilang seringkali dianggap remeh padahal sangat penting untuk dibenahi karena kuantitasnya yang sangat besar. Perkara tilang juga sangat dekat dengan keseharian masyarakat. Oleh karena itu, dapat dikatakan etalase atau cerminan hukum dalam praktik adalah perkara tilang.
Kuantitas perkara yang besar dan kedekatan dengan keseharian masyarakat menyebabkan salah satu pendorong kepercayaan masyarakat terhadap hukum adalah melalui pengelolaan perkara tilang yang baik. Tanpa standar pengelolaan yang baik, terlembaga, dan seragam, maka perkara tilang akan menjadi disinsentif baik bagi institusi penegak hukum maupun masyarakat.
Perkara tilang pada hakekatnya adalah perkara yang sumir, sederhana, dan diadili menurut acara cepat. Namun, pengelolaan yang konvensional, tidak terpadu, dan rentan terhadap penyalahgunaan kewenangan menyebabkan perkara ini menjadi kompleks dan penting untuk dibenahi.
Akar permasalahan yang seharusnya menjadi sasaran dalam pengelolaan perkara tilang adalah dengan melakukan simplifikasi dan reformasi pada prosedur penyelesaiannya. Pengelolaan yang selama ini berjalan konvensional serta manual perlu dirombak menjadi berbasis teknologi. Prosedur yang selama ini berbelit-belit dan tidak efisien perlu dipangkas menjadi lebih sederhana.
Untuk itu, perlu keterpaduan antar institusi Kepolisian, Pengadilan, Kejaksaan, dan pihak bank dalam melakukan reformasi tilang. Dalam pemantauan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), berbagai institusi telah mulai melakukan berbagai macam inisiatif perubahan.
Kepolisian sudah mulai menggagas e-tilang (tilang elektronik) yang mendorong modernisasi pengelolaan perkara tilang agar lebih transparan, efisien, dan akuntabel. Mahkamah Agung dengan rencana penerbitan Peraturan Mahkamah Agung untuk memangkas prosedur dengan menegaskan pelanggar mana yang seharusnya menghadiri persidangan, yang dengan demikian dapat mengikis pelanggar yang membludak di pengadilan dan kerawanan terhadap praktik calo.
Kejaksaan dengan inisiatif pembayaran denda tilang secara elektronik sehingga pelanggar dan petugas tidak berinteraksi dan menghindari penyimpangan.
Berbagai inisiatif baik di atas perlu dikukuhkan dengan penerbitan peraturan oleh Presiden. Selain sebagai bentuk pembaruan dari Surat Keputusan Bersama tentang Pengelolaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas 1993, peraturan itu diharapkan dapat menjadi terobosan regulasi dan alas hukum bagi reformasi sistem dalam pengelolaan perkara Tilang.
Pada akhirnya, reformasi pengelolaan perkara tilang penting untuk mendorong akuntabilitas penegakan hukum dan pemberian layanan publik yang baik kepada masyarakat. Perkara tilang adalah peluang untuk mendorong kepercayaan publik terhadap hukum dan institusinya. (Rilis)