BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Langkah pemerintah untuk melakukan intervensi harga belum berhasil. Buktinya, di Desa Simpang Gaung, Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir, harga per kilogram ayam potong berkisar Rp 45 ribu sampai Rp 48 ribu.
Kondisi seperti ini tentu saja membuat banyak masyarakat menjerit. Seperti yang diungkapkan Murniati, seorang ibu rumah tangga itu mengeluh dengan tingginya harga ayam potong saat memasuki lebaran idul fitri tahun ini.
“Sebenarnya, tingginya harga ayam potong sudah terjadi sejak awal memasuki bulan puasa lalu. Yakni berkisar pada harga 36 ribu rupiah sampai 38 ribu rupiah per kilogramnya,” ujarnya kepada bertuahpos.com.
Sulai, salah seorang penjual ayam potong di Desa itu mengatakan, tingginya harga ayam potong lebih disebabkan akses suplai ayam potong dari kabupaten ke desa menggunakan akses jalur laut. Modal pedagang bengkak pada transportasi yang menggunakan speedboat.
“Modal kami sudah banyak habis dibiaya transportasi. Makanya pedagang terpaksa harus menutupi itu dengan meninggikan harga ayam potong yang dijual ke masyarakat,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Amat, warga Dusun Pisang, Desa Simpang Gaung. Tingginya harga ayam potong hingga hampir menyentuh harga Rp50 ribu itu sangat membuat masyarakat merasa terbenbani untuk memenuhi kebutuhn lebaran. Padahal, ayam potong adalah salah satu komuditi yang banyak pemintaannya.
Sementara itu, mau tidak mau masyarakat tetap mengkonsumsi ayam potong. Untuk mengantisipasi hal tersebut, salah satu bentuk yang dilakukan masyarakat yakni dengan cara melakukan pengurangan jumlah konsumsi ayam potong dan beralih ke jenis lauk pauk lainnya.
“Yang biasanya pada saat lebaran kami mengkonsumsi ayam potong sampai 2 kilogram, kini berkurang menjadi 1 kilogram atau setengah kilogram saja. Selebihnya kami banyak mengkonsumsi sayur atau ikan saja,” tambahnya.
Rasidi, seorang penjual ayam potong juga mengaku tingginya harga ayam potong yang dipatok di pasaran membuat daganganya sepi pembeli. Penurunan itu semakin terasa pada saat memasuki lebaran idul fitri, yakni terjadi penurunan sekitar 10 persen sampai 20 persen, dari hari biasaya.
Mungkin di desa ini hanyalah salah satu contoh tidak terkendalinya harga kebutuhan pokok masyarakat pada saat memasuki lebaran. Dengan kata lain, tugas pemerintah untuk melakukan intervensi harga kebutuhan pokok rumah tangga belum berjalan merata.
Wajar masyarakat mengeluh dengan hal tersebut. Sebab ekonomi masyarakat desa jauh berbeda dibanding ekonomi masyarakat yang berada di wilayah perkotaan.
Penulis: Melba