BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Selain harus masif melakukan sosialisasi dan edukasi melalui serangkaian  program kepada masyarakat, pasar modal Indonesia juga dituntut harus memiliki tenaga profesional yang kompeten, andal, dan mampu menjawab tantangan di masa depan. Akan tetapi, sampai dengan saat ini jumlah tenaga profesional di industri pasar modal Indonesia yang memiliki kompetensi dan sesuai dengan kebutuhan bisnis pasar modal masih minim.
Kepala BEI Kantor Cabang Pekanbaru, Emon Sulaeman mengatakan, mempertimbangkan hal-hal tersebut, PT Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menyelenggarakan Capital Market Professional-Development Program (CMP-DP). Program ini telah diluncurkan dalam pembukaan Investor Summit and Capital Market Expo 2015 pada 9 November 2015 lalu.
“Dengan dibukanya CMP-DP diharapkan dapat meningkatkan minat dan mengembangkan karir profesional di industri pasar modal Indonesia khususnya di SRO. CMP-DP telah disosialisasikan melalui berbagai media publikasi dan bekerjasama dengan sejumlah Universitas di Indonesia. Â Program yang baru dilaksanakan pertama kali ini memiliki jumlah pelamar yang mencapai 4.200 orang dari seluruh Indonesia,” katany, Sabtu (16/01/2016).
Dia menambahkan, untuk seleksi tahap awal dilakukan dengan cara menggelar tes tertulis yang dilaksanakan serentak pada 16 Januari 2016 di 20 kota di Indonesia yakni Jakarta, Balikpapan, Aceh, Bandung, Banjarmasin, Batam, Denpasar, Jambi, Jayapura, Lampung, Makassar, Manado, Medan, Padang, Palembang, Pontianak, Surabaya, Semarang, Yogyakarta Calon kandidat yang lulus dalam tes tertulis akan mengikuti serangkaian tes lainnya sampai dengan terpilihnya sekitar 30 orang terbaik yang akan mengikuti 12 bulan program pengembangan dan 6 bulan on the job training. Nantinya setiap lulusan CMP-DP akan ditempatkan untuk bekerja di tiga lembaga self regulatory organization (SRO) dan afiliasinya. Dengan semakin banyaknya ketersediaan tenaga profesional di pasar modal, diharapkan dapat semakin menumbuhkembangkan industri pasar modal dalam beberapa tahun mendatang. Sehingga mimpi pasar modal Indonesia untuk menjadi yang paling besar di kawasan Asia Tenggara maupun Asia dapat terwujud di masa depan.
Indonesia sudah memasuki era bonus demografi. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan puncak bonus demografi akan tercapai pada periode 202 sampai dengan 2030 dengan angka beban ketergantungan yang menyentuh nilai terendah sebesar  Bonus demografi ini hanya terjadi satu kali dalam perjalanan suatu bangsa dan Indonesia kini  tengah berada di era tersebut sehingga dapat menunjang pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun mendatang. Studi Bank Dunia menunjukkan bonus demografi berkontribusi sekitar 30% terhadap pesatnya pertumbuhan ekonomi di Asia, termasuk di Indonesia.
BPS memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia di 2015 mencapai 255,5 juta jiwa dengan  rata-rata laju pertumbuhan penduduk per tahunnya mencapai 1,38%. Dengan sebagian besar atau sekitar 48,8% penduduk Indonesia berada dalam kelompok umur muda, artinya kesempatan perekonomian Indonesia untuk lebih maju dan berkembang dengan lebih pesat lagi sangatlah besar
Berdasarkan data Bank Dunia, pada 2003 jumlah kelas menengah di Indonesia hanya 37,7% dari populasi, tetapi pada 2010 kelas menengah Indonesia mencapai 134 juta jiwa atau 56,5%. Masih menurut studi Bank Dunia, kalangan kelas menengah ini terbagi empat kelas. Pertama, kelas  menengah dengan pendapatan Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per kapita per bulan (38,5%).
Kedua, kelas menengah dengan pendapatan Rp1,5 juta hingga Rp2,6 juta per bulan (11,7%). Â Ketiga, kelas menengah dengan pendapatan Rp2,6 juta hingga Rp5,2 juta per bulan (5%), dan keempat, golongan menengah berpendapatan Rp5,2 juta sampai dengan Rp6 juta per bulan (1,3%). Sayangnya, Bank Dunia kembali menyebutkan, di 2014 tercatat hanya 36,1% dari orang dewasa di Indonesia yang memiliki account di lembaga keuangan formal.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2013, baru sekitar seperlima penduduk Indonesia atau 21,84% atau yang memiliki kategori well literate atau melek pengetahuan keuangan. Tingkat literasi masyarakat Indonesia terhadap pasar modal dan tingkat utilitas produk pasar modal sendiri tercatat masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan 5 industri jasa keuangan lainnya di Indonesia. (Rls/Melba)