BERTUAHPOS.COM(BPC), SIAK – Mantan Kepala Bidang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Siak Syofyan tampak gugup saat diperiksa di ruangan Jaksa Fungsional di Kantor kantor Kejaksaan Negeri (kejari) Siak, Rabu (13/1/2016). Dia didampingi penasehat hukum, Razman Arif Nasution dan tim.
Syofyan yang kini menjabat sebagai kepala bidang di Dissosnakertrans Siak ditetapkan tersangka oleh Polres Siak tahun 2015 lalu. Ia diduga ikut terlibat dalam kasus dugaan korupsi program e-learning tahun 2014 lalu.
Sedangkan pemeriksaan yang dijalaninya di Kejari Siak kali ini adalah pemeriksaan tahap II atau pelimpahan dari Polres Siak kekejari Siak. Saat pemeriksaan, tim penasehat hukum Syofyan sempat memenuhi ruangan. Sehingga Kasi Pidsus Kejari Siak, Herri Hendra meminta agar sebagian keluar ruangan supaya kondisi tidak sumpek.
Sebelumnya tersangka dugaan kasus E-Learning yang menjadikan Syofyan sebagai tersangka oleh satuan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Siak juga membeberkan bahwasanya telah memberikan sejumlah uang kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Siak.
Pasalnya bansos dengan total Rp. 2,2 miliar untuk 48 Sekolah dasar (SD) dan sederajat itu dikucurkan langsung kemendiknas kepada pihak kepala sekolah. Peran Dinas Pendidikan Siak sifatnya hanya meneruskan informasi kepada pihak sekolah. Lalu, setelah dana dicairkan pihak kepala sekolah yang masing-masing senilai Rp.54 juta itu.
“Kepala Dinas juga mendapat bagian sebesar Rp. 15 juta dari dana Bansos E-Learning ke-48 SD yang ada di wilayah kabupaten Siak,”beber sofyan kepada awak media beberapa waktu lalu.
Bukan hanya kepala dinas yang mendapatkan jatah, ternyata kepala Sekolah SD yang 48 tersebut juga menikmati.
Melihat pernyataan Sofyan, Razman Arif Nasution yang notabenya penasehat hukum tersangka juga mengeluarkan pendapatnya bahwa kepsek 48 SD dan kadisdik Siak juga harus dijadikan tersangka. “Jangan klien saya saja yang dijadikan tersangka, toh semua menikmati dana tersebut,”pungkas penasehat hukum beberapa waktu lalu.
Dari 53 sekolah yang di usulkan sebagai penerima bansos E-Learning, hanya 48 sekolah yang lolos dan dinyatakan berhak menerima.
Terlepas soal itu, perkara Tipikot tersebut terungkap setelah ada laporan yang masuk kepada pihak penyidik polisi tentang barang-barang yang dibeli oleh setiap sekolah tidak sesuai dengan spesifikasi. Diduga ada indikasi mark-up atau penggelembungan harga dalam setiap belanja barang yang berbentuk laptop atau notebook tersebut. Hingga sore ini pemeriksaan masih berlanjut.(Ely)
Â