BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU– Jelang lebaran selalu identik dengan tradisi-tradisi, seperti mudik. Selain itu menukar uang pecahan dengan uang baru yang nominalnya lebih kecil juga menjadi tren.
Namun di beberapa tempat di Indonesia ada himbauan agar masyarakat yang muslim untuk tidak memakai jasa penukaran uang. Hal itu dikhawatirkan jatuh pada praktek riba.
Menanggapi hal ini Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Riau, HM Nazir Karim, menyebutkan boleh-boleh saja masyarakat bila ingin menukar uangnya dengan yang baru. Dengan syarat pemilik jasa tidak mematok nominal tarif setiap penukaran uang.
“Katakanlah yang dibayar jasa servis. Kalau ditetapkan (tarif) itu yang masalah. Kalau valuta asingkan jelas, inikan rupiah dengan rupiah,” katanya kepada bertuahpos.com.
Apabila tarif yang dikenakan untuk tiap penukaran uangnya, Nazir menegaskan hal itu riba. “Ya lah jelas (riba), kalau ditetapkan,” katanya.
Namun jika tidak memakai patokan tarif, dirinya mempersilahkan. “Tapi dari pada cari ke mana-mana (tukar uang), terus pakai jasa itu tidak masalah. Karena mereka pakai usaha juga menukarkannya ke bank,” sebutnya.
Untuk itu dirinya menghimbau para pelaku penukaran uang untuk tidak mematok tarif jasanya. “Tukar uang jangan diniatkan untuk ditambah, itu yang tidak boleh. Seperti ditetapkannya sepuluh ribu. Kalau tidak ditetapkan berapa ikhlasnya silahkan,” sebutnya. (Riki)