Dia ada tapi sulit dibuka. Dia dekat, tapi sukar disingkap. Dia banyak, tapi susah ditangkap. Dia penipu yang menjanjikan untung. Dia penyebab malapetaka yang menjanjikan kesenangan. Dia jahat, tapi dirahasiakan. Dia aib, tapi diumbar. Dia pelaku, tapi enggan mengaku. Dialah judi online.
Pekanbaru, Akhir Agustus 2024, dua orang pria tampak duduk dengan raut muka serius di sebuah meja kedai kopi di kawasan Jendral Sudirman. Salah satu di antaranya, sebut saja Paem (bukan nama sebenarnya). Usianya 54 tahun. Dia dan temannya adalah karyawan swasta. Lebih tepatnya, mereka rekan kerja.
Keduanya menatap lekat layar smartphone miring di atas meja yang disandarkan pada kotak rokok. Asap sigaret sesekali mengepul dari mulut mereka, disusul dengan menyeruput gelas kopi hitam.
“Wiiih… tembak, tembak, tembak. Aduh…” ujar Paem, pelan, namun penuh emosi. Sedangkan gambar seperti batu domino di layar smartphone-nya terus bergerak cepat, sesekali berhenti. “Ayolah. Tembak sekali, angkanya besar ni. Tembak, aduh…”
“Anjiiir. Dikit lagi kena, Bang” sahut temannya yang duduk di seberang meja. “Mmm, kalau udah kayak gini susah lah,” sambungnya sambil fokus menatap layar. Lebih kurang, kalimat seperti ini yang banyak terlontar dari bibir mereka kala itu.
Paem mengenal judi online sekitar pertengahan Januari 2024 silam. Diperkenalkan oleh seorang temannya yang satu profesi.
Awalnya, dia tak tertarik. “Tapi, karena sering duduk bersama, saya penasaran, jadinya ikut juga,” katanya.
Saat itu, temannya memperlihatkan kepada Paem bagaimana cara memainkan aplikasi jenis slot. Depositnya tak perlu besar.
Paem lalu mendownload, membuat akun dengan nama samaran, deposit dan permainan pun dimulai. “Setelah saya deposit Rp50 ribu, untung saya hari itu sampai Rp150 ribu. Itu kan sangat menggiurkan,” tuturnya.
Paem pernah deposit dengan angka yang lebih besar, sekitar Rp500 ribu. Tapi semua uangnya ludes. Sejak itu, dia mengakali dengan memecah nominal uang yang didepo (setor ke bandar). Per hari, hanya Rp50 ribu. Kalau menang, lanjut. Kalau kalah, berhenti.
“Sejauh ini, masih bisa dikontrol lah. Kadang kalau sudah bosan, aplikasinya dihapus. Kalau lagi pengen main, ya di-download lagi,” tuturnya.
“Kalau depo di atas Rp100 ribu itu udah nggak sehat bagi saya. Main slot juga untuk hiburan saja. Kalaupun memang paling cukup untuk beli rokok,” tuturnya sambil tertawa.
Selain hanya iseng, Paem main judi online sebatas untuk melepas penasaran. Tapi, dia punya kekhawatiran besar terhadap anaknya, yang kini berusia remaja.
Dia menjadi sosok bapak yang cukup protektif terhadap anaknya terutama dalam hal penggunaan smartphone. Meskipun dia sadar, tak mungkin bisa mengontrol anaknya bermain HP setiap waktu.
“Kalau saya lagi pegang HP anak, saya akan buka konten-konten ceramah, konten edukatif, tutorial-tutorial tentang kreatif. Saya berharap konten-konten yang muncul di beranda Sosmednya itu bukan lagi judi online. Meskipun itu tak sepenuhnya bisa memfilter,” tuturnya.
Tabungan Rp10 Juta Habis dalam Sebulan, “Total Utang Saya Rp70 Juta”
Putra (bukan nama sebenarnya) adalah seorang penyintas judi online di Pekanbaru. Usianya 23 tahun. Seorang karyawan swasta.
Per Januari 2024, Putra memutuskan untuk berhenti main judi online, setelah delapan bulan lamanya, dia terperangkap dalam lingkaran setan gambling itu.
“Alhamdulillah, aku bisa lepas,” katanya kepada Bertuahpos.com, awal Oktober 2024 di Pekanbaru.
Semua itu bermula pada Maret 2023, dia diajak sahabatnya nongkrong seperti biasa. “Put, ini ada game yang menguntungkan,” ujar Putra, menirukan perkataan temannya kala itu.
Jenis gamenya, slot. Setelah download lewat playstore, dia melakukan deposit lewat mobile banking. “Aku pasang Rp100 ribu, waktu itu langsung menang Rp500 ribu. Langsung tarik,” jelasnya.
Seminggu kemudian, Putra kembali diajak main. Sejak itu, durasi bermain judi jadi semakin intens, uang yang disetor juga semakin banyak. Hanya dalam beberapa minggu, dia sudah kecanduan judi online.
Setelah sang Ayah meninggal dunia, Putra punya tabungan sekitar Rp10 juta. Setiap hari, Rp500 ribu hingga Rp1 juta uang tabungannya itu ditarik untuk deposit. Hanya sebulan, tabungan Rp10 juta itu lenyap dari rekeningnya.
Pada Mei 2023, Putra baru sadar uang tabungannya habis. Dia kemudian berpikir untuk mengembalikan uang tabungannya. Caranya, pinjam ke sana-sini, putar lagi, berharap jackpot. Tapi tetap saja rungkad.
Hanya delapan bulan, sejak pertama kali kenal dengan judi online, utangnya menumpuk hingga puluhan juta. “Total utangku Rp70 juta. Sejak itu, aku sadar, aku sudah terjerumus terlalu jauh dengan judi online. Kondisi aku semakin terpuruk,” tuturnya.
Mungkin karena jenuh, frustasi, dan situasi sangat tidak menguntungkan kala itu, terbesitlah di benaknya ingin berhenti main judi. Tapi bingung, bagaimana caranya.
Dia mulai mencari tahu bahaya dan dampak buruk judi online dari berbagai perspektif. Nonton konten-konten kisah orang lain yang berhasil bebas dari judi online, hingga tanpa sengaja, dia mengklik salah satu video di Youtube. Video itu sangat menyentuh dan mendorongnya semakin mantap untuk keluar dari dunia gambling.
“Salah satu yang disarankan, jujur kepada orang tua dan mengakui semua kesalahan. Akhirnya, saya memutuskan untuk ceritakan semuanya ke Mama. Shock pastinya. Dia tidak berkata apapun. Hanya menangis. Tapi itu sudah cukup menjelaskan betapa Mama sangat kecewa kepadaku,” jelasnya.
Persis di 1 Januari 2024, Putra menghapus aplikasi judi online. Dia lalu memutuskan untuk menjual sepeda motor CBR kesayangannya seharga Rp19 juta. Dari uang itu, sebagian disisihkan untuk mengangsur utang-utangnya, sisanya dia beli motor bekas untuk kebutuhan pekerjaan.
“Saat ini, utangku tinggal Rp4 juta, insya Allah dalam waktu dekat, lunas,” kata Putra.
Dari kejadian ini, dia mengaku ada banyak pelajaran yang didapat. Salah satunya, dia semakin paham alasan mengapa judi itu diharamkan dalam Islam.
Secara psikologis, Putra merasa sangat tertekan ketika dia kalah berjudi. Yang ada di pikirannya bagaimana cara mengembalikan uang yang kalah.
Namun, tanpa disadari, hal itu membuatnya terjerumus semakin dalam ke dunia gambling. Dia juga menjadi sosok yang tempramen. “Sumpah, bawaannya emosi terus kalau kalah,” ujarnya.
Di sisi lain, jika menang berjudi, yang dipikir hanya satu, deposit ulang. Berharap bisa dapat kemenangan yang lebih besar. Namun, semua itu mustahil.
Putra juga mengaku dirinya menjadi manusia yang introvert. Lebih banyak mengurung diri di kamar, atau pergi ke suatu tempat agar dapat fokus bermain judi.
“Bahkan aku benar-benar lupa dengan dunia luar. Aku sudah nggak pernah ketemu teman, karena mikirnya ‘ah, pasti nanti di-ceramahin soal slot’. Gitu pikiranku waktu itu,” ucapnya.
“Sama Mama, juga gitu. Jarang ngobrol. Kalau diajak ngobrol, pikirku cuma ngabisin waktu, mending mending muter slot,” begitu pikirnya.
Sejak itu, Putra percaya bahwa sistem dari aplikasi judi online sepenuhnya dikontrol oleh bandar, agar bisa mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. “Aku sadar ini setelah benar-benar lepas dari judi online,” tuturnya.
Satu-satunya kemenangan para penjudi itu, menurut Putra, ketika dia bisa berhenti gambling. Namun, untuk lepas dari jeratan itu cukup susah, perlu dorongan kuat dari dalam diri sendiri.
‘Menang’ dalam judi online hanyalah ‘racun’ yang terus menggoda untuk kembali bermain. Selagi slot masih diputar, hasrat untuk terus berjudi semakin terpupuk.
“Banyak yang menasehatiku untuk berhenti, tapi semuanya mental. Karena dari dalam diriku masih ingin main,” ujarnya.
“Setelah terlilit utang di mana-mana, untungnya aku sadar kalau ini semua lingkaran setan. Uang yang aku dapat dari judi juga nggak nampak hasilnya. Dorongan untuk berhenti semakin kuat setelah aku berani jujur dengan Mama,” tuturnya.
Putra menyadari bahwa di luar sana, ada banyak orang yang sangat ingin lepas dari judi online. Namun, niat itu masih kalah dengan hasrat untuk terus berjudi.
Cara yang harus dilakukan agar bisa lepas dari judi online, menurut Putra, mengikhlaskan semua uang yang sudah habis akibat judi online. “Selagi berpikir bagaimana cara mengembalikan uang, selama itu kita tidak akan lepas dari judi online,” ujarnya.
Kemudian, berusahalah mencari kesibukan lain. Apapun itu. Walaupun tidak menghasilkan apa-apa, setidaknya itu lebih bermanfaat daripada berjudi.
Lalu, jangan takut untuk mengakui dan berbagi cerita atas masalah apapun yang dihadapi setelah kita terjerat judi online.
“Secara psikologis yang aku rasain, itu membuat lega dan pikiran lebih terbuka, dan pasti ada orang yang mau bantu kita. Akhirnya, dorongan dari dalam diri untuk berhenti jadi semakin kuat. Itu yang aku lakukan,” tuturnya.
Diberi Cash Nggak Mau, Mintanya TF ke DANA
Sri Harneti adalah seorang ibu empat anak. Usianya 45 tahun. Suaminya sudah meninggal akibat Covid-19 pada tahun 2022.
Kepada Bertuahpos.com, awal September 2024, dia mengaku sudah kehabisan akal untuk menasehati anak bungsunya, agar berhenti bermain gambling.
“Habis uang jajannya. Dulu dia bisa menabung walaupun sedikit. Sekarang sudah habis semua. Setiap hari minta uang. Macam-macam lah alasannya,” katanya.
Anak bungsunya yang berusia 18 tahun itu, lebih banyak mengurung diri di kamar lantai atas, sepulang sekolah. Awalnya dia tak curiga. Namun, anaknya semakin intens meminta uang.
“Diberi cash nggak mau. Maunya TF (transfer) ke DANA. Akhirnya saya labrak. Awalnya saya curiga dia utang Pinjol. Lalu, dia mengaku main judi online. Entahlah. Sekarang ini bawaannya marah terus, ribut terus di rumah,” ungkap Neti.
Awalnya, dari Sini
Judi online itu jenis judi yang cara memainkannya menggunakan media elektronik, koneksi ke internet sebagai perantara untuk memasang taruhan dengan menggunakan uang. Peserta judi dapat menentukan parameter permainan dan jumlah taruhan.
Pemerintah sudah mengatur tentang judi online di UU Teknologi Informasi (ITE) jo. Pasal 45 ayat (2) UU 19/2016. Ada sejumlah alasan, mengapa gambling digital ini meledak popularitasnya dalam waktu dekat. Salah satunya, semakin canggih teknologi, dan canggih pula cara yang digunakan (Carolus Borromeus Mulyatno, 2022).
Akademisi dari Universitas Riau, Didi Yudha Prawira dan Risdayati, dalam jurnalnya berjudul; Judi Online di Kalangan Remaja di Kecamatan Binawidya, Kota Pekanbaru, menggambarkan bahwa aktivitas judi online tidak diskriminasi berdasarkan gender. Semua kalangan bisa masuk dan terjerat, baik dewasa, remaja, laki-laki, maupun perempuan.
“Para remaja berusia antara 13-21 tahun yang lebih sering bermain judi online adalah remaja yang berusia 13-17 tahun,” tulisnya dalam dalam terbitkan 2024 SOCIORA: Jurnal Sosiologi dan Humaniora itu.
Dalam riset ini juga ditemukan fakta di lapangan, banyak remaja memalsukan data usia mereka agar bisa daftar akun judi online di suatu aplikasi.
Misalnya, ada suatu aplikasi atau website judi online mensyaratkan usia mendaftar 18 tahun ke atas. Para remaja ini akan memalsukan data usia mereka telah mencapai 18 tahun ke atas. Otomatis diterima, dan mereka bisa langsung main judi.
Remaja biasanya memainkan judi online di smartphone masing-masing. Frekuensi penggunaan situs atau aplikasi judi online berbeda-beda pada setiap remaja. Ada yang jarang, ada juga yang memainkannya jika ada teman yang mengajak, ada juga remaja yang jatuhnya sudah kecanduan.
Dalam jurnal ini, juga dijelaskan bahwa durasi bermain judi online berbeda-beda, tergantung jenis situs judi onlinenya. Paling minimal setengah jam, atau lebih.
Adapun uang yang dipakai judi di kalangan remaja, biasanya pakai uang jajan dari orang tua, untuk beli chip, atau deposit ke dompet digital. Ada juga yang sampai pinjam uang ke temannya jika uang jajan mereka habis.
Hal ini yang sering menimbulkan masalah jika remaja sudah kecanduan judi online. Mereka akan melakukan apa saja untuk mendapatkan uang, yang penting bisa main judi.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan ke sejumlah para remaja, Didi Yudha Prawira dan Risdayati dalam jurnalnya menuturkan bahwa sebagian besar remaja mengetahui judi online dari iklan Youtube. “Atas dasar penasaran, lalu mereka men-download-nya.”
Sebagian remaja lainnya, mengetahui judi online lewat teman satu tongkrongan. Karena banyak yang main, dia penasaran, ikut men-download dan memainkannya. Selain penasaran, dorongan lainnya karena masalah ekonomi keluarganya.
Adapun lokasi paling ideal untuk memainkan judi online, seperti sekolah dan tempat nongkrong. Di rumah, justru tidak sama sekali, karena takut ketahuan orang tua.
Adapun durasinya bervariasi. Mulai dari 2 jam hingga 6 jam, dengan jumlah uang deposit minimal Rp20 ribu, maksimal Rp100 ribu.
Dalam jurnal ini juga dijelaskan secara spesifik bahwa judi online, berdampak negatif terhadap waktu belajar di sekolah yang terganggu, hingga mengalami masalah keuangan. Lalu, dari sini dampaknya akan melebar ke mana-mana. Bahkan menjurus ke tindakan kriminal.
Perlu Kolaborasi yang Masif
Apapun bentuk dan jenis judi, itu seperti “punggung magnet” di Tanah Melayu Riau. “Judi sangat tak dibenarkan dalam tatanan apapun. Apalagi di Riau ini,” kata Datuk Sri Taufik Ikram Jamil, Ketua Dewan Pimpinan Harian (DPH) Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, saat berbincang dengan awak media di Anjungan LAM Riau, Jalan Diponegoro, Pekanbaru, pertengahan Juni lalu.
Dia sepakat bahwa judi menjadi sumber paling dasar atas kehancuran dari segi apapun, maka tak ada satu katapun yang bisa dipakai untuk membenarkannya.
Menurut Taufik, LAM Riau sebagai lembaga adat merasa terpanggil dan punya tanggung jawab untuk menyelamatkan anak, cucu, dari ancaman rapuhnya generasi akibat judi online.
Apalagi, Tanah Melayu Riau ini sangat identik dengan Islam; Adat bersendi syara’ (syariat), Syara’ bersendi kitabullah. Membiarkan generasi muda larut dalam gambling, sama dengan menghancurkan agama, mencoreng marwah, melunturkan budaya, dan meruntuhkan bangsa.
Oleh sebab itu, dalam waktu dekat LAM Riau akan mengeluarkan warkah atau imbauan yang berisi poin-poin spesifik untuk menyelamatkan generasi muda di Riau dari bahaya judi online.
“Sekarang, warkah itu sedang dalam proses penyusunan oleh tim kita,” ujar Taufik Ikram Jamil.
Warkah ini, kata dia, berpijak pada prinsip bahwa judi online dan Pinjol telah membawa lebih banyak mudharat daripada manfaat.
Menelusuri jejak para pelaku judi online susah, susah, gampang. Terutama di kalangan remaja. Diajak bicara mereka menolak, tapi main judi di tempat terbuka. Ini seperti aib yang disembunyikan, tapi diumbar.
“Kalau kita tanya langsung, mereka tak akan mau mengaku,” kata Mochamad Taufik, Analis Deputi Direktur Pengawasan Perilaku PUJK, Edukasi, Perlindungan Konsumen dan Layanan Manajemen Strategis, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Riau, Rabu, 9 Oktober 2024, di Pekanbaru.
Menurutnya, para pelaku judi online sadar bahwa apa yang mereka lakukan salah dan hanya mau terbuka dengan orang-orang dalam satu lingkaran yang sama, sama-sama penjudi.
Setakat ini, kata dia, OJK hanya bisa mendorong kepada berbagai pihak dan instansi, termasuk sekolah dan lembaga pendidikan non formal lainnya untuk mengeluarkan berbagai kebijakan. Setidaknya, hal itu dapat mempersempit ruang gerak para pelaku, dalam rangka mencegah meluasnya praktik judi online di kalangan remaja.
“Dalam setiap sosialisasi tentang literasi dan inklusi keuangan yang kami lakukan, selalu kami sisipkan tentang bahaya dan dampak dari judi online, terutama jika para pesertanya adalah siswa atau tenaga pendidik,” tuturnya.
Selain itu, kata Taufik, OJK telah memerintahkan kepada perbankan untuk memberlakukan sistem screening, baik saat pembukaan rekening baru maupun mutasi.
Sistem ini akan memantau transaksi-transaksi yang mencurigakan. Jika mengarah pada kegiatan judi online, maka rekeningnya bisa langsung dibekukan.
“Mohon maaf, kadang-kadang ada nasabah yang kita tahu penghasilannya berapa, tapi tiba-tiba ada transaksi hingga puluhan juta. Nah, itu patut dicurigai. Jika memang ada indikasi untuk kegiatan judi online, bisa langsung diambil tindakan. Intinya menurut saya, memang perlu kolaborasi yang masif,” tuturnya.
Iming-iming Kekayaan Semu
Maraknya kasus judi online di kalangan remaja mengkhawatirkan banyak pihak atas keberlangsungan generasi bangsa saat ini. “Fenomena gambling di Indonesia sudah mencapai tingkat darurat,” kata Sidik Sisdiyanto, Direktur KSKK Madrasah, Kementerian Agama dalam artikelnya berjudul; Menjaga Remaja dari Angan Semu Judi Online (Terbit di situs kemenag.go.id, 24 Juli 2024).
Menurutnya, meski berbagai kebijakan pemerintah telah diterapkan, judi online tetap tumbuh subur bak jamur, dan menimbulkan dampak meluas di tatanan sosial kemasyarakatan. Situs-situs judi online berbasis di luar negeri membuat penegakan hukum menjadi lebih kompleks.
Islam melarang judi karena dampak negatifnya sudah sangat jelas. Mulai dari kerugian finansial, pemicu konflik sosial, candu atau ketergantungan yang merusak mental dan moral individu.
Dalam artikel itu, Sidik menegaskan bahwa judi digadang-gadangkan sebagai jalan pintas untuk meraih kekayaan. Cara promosinya juga sangat canggih lewat iklan-iklan menggoda, bonus yang besar, hingga kisah sukses yang membuat para remaja tergiur.
Akibatnya, generasi muda terperangkap dalam ilusi yang mempertegas bahwa mereka akan bisa menang dengan mudah, dengan jumlah uang yang banyak lewat judi online. Fakta yang terjadi adalah sebaliknya.
Menurut Sidik, sistem digital yang digunakan sebagai platform judi online semakin memudahkan para bandar untuk merancang kasino yang menguntungkan sang pemilik. Algoritma sudah diatur agar peluang menang untuk pemain, sangat kecil.
Parahnya lagi, kata dia, judi online menargetkan kaum remaja dengan janji-janji hidup mewah. Padahal realitas pahit sudah dialami oleh sekian banyak orang yang terlibat dalam lingkaran judi online. “Kekayaan yang ditawarkan, hanyalah kekayaan semu,” tuturnya.
Lewat artikel itu, Sidik menegaskan bahwa remaja yang terjebak dalam lingkaran candu, seringkali menghabiskan waktu dan uang yang seharusnya dipakai untuk belajar, tidak fokus, utang menumpuk, hubungan dengan keluarga dan teman rusak.
Tak jarang, para remaja yang kecanduan judi online berubah menjadi individu kriminal untuk mendanai kebiasaan judi mereka. Menurutnya, untuk menghindari jebakan kekayaan semu itu, sekolah dan orang penting menyadari risiko dan bahaya yang ada.
Edukasi dan sosialisasi tentang bahaya judi online perlu dilakukan secara masif. Bahkan jika perlu, lebih masif dari iklan-iklan judi online di sosial media.
“Mengajarkan anak bagaimana cara mengelola keuangan yang bijaksana adalah langkah awal yang pending. Fokus ke usaha produktif, investasi yang aman, itu jauh lebih realistis untuk mencapai kesejahteraan finansial,” sebutnya.
Namun, hal paling mendasar, menurut Sidik, menghindari judi online dan segala bentuk perjudian lainnya adalah kunci untuk membentengi diri dan keluarga dari ilusi kekayaan semu yang menyesatkan dan merusak lewat judi online.
“Selain itu, sekolah atau madrasah harus menyediakan layanan dan dukungan bagi individu yang terdampak judi online, termasuk layanan konseling dan rehabilitasi,” tuturnya.
‘Perang’ terhadap Judi Online
Pemerintah secara terang-terangan menyatakan ‘perang’, dengan menjadikan judi daring sebagai perilaku pelanggaran hukum.
Dampaknya tidak hanya merugikan dari sisi finansial, tapi juga gangguan sosial, psikologis, hingga memicu seseorang melakukan tindak kriminal.
“ASN pun tak luput dari lingkaran perjudian daring ini,” kata Menpan RB, Abdullah Azwar Anas dalam keterangan resminya, pada akhir September 2024.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)perputaran judi online di Indonesia pada kuartal pertama tahun 2024 mencatat angka fantastis, mencapai Rp600 triliun.
Adapun taksiran jumlah penduduk yang terlibat bahkan telah mencapai 4 juta orang, dengan dominasi kelompok usia 30 hingga 50 tahun.
Selain orang dewasa, kategori pemain judi online mencakup anak-anak berusia 11 hingga 19 tahun, yang total deposit mereka telah mencapai Rp293 miliar.
Meski hanya memiliki kewenangan untuk memblokir situs dan konten promosi terkait judi online, Kemenkominfo mengklaim telah berhasil menekan potensi kasus judi online hingga 50%, yang jika dikonversi ke dalam angka ekonomi, setara dengan sekitar Rp45 triliun.
Masih menurut data PPATK transaksi judi online sepanjang tahun 2023 mencapai Rp327 triliun. Jika tidak ada upaya pencegahan, diperkirakan nilai transaksi tersebut bisa melonjak hingga Rp900 triliun pada tahun ini.
“Kemenkominfo telah mengambil banyak langkah, seperti menutup lebih dari 2,6 juta konten promosi judi online sepanjang tahun ini,” kata Menkominfo, Budi Arie Setiadi, pada 26 Juli 2024.
Selain pemblokiran konten, Budi menegaskan bahwa Kemenkominfo juga bekerja sama dengan perbankan dan penyedia layanan e-wallet untuk memblokir sekitar 6.700 rekening yang terlibat dalam transaksi judi online.
Dia memperingatkan bahwa tanpa tindakan cepat, masyarakat bisa kehilangan hingga Rp3 triliun per hari hanya untuk berjudi, terutama pada permainan seperti slot.
Sementara itu, dia mengingatkan masyarakat akan dampak negatif yang ditimbulkan oleh judi online. Beberapa dampak yang ia sebutkan antara lain peningkatan angka perceraian serta penggerusan potensi ekonomi formal.
“Judi online diatur oleh algoritma yang memastikan pemainnya kalah. Tidak ada potensi menang dalam permainan ini,” tuturnya dalam acara sarasehan Kadin Indonesia, awal Oktober 2024.
Oleh karena itu, Menkominfo berkomitmen untuk memberantas judi online dengan berbagai upaya, salah satunya bekerja sama dengan Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech).
Budi Arie juga menambahkan bahwa masalah judi online mendapat perhatian khusus dari Presiden terpilih Prabowo Subianto. Dalam sidang kabinet paripurna terakhir di Ibu Kota Negara (IKN), Prabowo menyoroti empat tantangan utama yang dihadapi Indonesia, yakni narkoba, judi online, penambangan ilegal, dan Incremental Capital Output Ratio (ICOR).***