BERTUAHPOS.COM, TEMBILAHAN — Warga di Kabupaten Indragiri Hilir [Inhil], khususnya mereka yang berdomisili di sepanjang bantaran Sungai Gaung dan Sungai Gaung Anak Serka [GAS], mengaku semakin cemas dengan meningkatnya populasi buaya muara di daerah itu.
Kawanan buaya muara dalam jumlah banyak acap kali memperlihatkan diri di tengah sungai, bahkan berjemur di belakang rumah warga yang menghadap ke sungai.
“Banyak. Kalau air lagi surut, kita telusuri sungai sangat mudah ditemukan anak dan induk buaya berjemur di pinggir pantai. Bahkan kadang-kadang muncul di belakang atau di depan perahu kita,” kata Bujang, seorang warga yang berdomisili di Kecamatan GAS.
Meningkatnya populasi buaya muara di daerah ini seiring dengan penguatan Undang-Undang satwa dilindungi Nomor 5 Tahun 1990 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Warga tak lagi berani membunuh buaya bahkan saat buaya-buaya itu mengancam nyawa sekalipun. Selain itu meningkatnya populasi buaya juga menandai bahwa sumber makanan mereka semakin banyak, seperti ikan dan udang.
Pengalaman cukup ekstrem yang berhubungan dengan buaya muar ini pernah dialami oleh Sarkawi, seorang kepala rumah tangga yang tinggal di sebuah desa di Kecamatan Gaung, dengan dua anak yang masih kecil.
Sebelumnya, sudah menjadi kebiasaan warga di sini, saat mandi mereka langsung menceburkan diri ke sungai. Termasuk para anak-anak. Namun di suatu pagi, saat ingin mandi bersama putri sulungnya, dia membuka pintu belakang yang menghadap ke sungai.
Di bawah kolong teras belakang rumah itu sudah menunggu seekor buaya muara yang sangat besar. “Sejak itu, kami hanya mandi menggunakan timba,” ujarnya bercerita.
Semakin ke sini—buaya muara berukuran besar—semakin menunjukkan eksistensinya, seolah menganggap kelompok manusia bukan ancaman.
Di sebuah pasar tradisional yang terletak di pinggir sungai di Teluk Pinang—kelurahan yang masuk dalam wilayah administrasi GAS—aktivitas penyeberangan orang dengan sampan cukup ramai di hari pekan. Saat itu muncul seekor buaya muara berukuran besar persis di tengah aktivitas hilir mudik sampan dayung yang mengangkut penumpang.
Buaya itu memang tidak memberikan respon apapun, tapi dia seolah tidak takut sama sekali dengan kelompok manusia dalam jumlah ramai.
“Entah apa yang terjadi, yang jelas semua orang melihat kalau ada buaya muncul di tengah sungai ketika itu,” kata Kardi, seorang penjual jasa angkutan orang dengan sampan yang melihat kejadian itu.
Dalam banyak penelitian menyebutkan, bahwa jenis buaya muara atau Crocodylus porosus, memang memiliki kecerdasan luar biasa. Buaya ini mempelajari kebiasaan gerakan mangsanya lebih dulu sebelum menerkamnya.
Buaya muara lebih suka hidup di daerah muara sungai yang dikelilingi tanaman nipah atau sejenisnya, persis seperti Sungai Gaung dan Sungai Gaung Anak Serka. Tangkai daun nipah itu digunakan untuk membuat sarang.
Dalam banyak catatan juga menyebut bahwa buaya muara merupakan jenis buaya terganas di antara jenis buaya yang ada di Indonesia. Sifat ganasnya bahkan sudah ada sejak baru menetas dari telur.
Sejauh ini, warga yang melakukan aktivitas di 2 sungai itu, hanya bisa meningkatkan kewaspadaan mereka agar terhindar dari serangan buaya muara tersebut. Meski beberapa kasus serangan buaya sudah pernah terjadi di kawasan ini.***