BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau [Jikalahari] menyerahkan sehelai kain putih dan tepak sirih lengkap dengan isiannya kepada para pemangku adat Sakai Bathin Sobanga pada Minggu, 22 Mei 2022.
Serah-serahan ini adalah utang adat atas sanksi yang harus dibayarkan oleh organisasi penggiat lingkungan itu sebagai bentuk permohonan maaf atas kekeliruan dalam penulisan kata ‘mati’ pada sebuah tulisan berjudul: M Yatim Mati Meninggalkan Hutan Adat—tentang almarhum Datuk M Yatim, Bathin Sobanga, Pada peringatan ulang tahun ke 20, Maret lalu.
Kain putih, dan tepak sirih lengkap dengan isinya itu diserahkan oleh Wakil Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setyo kepada para pemangku adat Sakai Bathin Sobanga. Utang adat ini diterima langsung oleh Datuk M Nasir, Bathin Sobanga [Bathin Iyo Bangso], di Rumah Adat Suku Sakai, Desa Kesumbo Ampai, Kecamatan Bathin Solapan, Bengkalis.
Jikalahari mengangkat kisah 6 pejuang adat di Riau, salah satunya almarhum Datuk M Yatim yang memperjuangkan ruang kelola bagi masyarakat Adat Suku Sakai. “Jikalahari bagian dari masyarakat adat di Riau. Jikalahari tunduk pada aturan-aturan adat yang ada di Riau. Penyerahan utang adat ini adalah penghormatan dan pengakuan Jikalahari atas keberadaan masyarakat adat di Riau yang selama ini kami perjuangkan agar dipenuhi, diakui dan dihormati oleh negara,” kata Okto.
“Kito bagian dari keluarga. Hukuman yang aku boi ko supayo sonang samo sonang di hati, macam kain putih itu, bersih tak ado lagi yang masalah di hati. Ke depan kalau mau datang ke sini lagi untuk urusan apopun tinggal kontak saja. Apo yang dibuek adat iko sebonanyo menambah persaudaraan,” ucap Datuk M Nasir, sebelum memulai serah terima utang adat.
Selain memberikan nasehat, Datuk M Nasir juga klarifikasi pernyataannya yang dimuat sejumlah media, bulan lalu. Antara lain, ihwal tuduhan terhadap Jikalahari mencuri data dalam penulisan riwayat almarhum Datuk M Yatim, termasuk kehadiran Tenaga Ahli Menteri LHK, yang tak ada sangkut-pautnya dengan persoalan ini.
Datuk M Nasir, bersumpah atas nama Allah tidak pernah menyampaikan hal itu, bahkan menegaskan tidak ada wartawan yang mewawancarainya. Bantahan itu sebelumnya juga disampaikan Datuk M Nasir pada Lembaga Adat Melayu Riau [LAMR], saat Datuk M Yatim diundang di Balai Adat Melayu jalan Diponegoro, Pekanbaru tersebut.
“Kalau ada yang wawancara tentu saya luruskan duduk persoalan sebenarnya,” jelasnya di hadapan tim Jikalahari.
Datuk menduga pemberitaan yang tidak tepat itu dikarenakan adanya kesalahan komunikasi. Tapi, dia meminta agar persoalan ini disudahi untuk pikirkan yang terbaik ke depannya. Selanjutnya tetap saling komunikasi dan membantu satu sama lain.
Sebelumnya, pada 16 April 2022, dua akun media sosial Facebook: Jefsky Jefsky1 dan Instagram: @pusat.kebudayaan.sakai2, memposting terkait pertemuan Jikalahari dengan Datuk Bathin M Nasir pada 15 April 2022.
Dalam postingan dikatakan Datuk Bathin Sobanga M Nasir memberikan sanksi hukum adat kepada Jikalahari karena mempublikasikan data dan nama Datuk M Yatim yang tidak pas dan tidak pantas penyebutannya, sehingga membuat tersinggung hati anak kemenakan.
Untuk itu Suku Sakai Bathin Sobanga memberikan sanksi adat agar semua pihak tidak sembarangan mencuri data, budaya dan penyebutan gelar Datuk.
Keesokan hari, beberapa media mempublikasikan berita dengan memuat narasi serupa dengan postingan dari kedua akun media sosial tersebut tanpa adanya verifikasi. “Konteks persoalan dalam pertemuan adalah penggunaan kata ‘mati’ yang dinilai tidak tepat dalam judul tulisan Datuk M Yatim. Tidak ada pembahasan Jikalahari melakukan pencurian data dan budaya,” kata Okto Yugo Setiyo, Wakil Koordinator Jikalahari.
“Namun media mengutip mentah-mentah tanpa ada konfirmasi apakah sumber berita mereka benar, hadir dalam diskusi hari itu atau mengkonfirmasi kepada para pihak yang terlibat seperti Datuk M Nasir dan Jikalahari.”
Okto menyebut, salah satu media di Riau menuliskan pernyataan Datuk M Nasir, “Apalagi dalam melakukan penulisan mereka [Jikalahari] tidak ada koordinasi dengan kita” bunyi salah satu kutipan dalam terbitan itu.
Jikalahari menyayangkan pemberitaan ini karena selama proses penulisan, tim Jikalahari telah menjelaskan tujuan wawancara yang dilakukan pada 15 Maret 2022. “Dan informasi terkait mendiang Datuk M Yatim sebagian besar berasal dari wawancara dengan Datuk M Nasir dan Anton, anak Datuk M Yatim,” kata Okto.
Media yang lain, juga memuat pernyataan Anton terkait, “Kemudian waktu acara, data-datanya juga salah. Penyebutan tanggal lahir salah. Kami memang hadir di acara itu karena memang diundang, untuk menghargai orang lain tentu kami hadir. Cuma di satu sisi ada pula bahasa tak bagus di situ.”
Dari hasil wawancara tim Jikalahari dengan Datuk M Nasir dan Anton pada 15 Maret 2022, tidak ada data berkaitan dengan tanggal lahir Datuk M Yatim yang disampaikan. Datuk M Nasir hanya menjelaskan Datuk M Yatim meninggal pada 2021 diusia 83 tahun.
Berdasarkan data tersebut, Jikalahari juga melakukan penelusuran di media online terkait usia dan tahun lahir Datuk M Yatim dan semuanya sama menyebutkan bahwa Datuk M Yatim meninggal pada usia 83 tahun dan hasil perhitungan matematis, Datuk M Yatim lahir pada 1938.
“Sayang sekali informasi yang dimuat media banyak tidak sesuai dengan hasil pertemuan Jikalahari bersama Datuk Bathin M Nasir,” kata Okto, “Termasuk pernyataan Anton yang tidak benar terkait tanggal lahir, bahkan pada 27 Maret Jikalahari sudah mengirimkan link tulisan berjudul: M Yatim Mati Meninggalkan Hutan Adat untuk mendapat masukan sebelum dipublikasi tapi Anton hanya membaca saja dan tidak membalas pesan tersebut.”
Lalu pada tanggal 28 Maret 2022 pukul 09.21 tulisan tentang Datuk M Yatim diubah berdasarkan permintaan Editor tulisan, Suryadi karena menilai sepertinya kata ‘mati’ tidak terlalu tepat.
Judul tulisan di website untukkampung.org menjadi “Yatim Pergi Meninggalkan Hutan Adat” kemudian mulai disebarluaskan pada 8 April 2022. “Mengapa Anton tidak menyampaikan fakta yang benar?” kata Okto.
Pertemuan Jikalahari dan pemangku adat Bathin Sobanga, hari itu sebenarnya lebih banyak berbualbual [berbincang] mengenai kehidupan masyarakat Sakai. Terutama dalam hal perjuangan mendapatkan pengakuan hutan adat dari pemerintah yang sudah diupayakan almarhum Datuk M Yatim, Bathin Sobanga, sebelumnya. Juga tentang keberadaan masyarakat Sakai yang dibangkitkan kembali eksistensinya oleh almarhum.
Menyambung masalah itu, Datuk M Nasir juga menyinggung program-program pemerintah daerah maupun pusat tentang pengakuan masyarakat adat dan tanah ulayatnya. Datuk M Nasir turut menyentil capaian distribusi perhutanan sosial yang menurutnya berjalan lamban, khususnya di Riau.
“Sewaktu di Jakarta dengan Bu Menteri LHK, sudah ado rencano bentuk Satgas untuk PS, itu tentu biso mempercopek untuk pengakuan hutan adat suku Sakai,” kata Datuk Nasir.
Sebelum mengakhiri pertemuan, Datuk M Nasir kembali berpesan agar tim Jikalahari tidak sungkan main lagi ke Kosumbo Ampai atau sekedar mampir dan minum kopi, baik di rumah atau di kedai. Beliau, katanya, juga akan menjawab panggilan telepon kapan pun.***