BERTUAHPOS (NASIONAL)- Modal Indonesia mengalami perjalanan pasang surut sejak awal dikembangkan. Pertumbuhan pasar modal Tanah Air tidak hanya dipengaruhi faktor internal, tetapi juga kondisi eksternal perekonomian dunia. Untuk mengetahui apa penyebab naik turunnya perdagangan saham, catatan pasang surut pasar modal bisa jadi informasi menarik. Â
Perdagangan saham di masa Orde Baru mulai berkembang pesat pada tahun 1989, sejak diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan No.1055/KMK.013/1989. Investor asing diberikan kesempatan untuk memiliki saham perusahaan di Indonesia sampai batas maksimum 49 persen di pasar perdana, maupun 49 persen saham yang tercatat di bursa efek dan bursa parallel (ketika itu ada Bursa Efek Jakarta, yang diselenggarakan oleh Bapepam, dan Bursa Parallel Indonesia).
Â
Pada tahun 1989, tercatat 37 perusahaan go public yang sahamnya tercatat (listed) di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Momentum bersejarah terjadi pada tahun 1995, ketika pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.
Â
Pada 1995 itu mulai diberlakukan sistem JATS (Jakarta Automatic Trading System) yang merupakan sistem perdagangan di lantai bursa yang secara otomatis mencocokkan antara harga jual dan beli saham.
Â
Sebelum diberlakukannya JATS, transaksi dilakukan secara manual yakni dengan menggunakan papan tulis sebagai papan untuk memasukkan harga jual dan beli saham. Sejak menggunakan JATS, aktivitas perdagangan saham pun meningkat tajam dilihat dari volume dan nilai transaksi yang terjadi setiap hari.
Â
Perdagangan saham memasuki era scriptless trading, yaitu perdagangan saham tanpa warkat (bukti fisik kepemilikkan saham) di periode 2000. Lalu seiring kemajuan teknologi, bursa menerapkan sistem remote trading, yaitu sistem perdagangan jarak jauh. Para pialang saham tidak perlu datang ke lantai bursa untuk memasukkan order jual dan beli, order dapat dilakukan dari kantor pialang.
Â
Bursa efek di Indonesia juga mengalami fase-fase restrukturisasi, pada tanggal 24 Juli 1995, BES merger dengan Bursa Paralel Indonesia -Indonesian Parallel Stock Exchange (IPSX), sehingga sejak itu Indonesia hanya memiliki dua bursa efek, yaitu BES dan BEJ. Kemudian, pada 30 November 2007, Bursa Efek Surabaya bergabung ke dalam Bursa Efek Jakarta dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
Â
Pada tahun 2008 terjadi krisis subprime morgage di Amerika Serikat, seluruh dunia terkena imbasnya. Kabar bangkrutnya salah satu bank investasi terbesar, Lehman Brothers, akibat krisis kredit perumahan di Amerika Serikat membuat bursa saham global terguncang.
Â
Di Indonesia, 8 Oktober 2008 pukul 11.05 WIB, BEI melakukan suspend atau penutupan transaksi di lantai bursa. Sebuah langkah yang belum pernah terjadi dalam sejarah lantai bursa di Indonesia, setelah Rusia sebelumnya juga melakukan hal yang sama. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam.
Â
Tahun 2010 merupakan salah satu tahun keemasan dari Bursa Efek Indonesia. IHSG mencatatkan pertumbuhan terbaik di Asia Pasifik. Tahun 2012, krisis keuangan kembali menghantui pasar modal dunia. Indikasi default atau tidak mampu membayar atas obligasi yang diterbitkan oleh beberapa pemerintah Eropa membuat kepanikan bagi para investor. Negara yang terancam krisis pada waktu itu adalah Yunani, Spanyol, Italia dan Portugal. Namun, IHSG masih menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik di tengah kondisi krisis perekonomian global tersebut.
Â
Tahun 2013, BEI secara berturut-turut memecahkan rekor harga tertingginya. Namun, sedikit terganggu dengan kondisi Siprus di Eropa yang dianggap berpotensi krisis. Kenaikan BBM yang memacu inflasi di dalam negeri juga ikut menurunkan IHSG yang sebelumnya memecahkan rekor menembus 5.000. Pada tahun ini pula, jam perdagangan di BEI dimajukan 30 menit lebih awal dan Bapepam- LK telah melebur ke menjadi OJK (Otoritas Jasa Keuangan).(wan/okezon)