BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Hampir setahun Indonesia dihadapkan dalam kekalutan pandemi Covid-19, dengan jumlah kasus terkonfirmasi positif sudah ratusan ribu. Namun hingga kini, masih banyak orang yang percaya bahwa Covid-19 konspirasi elit global.
Hal ini dibuktikan dengan hasil survei yang dilakukan oleh Universitas Indonesia. Sejumlah akademisi dari Fakultas Ilmu Administrasi di universitas itu yang tergabung dalam Center for Innovative and Governance [CIGO].
Dari 772 responden yang terlibat, sebanyak 20,6% atau sekitar 150 peserta masih percaya bahwa Covid-19 adalah konspirasi elit global.
Penelitian yang bertujuan melihat persepsi masyarakat terkait pandemi Covid-19 itu dilakukan pada pertengahan September 2020, pada saat PSBB Jilid II diberlakukan kembali di DKI Jakarta.
Responden yang dilibatkan berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Sementara, waktu pengumpulan datanya dilakukan dari tanggal 14-30 September.
Jika dilihat lebih rinci, hasil studi UI tersebut mengungkap bahwa responden yang percaya bahwa Covid-19-19 sebagai konspirasi elit global mayoritas berasal dari DKI Jakarta [22,5%] dan Bogor [24,1%].
Eko Sakapurnama yang menjadi ketua tim penelitian tersebut menjelaskan bahwa ada perbedaan tingkat pendidikan antara mereka yang percaya konspirasi dengan mereka yang tidak percaya.
“Mayoritas responden yang masih percaya Covid-19-19 itu konspirasi elit global, berpendidikan SMP 50% dan SMA 30,9%,” kata Eko saat diwawancara DW beberapa waktu lalu.
Sementara, responden yang tidak percaya Covid-19 sebagai konspirasi elit global mayoritas memiliki latar belakang pendidikan yang jauh lebih tinggi, yaitu berpendidikan S2 (90%) dan S1 [80,5%].
Eko juga menjelaskan bahwa jika dilihat dari segi pengeluaran per bulan, ada perbedaan yang cukup signifikan antara mereka yang percaya konspirasi maupun yang tidak.
Dari responden yang berpersepsi bahwa Covid-19 adalah konspirasi global, mayoritas memiliki pengeluaran per bulan kurang dari 5 juta rupiah [27,5%] dan 2,5 juta rupiah [22,3%].
Sementara, mereka yang tidak percaya mayoritas memiliki pengeluaran per bulan lebih tinggi, yaitu berkisar 5-10 juta [86%], 10-20 juta (86,1%) dan lebih dari 20 juta [87,3%].
Hasil studi ini juga mengungkapkan bahwa responden yang mempercayai Covid-19 sebagai konspirasi elit global kebanyakan memiliki persepsi bahwa Covid-19 hanya berbahaya untuk warga lanjut usia (lansia) dan masyarakat dengan penyakit bawaan [comorbid].
Menurut Eko, dengan melihat tingkat pendidikan responden yang percaya bahwa Covid-19 konspirasi elit global, mayoritas datang dari lulusan SMP dan SMA, kurangnya literasi dinilai jadi salah satu penyebab mengapa mereka percaya bahwa Covid-19 sebagai konspirasi elit global.
Tak hanya itu, kurangnya kebiasaan untuk melakukan check dan re-check terhadap suatu informasi yang didapatkan dari internet dan sosial media juga ia nilai jadi penyebabnya.
Oleh karena itu, pemerintah menurutnya perlu secara konsisten memberikan sosialisasi akan bahaya Covid-19 dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat.
“Pemerintah juga harus selalu mengkampanyekan dalam bentuk visualisasi yang mudah dimengerti,” kata Eko. (bpc2)