BERTUAHPOS.COM — Vaksin corona (Covid-19) berpotensi akan menimbulkan masalah baru jika hanya digratiskan pada kelompok tertentu. Wacana ini sebelumnya sudah muncul.
Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) masalah vaksin corona adalah persoalan keadilan pemerintah terhadap rakyatnya. Pengendalian Covid-19, tidak akan selesai jika dalam penanganannya masih cenderung pilih kasih.
Sebelumnya Menteri Kesehatan RI saat RDPU dengan Komisi IX DPR beberapa waktu lalu, bahwa skema vaksinasi Covid-19 hanya akan menanggung biaya vaksinasi untuk 32 juta orang saja.
Sedang 75 juta orang tidak ditanggung oleh pemerintah atau menggunakan skema mandiri (out of pocket). “Jelas skema yang digunakan pemerintah itu sangat jauh dari kata adil,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulis, Minggu, 22 November 2020.
Dalam pandangannya, jika dilihat dari sisi kebijakan bahwa vaksinasi adalah upaya mewujudkan equity sebagai bentuk public goods yang harus dibiayai sepenuhnya oleh negara.
“Apalagi Covid-19 sudah dinyatakan sebagai bencana non alam,” katanya.
Menanggung biaca vaskinasi wajib hukumnya bagi pemerintah kepada masyarakat tanpa terkecuali. Hidup sehat dan kesehatan sejatinya adalah hak warga negara dan dijamin oleh konstitusi UUD 1945.
Selama ini Pemerintah telah menanggung seluruh biaya perawatan pasien Covid-19 yang rata-rata mencapai Rp80 juta per kasus, sehingga membiayai vaksin yang berkisar antara Rp25.000 per dosis (vaksin COVAX GAVI WHO, termasuk vaksin MODERNA) hingga Rp200.000 per dosis (vaksin SINOVAC) layak untuk dilakukan.
“Jadi, artinya secara finansial pemerintah sesungguhnya masih mempunyai kemampuan untuk melakukan hal itu,” tegasnya.
Tulus mengkhawatirkan apabila cakupan imunisasi Covid-19 rendah, maka kekebalan kelompok (herd immunity) yang tercapai dengan cakupan 70-80% penduduk, tidak akan terwujud.
“Tentu artinya upaya untuk membendung wabah Covid-19 dengan instrumen vaksin akan sia-sia belaka,” jelasnya.
Jika pemerintah merasa kesulitan atas tekanan finansial yang dialaminya, maka pemerintah bisa melakukan konversi terhadap subsidi energi. Sebagian subsidi energi bisa dialihkan untuk menggratiskan biaya vaksinasi warga.
Pemerintah juga bisa menambah persentase kenaikan cukai rokok pada 2021, misalnya menjadi 23 persen, dari rencana semula yang hanya 17 persen saja. (bpc2)