Oleh:
H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM, Anggota Komisi III DPRD Provinsi Riau
Kita berada di masa tersulit. Dirasakan mulai kalangan masyarakat, pelaku usaha, pihak swasta dan koorporasi bahkan pemerintah; negara maju apatah lagi negara berkembang. Wabah Covid 19 seolah berjangkit menjadi “wabah” sosial, politik, ekonomi.
Merubah tatanan hidup yang sudah terbentuk sebelumnya. Banyak lembaga nasional dan internasional serta pemerintahan kewalahan. Terpaksa melakukan perubahan fundamental: me-reka ulang perencanaan mengingat target semula ditetapkan tidak mungkin lagi untuk direalisasikan dan membatalkan serangkaian program yang tak mungkin dilaksanakan.
Negara maju dan lembaga internasional Bank Dunia dan IMF melakukan revisi target pertumbuhan ekonomi global. Indonesia ikut dengan skenario pesimis dimana pertumbuhan ekonomi diproyeksikan terkontraksi minus. Peliknya situasi global turut berimbas ke tingkat lokal. berangkat dari fenomena itu, pemerintah daerah perlu menyiasati perubahan situasi dan kondisi dengan mengevaluasi target serta menyesuaikan proyeksi ke depan.
Bicara evaluasi dan proyeksi bicara perencanaan. Dalam melaksanakan program pembangunan, Pemerintah Daerah punya pedoman agar agenda dan kegiatan terkoordinasi, terintegrasi dan terukur. Semua terangkum dalam Rencana Pembangunan, baik Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPD) dan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Adapun yang diangkat dalam tulisan ini adalah RPJMD sebagai arah pembangunan 5 tahun ke depan, yang secara politis manifestasi visi dan misi pasangan Kepala Daerah Riau. Secara teoritis RPJMD mesti holistik-tematik, terintegrasi dan berbasis spasial berdasarkan capaian pembangunan, permasalahan dan isu strategis pembangunan serta kemampuan keuangan daerah.
Mengacu ke paradigma tadi, sudut pandang RPJMD bukan hanya sisi keinginan kepemimpinan daerah saja. Tetapi juga mendasarkan atas kondisi multidimensional yang berangkat dari realita permasalahan dan kebutuhan masyarakat. Maka pertanyaannya: masih relevankah RPJMD Provinsi Riau saat ini sebagai rujukan?
Kaji Ulang
Mengkaji ulang RPJMD Provinsi Riau dipandang perlu karena RPJMD memuat prioritas pembangunan daerah dan fokus penyelenggaraan pemerintah daerah serta program strategis daerah.
Asumsi saat penyusunan dulu perlu disesuaikan untuk menjawab tuntutan terkini. Seumpama orang dulunya gemuk sekarang kurus perlu menyesuikan pakaian. Jika urusan sederhana perlu penyesuaian apalagi urusan pemerintahan. Setidaknya ada beberapa alasan melatarbelakangi urgensi perubahan RPJMD:
Pertama, Secara kebutuhan, situasi dan kondisi terkini praktis mempengaruhi fokus dan prioritas kebijakan secara makro dan mikro. Permendagri nomor 86 Tahun 2017 dalam pasal 342 ayat 1 menyebutkan bahwa salah satu syarat perubahan RPJMD adalah “terjadi perubahan yang mendasar” yang mencakup terjadinya bencana alam, goncangan politik, krisis ekonomi, konflik sosial budaya, gangguan keamanan, pemekaran daerah, atau perubahan kebijakan nasional.
Pandemi jelas sangat memukul segala dimensi, terutama perekonomian daerah. Hampir semua sektor terdampak, baik langsung maupun tidak langsung. Bahkan terjadi perubahan pola dan perilaku sosial dan ekonomi secara radikal dan ekstrim. Muncul analisis bahwa ada sektor-sektor ekonomi yang tidak mampu bangkit, tapi ada sektor lainnya yang dinamis dan mampu bertahan, serta adanya sektor yang butuh pendekatan kebijakan untuk dinamis dan tetap bertahan.
Sektor seperti industri, perdagangan dan jasa diantaranya paling terdampak. Keadaan tersebut apabila dibiarkan tanpa skenario yang terencana dan terprogram dengan baik akan berakibat buruk. Paling nyata implikasinya pada perekonomian daerah dan menurunnya pendapatan daerah secara signifikan.
Apalagi Pemda disaat sama harus arif dan bijaksana, memberi ruang bagi kegiatan ekonomi masyarakat dan sektor usaha agar bisa “bernafas” melalui sejumlah treatment semisal melalui relaksasi pajak dan berbagai insentif. Dari sini saja sudah bagai makan buah simalakama.
Berkurangnya pendapatan daerah jelas mimpi buruk bagi belanja daerah. Untuk APBD Riau 2020, berkurangnya pendapatan dari 10,2 T menjadi 8,7 T sudah jauh dari proyeksi dalam RPJMD. Belum menyoal refocusing kebutuhan penanganan Covid-19. Pengurangan membuat perencanaan dan pelaksanaan indikator pembangunan yang telah ditetapkan berubah total. Dengan ujung pandemi tak bisa diprediksi, “horor” keuangan bakal berlanjut.
Disamping soal pendapatan, paling penting dipikirkan kesulitan yang dihadapi masyarakat. Profesi tenaga pengajar semisal guru bantu, nelayan, pedagang kecil (UMKM) dan profesi lain yang terdampak butuh perhatian khusus. Angka masyarakat rentan miskin dan angka pengangguran bakal bertambah. Artinya perubahan data dan angka bisa saja diluar toleransi. Sebagai aspek paling penting dalam dokumen rencana pemerintah, perlu pembaharuan. Sebab data dan angka tadilah penentu fokus dan prioritas Pemprov.
Dalam hal ini kita bisa meniru Pemda DKI yang juga sedang mengkaji perubahan RPJMD, dari hasil kajian dengan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Pemda DKI melakukan penyesuaian data terutama angka kemiskinan dengan berbagai asumsi dan proyeksi. Perubahan kebijakan lain adalah menyasar sektoral. Untuk Sumber Daya Manusia (SDM) contoh kecilnya dunia pendidikan berupa perubahan dari pembelajaran konvensional ke online.
Boleh jadi berpengaruh terhadap daya saing SDM ke depan. Belum lagi bicara aspek kesehatan SDM dan lain-lain. Begitujuga urusan belanja infrastruktur, tetap ada tapi harus seselektif mungkin dengan memprioritaskan sektor pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana yang bisa mengungkit perekonomian masyarakat secara nyata.
Kedua, disamping berkaca pada realita dan darurat kondisi kekinian, juga ada aspek lain bersifat yuridis. Sebagaimana diatur dalam Permendagri yang sama pasal 342 ayat 2, secara aturan perubahan RPJMD dapat dilakukan apabila sisa masa berlaku RPJMD tidak kurang dari 3 (tiga) tahun. Mengingat RPJMD Provinsi Riau berlaku 2019-2024 maka kajian perlunya perubahan mesti sesegera mungkin.
Disamping dengan mengevaluasi perjalanan RPJMD Provinsi Riau setakad ini, paling utama perubahan RPJMD Provinsi Riau diharmonisasikan dengan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN tahun 2020-2024 yang mengharuskan penyelarasan dengan arah kebijakan nasional dan fokus pembangunan nasional.
Tidak hanya menindaklanjuti Perpres, juga Permendagri 90 tahun 2019 yang merubah indikator kinerja daerah tentang klasifikasi, kodifikasi, dan nomenklatur perencanaan pembangunan daerah dan keuangan daerah.
Pemaparan di atas sedikit pemikiran mengapa perlunya mempertimbangkan perubahan RPJMD Provinsi Riau. Dimana pandemi yang memicu kegoncangan perekonomian, hambatan bagi kinerja keuangan dan kinerja pemerintahan sebagai alasan mendasar. Pertimbangan perubahan diajukan murni agar strategi dan fokus Pemprov untuk menghadapi pandemi dan ketidakjelasan situasi dan kondisi ke depan tergambar jelas di atas kertas.
Sehingga tidak seumpama orang berjalan di kegelapan meraba-raba tanpa cahaya yang memandu. Kami sebagai lembaga legislatif dan masyarakat Riau berkepentingan dan perlu tahu kemana gerak langkah kaki Pemprov menyiasati situasi dan fokus ke depan; bagaimana menyiasati pelaksanaan kegiatan dan program pembangunan daerah dalam keterbatasan anggaran dan menurunnya pendapatan. Sehingga kita bisa menyatukan persepsi dan langkah.
Akan sulit bagi Pemprov Riau untuk mewujudkan capaiannya jika tidak segera beradaptasi dan merancang strategi menghadapi perubahan situasi dan kondisi yang serba mengejutkan saat ini. Juga akan kewalahan jika bekerja sendiri mengandalkan ide dan gagasan pembangunan versi sendiri tanpa melibatkan lembaga legislatif baik itu sebagai mitra dan perwakilan masyarakat berbagai kabupaten/kota, berikut modal sosial dari unsur masyarakat yang ada. Bisa-bisa malah ditaklukan oleh keadaan.