Pemerintah memutuskan cuti bersama akhir Oktober 2020 tetap dilaksanakan. Meskipun libur panjang berpotensi membuat angka kasus terkonfirmasi corona kian ‘menakutkan’. Siapkah pemerintah dihadapkan pada kemungkinan situasi terburuk?
BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Agustina (35) sudah lebih setahun tidak mengunjungi keluarganya di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Saat Idul Adha lalu, single parent dua anak ini memilih berlebaran di rumah petak yang dia sewa di salah satu perkebunan sawit di Kecamatan Lipat Kain, Kampar, tanpa berkumpul dengan sanak saudara di kampung halaman.
“Ada rencana pulang kampung saat cuti bersama lima hari akhir bulan ini. Tapi anak-anak saya masih kecil. Saya khawatir, jadi diurungkan dulu untuk kali ini,” ungkapnya saat berbincang dengan Bertuahpos.com, pertengahan Oktober lalu.
Suami Tina baru saja meninggal dunia karena liver. Dia sangat ingin pulang kampung agar bisa berkumpul dengan sanak famili. Namun dia sadar, kondisi saat ini tidak memungkinkan baginya untuk melakukan itu. “Saya sudah kehilangan suami, dan saya tak ingin kehilangan keluarga dan orang tua saya karena saya menularkan virus kepada mereka,” ungkapnya.
Muhammad Ramadhani (20) tahun, mahasiswa di Univeritas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau, sudah sejak seminggu yang lalu mengemas barang-barang di kamar kosnya. Barang-barang itu berupa buku-buku, pakaian tak terpakai, lain-lainnya, dan rencana akan dibawa pulang kampung ke Kepri saat libur panjang akhir oktober 2020 ini.
“Tapi kayaknya nggak jadi pulang, Mas. Saya dimarah Bapak pulang. Katanya wabah corona makin rawan. Dia takut saya kenapa-kenapa. Mungkin saya di sini dulu sampai kondisi benar-benar aman,” ungkapnya sambil menggaruk kepala.
Waspada Klaster Baru Cuti Bersama
Pemerintah sudah mengimbau kepada masyarakat agar ‘menahan diri’ untuk tidak keluar daerah saat libur panjang akhir Oktober 2020 ini.
Tanggal 29 bulan ini, ada tanggal merah memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Pemerintah telah menetapkan cuti bersama sejak 28-30 Oktober 2020. Sedangkan 31 Oktober sampai 1 November, weekand.
Kebijakan cuti bersama ini sudah ditetapkan dengan berbagai pertimbangan. Namun di sisi lain, libur panjang tetap harus mendapat perhatian serius, terutama oleh pemerintah daerah. Sebab dikhawatirkan akan menjadi sumber penyebaran wabah corona dengan klaster-klaster baru.
Melihat Penyebaran Kasus Terkonfirmasi Melalui Data Prevalensi
Jika melihat dari data prevalensi penyebaran kasus yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau, pada minggu ke 33 (tanggal 16-22 Agustus 2020), dimana ada libur cukup panjang saat memperingati hari Kemerdekaan RI-75 dan Tahun Baru Hijriyah.
Pada tanggal 16 Agustus 2020, prevalensi di Riau adalah 14 kasus per 100.000. Saat itu daerah dengan prevalensi tertinggi terdapat di Kabupaten Siak, yakni 45 kasus per 100.000, Pekanbaru 28 kasus per 100.000, sedangkan Dumai dan Kampar dengan 13 kasus per 100.000.
Lalu, pada tanggal 19 Oktober 2020, angka prevalensi meningkat menjadi 165 kasus per 100.000. Adapun daerah dengan tiga peringkat tertinggi yakni Pekanbaru dengan 510 kasus per 100.000, Dumai 329 kasus per 100.000 dan Siak 200 kasus per 100.000.
Dari data ini dapat dilihat bagaimana penyebaran kasus Covid-19 di Provinsi Riau. Pada minggu ke 33-34 tahun 2020, terjadi peningkatan kasus Covid-19 hingga 83,4%. Sedangkan jika dibandingkan antara minggu ke 34-35 juga terjadi peningkatan hingga 91%.
“Kalau saja pada cuti bersama akhir Oktober ini tidak diantisipasi secara serius, maka penyebaran corona berpotensi sangat tinggi,” kata analis kesehatan dan pakar epidemiologi di Riau, dokter Musfardi Rustam SKM M Epid.
Dia menambahkan, dengan mengukur data prevalensi itu sudah dapat dilihat bahwa terjadi penambahan kasus cukup signifikan pada setiap ada momentum libur panjang. Sedangkan jika merujuk pada fenomena pada minggu ke 33-35 tahun 2020, ada kecenderungan sikap abai dari masyarakat untuk patuh pada protokol kesehatan.
“Mungkin saja saat itu masyarakat sudah mulai melupakan 3M,” sambungnya.
Rekomendasi Penekanan Kasus dari Sisi Ilmiah
Momentum libur panjang — selain adanya arus bepergian keluar daerah dalam jumlah besar — juga sangat memungkinkan terjadinya kontak fisik dalam jumlah tinggi — abai terhadap social distancing.
Menurut jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Lancid (Juli 2020), bahwa social distancing — pembatasan jarak individu — dapat mengurangi penularan Covid-19 hingga 85%. Artinya social distancing sejalan dengan kebijakan berdiam diri di rumah (stay at home).
Data Google Mobility Report tanggal 7 Mei 2020 mengemukakan, terjadi peningkatan orang di rumah sebesar 20%. Angka tersebut turun per tanggal 13 Oktober 2020 menjadi 9%. Para pakar epidemiologi sejak awal sudah mengemukakan, idealnya angka orang stay at home di tengah pandemi setidaknya 55%.
“Tidak ada cara lain yang bisa dilakukan warga kecuali pendisiplinan terhadap protokol kesehatan. Maka perlu dikampanyekan kembali secara masif stay at home kepada publik. Jika tidak, maka sangat sulit untuk menurunkan prevalensi penyebaran Covid-19 di Riau,” kata Musfardi.
Dalam disertasinya — tahun 2019 tentang Pola Kebiasaan Masyarakat Melayu Daratan dan Pesisir dalam cultural healt — Musfardi menyimpulkan ada perbedaan persepsi terhadap cara pandang kelompok masyarakat ini terhadap budaya kesehatan.
Perbedaan itu cenderung memberikan pengaruh besar terhadap kondisi kesehatan masyarakat. Hal sama juga juga terjadi saat Covid-19 mewabah di Provinsi Riau. “Dari tingginya angka penyebaran kasus terkonfirmasi — pada persepsi lain — masih ada kelompok masyarakat yang ‘tidak percaya’ dengan Covid-19,” tuturnya.
Apa yang Akan Dilakukan Pemerintah?
Pada 20 Oktober 2020, Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Profesor Wiku Adisasmito mengemukakan secara gamblang bahwa penekanan mobilitas penduduk — selama Covid-19 mewabah — berhasil menurunkan angka kasus terkonfirmasi. Keberhasilan ini dirasa perlu ditingkatkan lagi pada semua daerah jelang cuti bersama akhir Oktober 2020.
Satgas menekankan ada beberapa poin yang perlu menjadi perhatian serius pada saat cuti bersama ini. Pertama, bagi masyarakat yang dalam keadaan mendesak harus melakukan kegiatan diluar rumah selama periode libur panjang tersebut, mematuhi protokol kesehatan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan serta hindari kerumunan.
“Keputusan untuk keluar rumah harus dipikirkan secara matang dan mempertimbangkan semua risiko yang ada,” jelasnya dalam keterangan pers yang disiarkan kanal YouTube BNPB Indonesia.
Kedua, bagaimana setiap aktivitas masyarakat saat berada di luar rumah ketika libur panjang selalu mengedepankan disiplin protokol kesehatan. “Kami berharap setiap warga mengambil keputusan untuk keluar rumah dengan pertimbangan matang saat libur panjang. Merek harus sadar akan potensi risiko akan dihadapi,” ungkapnya.
Selanjutnya, agar masyarakat yang menerima kunjungan dari keluarga dan sanak saudara, untuk tetap menjalankan protokol kesehatan selama menerima tamu. Meskipun tamu merupakan bagian dari keluarga tetap terapkan protokol kesehatan yang ketat. “Karena kita tidak tahu dengan siapa sebelumnya keluarga kita berinteraksi,” ujarnya.
Ketiga, Satgas mendorong agar perusahaan atau perkantoran mengambil langkah antisipatif bagi karyawannya yang bepergian keluar kota pada masa libur panjang ini. Perusahaan didorong mewajibkan karyawannya yang keluar kota untuk melapor agar dapat didata, terutama yang memutuskan untuk bepergian ke wilayah zona oranye dan atau merah.
Selain itu, perusahaan dan kantor mewajibkan karyawannya untuk melakukan isolasi mandiri jika ada yang merasakan gejala Covid-19 setelah libur panjang. Wiku mengajak masyarakat belajar dari pengalaman saat libur lebaran Idul Fitri (22-25 Mei 2020) dan Hari Kemerdekaan RI (17-20 Agustus) tahun 2020.
Saat Idul Fitri, terdapat kenaikan jumlah kasus harian dan kumulatif mingguan sekitar 69-93% — rentang waktu 10-14 hari. Lalu saat libur HUT RI, kenaikan jumlah kasus harian dan kumulatif mingguan naik sebesar 58-118% pada pekan ketiga Agustus dengan rentang waktu 10-14 hari.
“Hal ini dipicu karena kerumunan di berbagai lokasi yang dikunjungi masyarakat selama liburan, serta tidak patuhnya masyarakat terhadap protokol kesehatan,” tuturnya.
Wiku juga juga mengajak masyarakat untuk belajar dari penelitian terkait Covid-19. Menurut Zhou, et Al (2020), pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 20% dapat melandai-kan kurva kasus hingga 33%, dan menunda kemunculan puncak kasus selama dua minggu.
Lalu, pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 40%, dapat melandai-kan kurva kasus Covid-19 sebanyak 66% menunda kemunculan puncak kasus selama empat minggu. Bahkan pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 60% melandai-kan kurva kasus sebanyak 91% menunda kemunculan kasus selama 14 minggu.
Menurut studi lainnya dari Yilmazkuday (2020): Stay at Home Worth to Fight Against Covid-19: International Evidence from Google Mobility Data — berdasarkan 130 negara — menyatakan jika 1% peningkatan masyarakat berdiam di rumah akan mengurangi 70 kasus dan tujuh kematian mingguan.
Bahkan 1% pengurangan mobilitas masyarakat menggunakan transportasi umum — meliputi terminal bus, stasiun kereta atau bandara — akan mengurangi 33 kasus dan empat kematian mingguan.
Sedangkan 1% pengurangan kunjungan masyarakat ke retail (pusat perbelanjaan modern) maupun tempat rekreasi, akan mengurangi 25 kasus dan tiga kematian mingguan. Begitu juga apabila terjadi pengurangan 1% ke tempat kerja atau work from office, akan mengurangi 18 kasus dan dua kematian mingguan.
“Bisa kita bayangkan berapa banyak nyawa yang bisa dilindungi dengan pengurangan kunjungan seperti tadi,” ujarnya.
Langkah Antisipasi yang Wajib Dilakukan
Wiku menambahkan, ada beberapa langkah antisipasi yang dapat dilakukan pada tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan kerumunan.
Pertama, antisipasi kemunculan kerumunan sosial, politik, budaya, dan keagamaan. Seperti perayaan keagamaan di ruang terbuka disarankan tidak dilakukan, jika terpaksa kapasitasnya tidak lebih dari 50% untuk acara di dalam ruangan.
KPU dan pihak terkait harus mengantisipasi potensi kerumunan massa peserta dan pendukung pilkada terutama jika ada konflik penetapan daftar pemilih tetap.
Pemda disarankan meniadakan car free day (hari bebas kendaraan) dan menutup sarana olahraga massal — stadion, pusat kebugaran dan kolam renang. Lebih baik berolahraga di lingkungan rumah.
Kedua, upaya antisipasi kemunculan kerumunan karena kegiatan ekonomi. Kementerian dan lembaga berwenang harus menjamin protokol kesehatan ketat sejak penumpang tiba di terminal, pelabuhan atau bandara, ketika sedang berada dalam moda transportasi serta ketiak turun dari armada transportasi.
Lalu Pengelola gedung swalayan, mal, dan pasar tradisional harus tersosialisasikan dan memperketat pengawasan kepada seluruh pedagang dan penyewa kios untuk menerapkan protokol kesehatan saat bertransaksi dengan masyarakat.
Khusus antisipasi kerumunan di luar gedung pasar, diperlukan kerjasama dengan pengelola pasar informal bekerjasama dengan organisasi masyarakat dan RT/RW.
Sedangkan untuk lokasi wisata pemantauan penerapan protokol kesehatan, harus dilakukan dinas pariwisata dan ekonomi kreatif di daerah dengan memperhatikan aturan operasional wisata di masa pandemi.
Ketiga, upaya antisipasi kemunculan kerumunan keluarga dan kekerabatan. Dalam berkendara yang aman tetap terapkan protokol kesehatan yang ketat. Menunda acara keluarga yang tidak terlalu penting, membatasi arus keluar masuk keluarga — ke sekolah, asrama, maupun lapas dan efektifkan akses daring.
Keempat, antisipasi kerumunan akibat bencana. Usahakan tidak memanfaatkan tenda untuk lokasi pengungsian dan memanfaatkan fasilitas penginapan dan rumah penduduk yang tersedia untuk mencegah kerumunan.
Bagaimana Pemprov Riau Bersikap?
Gubernur Riau Syamsuar meminta kepada setiap kabupaten/kota di Riau untuk segera melakukan identifikasi tempat wisata di daerah masing-masing.
Terhadap tempat-tempat penyedia keramaian, dan tempat wisata, agar segera mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan protokol kesehatan. Berharap pencegahan dini yang dilakukan ini mampu menekan angka penyebaran wabah corona saat cuti bersama akhir Oktober 2020.
“Kami imbau kepada Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Kabupaten/Kota hingga perangkat pemerintahan terkecil untuk segera melakukan identifikasi ke tempat-tempat wisata, apakah mereka sudah menyediakan sarana dan prasarana protokol kesehatan sesuai standar atau belum,” ujarnya, Kamis, 22 Oktober 2020 di Pekanbaru.
Dia mengklaim upaya pencegahan saat libur panjang akhir Oktober ini sudah dilakukan. Termasuk mencegah terjadinya pesta atau kegiatan yang berpotensi mengundang orang berkerumun baik di dalam maupun di luar ruangan.
Termasuk mengatur sedemikian rupa untuk kegiatan seni dan budaya serta kegiatan tradisi non keagamaan yang mungkin akan dilakukan warga pada saat libur panjang nanti.
“Antisipasi yang harus dilakukan bagaimana tidak terjadi kerumunan massa dalam bentuk apapun. Kami meminta kepada kabupaten/kota agar sesegera mungkin melakukan koordinasi dengan pengelola tempat wisata,” sambungnya. (bpc2)