BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Bunyi pasal di Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, terutama soal sertifikasi halal diprotes LPPON MUI.
Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Lukmanul Hakim mengkritisi pasal 35A UU Ciptaker yang berbunyi:
(1) Apabila LPH tidak dapat memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan dalam proses sertifikasi halal maka LPH tersebut akan dievaluasi dan/atau dikenai sanksi administrasi.
(2) Apabila MUI tidak dapat memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan dalam proses memberikan/menetapkan fatwa, maka BPJPH dapat langsung menerbitkan sertifikasi halal.
Menurut MUI, pihaknya diberikan waktu tiga hari untuk memberikan fatwa halal. Namun, menurut dia, ada kasus dimana MUI harus melakukan penelitian lebih dari tiga hari untuk memastikan kehalalan suatu produk.
Menurut Lukman, jika dalam tiga hari MUI belum mengeluarkan fatwa halal, dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bisa langsung mengeluarkan sertifikasi halal, maka bisa menghilangkan esensi halal.
“Kita menyayangkan dan prihatin dengan UU Omnibus Law, karena keluar dari substansi halalnya. Esensi halalnya jadi ambyar,” ujar Lukman, dikutip dari republika.co.id, Rabu 7 Oktober 2020.
Lukman juga mengkritisi pasal 42 ayat 3, yang menyebutkan jika pelaku usaha bisa langsung mendapatkan perpanjangan sertifikasi halal, hanya dengan mencamtumkan pernyataan memenuhi proses produksi halal dan tidak mengubah komposisi.
Pasal 42 ayat 3 tersebut berbunyi:
“Apabila dalam pengajuan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaku Usaha mencantumkan pernyataan memenuhi proses produksi halal dan tidak mengubah komposisi, BPJPH dapat langsung menerbitkan perpanjangan sertifikasi halal.”
“Jika tanpa tahapan penetapan hukum atau isbat, itu namanya tahakum (membuat-buat hukum). Bagaimana kita tahu perusahaan tidak mengubah komposisi produknya,” tambah Lukman. (bpc4)