BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Saat ini, untuk menjadi Panglima TNI harus didasarkan surat pengajuan dari Presiden RI. Tidak hanya itu, panglima ini juga harus dites dan disetujui oleh DPR RI.
Namun, pada awal kemerdekaan dulu, Panglima TNI yang pertama, Jenderal Sudirman, ternyata terpilih berkat sistem voting. Kondisi darurat saat itu membuat segala sesuatunya harus diputuskan dengan cepat.
Pada 12 November 1945, ada pertemuan darurat di Markas Tinggi TKR (kini TNI) di Gondokusuman, Yogyakarta. Salah satu agendanya adalah untuk memilih panglima TKR (TNI saat itu).
Situasi saat itu tengah genting. Dua hari sebelumnya, perang besar antara rakyat Surabaya dan pasukan Inggris telah dimulai. Panglima besar sebagai pucuk pimpinan TKR harus segera dipilih.
TKR saat itu dipimpin sementara oleh Letnan Jenderal (Letjen) Oerip Soemihardjo yang saat itu menjabat Kepala Staf.
Suasana sempat memanas, namun akhirnya pemilihan dilakukan secara demokratis. Semua wakil tentara dan laskar diminta menunjuk tangan untuk memilih calon yang ditulis di papan tulis.
Hasilnya, Oerip mengumpulkan 21 suara. Sementara, Soedirman yang masih berumur 29 tahun dan berpangkat kolonel, berhasil mengumpulkan 22 suara.
Menurut buku ‘Jenderal Soedirman’ yang ditulis Anom Whani Wicaksana, Soedirman sangat terkejut karena hasil pemilihan itu. Dia kemudian mengundurkan diri, dan menyerahkan jabatan Panglima TKR kepada Oerip.
Namun, peserta rapat tak mengizinkan, dan tetap menunjuk Soedirman menjadi Panglima TKR.
Bagaimana reaksi Oerip?
Waktu itu, pangkat Oerip adalah Letjen, bintang tiga. Umurnya juga sudah 52 tahun. Dia sudah malang melintang sebagai tentara didikan KNIL.
Bukannya marah, Oerip ternyata merasa gembira karena tak terpilih. Oerip merasa senang, karena kini beban TKR tak lagi berada di pundaknya.
Akhirnya, pada 18 Desember 1945, Presiden Soekarno melantik Soedirman sebagai Panglima TKR. Pangkatnya diloncatkan naik menjadi Jenderal. (bpc4)