BERTUAHPOS.COM, “Bapak kalau ngeyel, saya gigit aja ya!”, ketus Bu Tejo dengan dialeg Jawa kental, pada polisi lalu lintas yang menilang truk Si Gotrek angkutan ibu-ibu kelurahan. Karuan saja serbuan ibu-ibu saat turun dari truk membuat Polantas kewalahan dan terpaksa memberi jalan pada rombongan Bu Tejo saat membesuk Bu Lurah yang lagi dirawat di rumah sakit kota.
Tilik, itulah judul film pendek berdurasi kurang dari 5 menit produksi Ravacana Films yang ditayangkan via Youtube pertengahan Agustus lalu.
Tilik yang artinya lebih kurang menjenguk dalam bahasa Jawa, menjadi ide dasar dalam proses cerita. Sebuah rangkain cerita menjenguk Bu Lurah yang lagi sakit, ditambah ide cerita pendukung seputar gosip anak lajang Bu Lurah yang lagi dekat dengan Dian. Kembang desa rebutan banyak orang.
Sehingga menimbulkan kabar miring di tengah masyarakat terutama ibu-ibu kelurahan kalau Dian bukan perempuan baik-baik.
Sepintas Tilik hanya sebuah cerita picisan tentang kisah ghibah di tengah masyarakat yang diwakili ibu-ibu kelurahan.
Namun, di sisi lain inilah gambaran dibungkamnya kebebasan berpendapat di tengah masyarakat. Ditutupnya kran suara rakyat, menyebabkan hoax, pendapat yang simpang siur.
Miris setelah 75 tahun, dan diundangkannya UUD 45 pasal 28 tentang kebebasan berpendapat. Ditambah UU ITE tentang transaksi elektronik (Electronic Information and Transaction Law) No 11 tahun 2008, harusnya menjawab keterbatasan penyelesaian kasus hukum teknoloogi informasi di era digital.
Sayang, UUD dan UU beserta turunannya hanya dijadikan alibi seakan membungkam suara rakyat Kemunculan film Tilik sebagai kritik sosial sebagaimana karya-karya seni lainnya (syair lagu, syair puisi, skrip drama, lukisan, komik dan sebagainya).
Setidaknya Tilik menjadi sakah satu kerinduan masyarakat terhadap terbukanya kran demokrasi berpendapat.
Lembaga publik yang sudah banyak terpasung bungkam bisa lega bersuara. Eksekutif sebagai pemegang tertinggi pemerintahan bisa menekan kehendak kelompok kepentingan dari suara miring rakyat.
legislatif sebagai wakil rakyat kuat tidak loetoy. TNI dan Polri sanggup menjadi benteng terakhir bagi pertahanan dan keamanan nasional.
Semoga saja lakon Siti Fauziah si pemeran Bu Tejo menjadi awal penyegaran untuk Demokrasi Pancasila di abad 21. Memilih pemimpin bangsa yang tepat. Juara membuat keputusan hasil musyawarah anak bangsa. Tidak hanya juara dari hasil voting semata.
Oleh: M Joni Paslah | Tim kreator di Bertuahpos.com