BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Bicara riba hari gini, tak ada habis-habisnya. Karena riba masih dianggap ‘melekat di dunia perbankan, asuransi, leasing, dan lembaga keuangan lainnya’.
Lalu, seperti apa sejarah riba itu? “Kalau kita tarik sejarah ke belakang, riba hutang piutang atau pinjam meminjam (riba qardh), ternyata punya sejarah panjang. Bahkan, Paman Nabi Abbas juga seorang pelaku riba jahiliyah,” sebut Dr Marabona, ME,Sy, salah seorang staf pengajar pada STIE Prakarti Arifin Achmad Pekanbaru, Jumat, 26 Juni 2020 lalu.
Kata ustad berdarah Sidempuan ini, dalam hutang piutang, riba di zaman jahiliyah dinamakan juga sebagai riba jahiliyah. “Misalnya saya memberi hutang pada seseorang sebanyak Rp1 juta. Transaksinya hutang. Dimana dalam hutang, uang sebagai objeknya. Nah, jika misalnya saya mau buka usaha, saya butuh uang Rp. 1 juta, lalu saya kasih modal, itu bukan hutang, namun, kerjasama usaha,” ujarnya.
Modal usaha itu menjadi bagi hasil yang disepakati, berapa hasilnya, persentasenya, dan sah dalam muamalah. Misalkan, dia menjelaskan, pengajuan modal usaha sebesar Rp100 juta, maka disepakati pembagian 60:40, maka masuklah dalam ketentuan mudharabah atau musyarokah, atau kerjasama usaha.
“Ujungnya, bagi hasil. Kalau riba, pengajuan modal usaha itu apakah benar untuk modal usaha, saya tidak tahu, tapi saya minta lebih atau pihak kedua yang mempersyaratkan. Transaksinya masuk dalam kategori riba, kalau objek transaksinya uang, dan status akadnya adalah hutang,” papar doktor yang mengaku punya banyak binaan mualaf ini.
Paman Nabi Pelaku Riba Jahiliyah?
Kembali mengulas riba jahiliyah tadi, contohnya Abbas paman Nabi Muhammad SAW, pernah memberi hutang murni untuk membantu, namun, jatuh vonis riba tersebab riba yang terjadi karena ada pengembalian pinjaman dengan penambahan waktu.
Tapi, kalau riba modern, malah belum uang dipakai sudah dikenakan tambahan uang. “Ada juga syekh yang membolehkan pinjaman bunga sehingga tidak riba. Dengan dalih buat untuk usaha, pinjaman bunga tidak termasuk riba, kata mereka. Naudzubillah”, kata Marabona.
Sementara itu, dalam kesepakatan ulama dunia, pertemuan Majmak Fiqh al-Islam, tahun 1975, diikuti Fatwa MUI, nomor 1 tahun 2004, tentang bunga bank, sudah memasukkan kategori bunga memenuhi kriteria riba. Jauh sebelum Wakil Presiden Ma’aruf Amin bertugas, karena beliau masih tercatat sebagai Ketua komisi fatwa MUI, 2004. (bpc5)