BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Mamun Murod dianggap belum pantas menjadi Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Riau oleh penggiat lingkungan (Walhi Riau dan Jikalahari). Meskipun, dia pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Rekam jejak dan hasil kerjanya di masa lalu lah yang membuat para penggiat lingkungan menganggap dia tidak pantas untuk menduduki posisi jabatan itu, dan mereka mendesak kepada Gubernur Riau, Syamsuar agar tidak menunjuk Mamun Murod sebagai Kadis LHK Riau.
Pada Mei 2020 — Tim Panita Seleksi (Pansel) untuk Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Provinsi Riau — pejabat teras atas eselon II — telah mengumumkan beberapa nama calon pimpinan Satker (Satuan Kerja setingkat kepala dinas, biro dan badan), hasil fit and propertest, untuk posisi Kepala Dinas LHK. Nama Mamun Murod masuk di dalam calon yang lolos seleksi, selain M. Edi Aprizal dan Imam Sukendar.
“Kalau menurut saya kritikan itu wajar-wajar saja. Namanya juga dalam kehidupan demokrasi, semua orang bisa berpendapat, ya. Tetapi, mungkin lebih elegan kalau pendapat itu disampaikan setelah kita bertugas. Kalau memang kita (saya) tidak memiliki kemampuan dalam bekerja, maka di situlah seharusnya para pihak ini (Walhi Riau dan Jikalahari) komplen. Kalau sekarang, dipilih saja belum,” uangkapnya saat dikonfirmasi bertuahpos.com, Minggu, 31 Mei 2020.
Menurutnya, apa yang dituduhkan kepada dirinya merupakan sikap tendensius. Terlepas dari semua itu, kata Mamun Murod, apa yang ungkapkan oleh para penggiat lingkungan di Riau merupakan sebuah koreksi untuk diperbaiki kedepannya. “Kalau memang pada masa lalu saya memiliki kelemahan, ini (penunjukan posisi jabatan) persoalannya merupakan hak Pak Gubernur (Syamsuar), percaya kepada saya, maka saya akan buktikan adalah tidak benar sesuai dengan tuduhan-tuduhan oleh kedua NGO tersebut,” kayanya.
“Namanya manusia kan tak ada yang sempurna. Dengan adanya koreksi inj justru menambah semangat saya, menjadi tantangan bagi saya untuk melakukan hal yang lebih baik lagi kedepan,” ungkapnya.
Sebelumnya, yang ditakutkan oleh para penggiat lingkungan di Riau, kehadiran Mamun Murod sebagai Kepala Dinas LHK Provinsi Riau akan menghambat visi Riau Hijau yang dicanangkan Syamsuar dalam janji kampanyenya.
“Riau Hijau yang digadang Gubernur Riau Syamsuar butuh Kepala Dinas yang progresif, untuk membuka ruang partisipasi publik dan berdiri di atas semua pemangku kepentingan,” kata Direktur Walhi Riau Riko Kurniawan. Ketiga syarat itu tidak ditemukan pada sosok Mamun Murod selama menjabat Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Hasil pantauan Walhi Riau dan Jikalahari menemukan selama menjabat Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti, Mamun Murod gagal menyelamatkan hutan alam dan gambut yang dirusak oleh korporasi, dia dituding kerap berpihak pada korporasi dalam penyelesaian konflik lahan.
“Kalaupun ada usaha menyelesaikan masalah konflik lahan, ujungnya menawarkan masyarakat bekerjasama dengan korporasi dengan skema-skema yang selalu menguntungkan korporasi,” kata Koordinator Jikalahari, Made Ali.
Sebelas tahun lalu, pernah terjadi konflik antara masyarakat dengan perusahaan bubur kertas di Kabupaten Kepulauan Meranti pada 26 Agustus 2009, Pjs Kabupaten Kepulauan Meranti Syamsuar — saat ini Gubernur Riau — mengirim surat ke Menteri Kehutanan untuk meninjau ulang terhadap semua IUPHHK-HTI di Kepulauan Meranti.
Lalu, saat ribuan masyarakat melakukan aksi di kantor Bupati, Bupati Syamsuar waktu itu mendukung langkah perjuangan masyarakat. Pada 2010, Irwan Nasir terpilih sebagai Bupati Kepulauan Meranti, dan Mamun Murod sebagai Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan.
“Aksi yang melelahkan itu karena tak ada sikap keberpihakan Pemda setempat termasuk Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang ketika itu dijabat oleh Mamun Murod kepada masyarakat yang lahannya dirampas oleh perusahaan, dan jalan penyelesaian yang ditempuh oleh Mamun Murod selalu menguntungkan perusahaan,” kata Made Ali.
Dampaknya, sejak 2011 hingga kini perusahaan terus menebang hutan alam dan merusak gambut di Pulau Padang. Dampak lainnya, kebakaran hutan dan lahan kerap terjadi di sana.
“Solusi yang ditawarkan oleh Mamun Murod malah kerja sama antara masyarakat dan perusahaan, padahal kebun, rumah dan kehidupan mereka masuk dalam area konsesi perusahaan. Kalaupun ada sebagian dari area perusahaan yang dikeluarkan itu bukan hasil perjuangan dari Mamun Murod, tapi perjuangan masyarakat,” kata Riko.
(bpc3)