BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Kebijakan perintah memberlakukan PSBB new nirmal dianggap cukup berani. Sebagian pihak menganggap bahwa new normal berpotensi akan menaikkan grafik kasus COVID-19, tanpa terkecuali di Riau, yang dalam beberapa hari ini nihil kasus positif COVID-19.
Diantara kritikan yang mencuat ke publik bahwa new normal merupakan bentuk tekanan dari “penguasa industri” ke pemerintah dengan mengatasnamakan penyelamatan ekonomi. Sementara di satu sisi mengorbankan keselamatan warga. New normal dianggap tidak labih menjadikan masyarakat sebagai kelinci percobaan. Siapa imunnya kuat akan bertahan, sedangkan yang lemah akan tumbang.
Gubernur Riau Syamsuar membantah secara terbuka terhadap dugaan-dugaan tersebut. Dia mengatakan sejauh ini tidak pernah ada tekanan dari pihak manapun kepada pemerintah terhadap segala bentuk kebijakan yang akan diambil. Termasuk kebijakan Pemprov Riau akan melakukan new normal.
“Tak ada itu. Tak pernah ada tekanan dari pihak manapun, khususnya di Pemprov Riau,” ungkapnya dalam konferensi pers di Posko Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Riau di Pekanbaru, Rabu, 27 Mei 2020.
Dia menambahkan, terkhusus untuk di Riau, industri dominan yang beroperasi merupakan industri kelapa sawit. Pada saat pandemi COVID-19 mewabah, perusahaan-perusahaan tersebut tetap bisa berjalan sebagaimana mestinya.
“Di Riau ini banyak perusahaan sawit. Jadi mereka jalan semua (beroperasi). Jadi siapa yang nekan, nekan. Tak ada yang nekan (kebijakan yang diambil),” jelasnya.
Jika dirunut lebih rinci, memang Riau salah daerah dengan perputaran uang cukup tinggi terutama sumbangsih daerah terhadap pusat dalam bentuk bagi hasil pada 2 sektor, yakni migas dan perkebunan. Ini memang cukup sejalan dengan pemberlakukan new normal kepada daerah-daerah dengan kegiatan industri cukup signifikan.
Namun Syamsuar menegaskan bahwa indikator terhadap daerah yang diberlakukan new normal buka itu, melainkan dilihat dari kurva kasus positif COVID-19, di mana Riau termasuk salah satu daerah dengan pergeraks. Grafik yang menurun kasus positif COVID-19.
Syamsuar menyebut, di Riau, new normal akan diberlakukan kepada 6 daerah yang melakukan PSBB dan ditambah 3 daerah lain yang dijadikan sebagai pilot project new normal.
Adapun daerahnya antarain, Pekanbaru, Kampar, Pelalawan, Siak, Dumai dan Bengkalis. Daerah ini sebelumnya sudah memberlakukan PSBB. Sedangkan daerah yang akan dijadikan pilot project new normal yakni Kuansing, Rohul dan Rohil. Dengan demikian total ada 9 daerah di Riau yang akan diberlakukan new normal secara serentak nantinya.
“Jadi untuk pelaksanaanya juga masih menunggu petunjuk dari pemerintah pusat. Hanya saja untuk saat ini kami mempersiapkan segala sesuatunya sebelum kondisi normal baru ini benar-benar diberlakukan,” jelasnya.
Di sisi lain, bentuk “tekan” itu ada benarnya. Yakni datang dari masyarakat yang sudah merasa tidak mungkin bisa bersahabat dengan kondisi seperti ini lebih lama lagi. Sebab walau bagaimanapun, mereka harus bekerja dan berusaha, beribadah di rumah ibadah, dan mempertanyakan kepastian kapan sekolah akan dibuka kembali, orang-orang yang sudah bosan berada di rumah terus mempertanyakan kapan kondisi ini akan berakhir.
“Saya dan keluarga tak akan mungkin mengurung diri lebih lama lagi di rumah, sementara ketersedian finansial sudah mulai menipis. Saya bukan karyawan atau PNS yang bisa bekerja dari rumah. Saya wiraswasta, jadi kalau tidak bekerja maka tidak ada penghasilan. Secara pribadi saya menyambut baik new normal,” ujar Sadri (40) seorang wiraswasta di Pekanbaru.
Sebelumnya, diantara kritik yang muncul, yakni dari Majlis Ulama Indonesia (MUI). Wakil Ketum MUI, Mahyiddin Junaidi menilai bahwa new normal yang akan diterapkan pemerintah dalam waktu dekat merupakan kebijakan penuh kontoversial.
Muhyiddin berpendapat, jika pemerintah menganggap dengan dibukanya pusat perbelanjaan merupakan upaya penyelamatan ekonomi, tidak dengan mengorbankan warga.
“Tetapi kebijakan tersebut dinilai oleh banyak pakar masih berbau kontroversial dan immature. Ada kesan Indonesia meniru langkah beberapa negara yang sudah menerapkan relaksasi seperti Malaysia, India dan beberapa negara lain di Asia dan Eropa,” ucapnya seperti dikutip dari Republika.co.id.
Dia menambahkan publik sudah sangat paham bahwa para pemilik mal dan pusat perbelanjaan modern di seluruh negeri adalah mereka yang punya kedekatan secara politik dengan pusat kekuasaan. Jadi Mahyiddin, sangat logis jika relaksasi tersebut terkesan bahwa pemerintah mendapatkan pressure (tekanan) untuk melakukan relaksasi.
“Sementara angka kurva masih tinggi dan kebijakan baru pemerintah belum diumumkan secara resmi. New normal seharusnya dijadikan sebagai upaya penyelamatan bangsa dan negara, bukan sekadar penerapan pola hidup empat sehat lima sempurna, tetapi pola hidup yang religius, adil, bebas dari korupsi, kemaksiatan, kezaliman, kebohongan dan penerapan prinsip kesamarataan di depan hukum,” tutur dia.
Jika hal itu diterapkan, sebut Muhyiddin, selayaknya juga harus diikuti dengan pertimbangan dibuka kembali masjid, mushola, majelis taklim dan rumah ibadah lainnya. Ini sangat penting agar kebijakan relaksasi tersebut mendapat dukungan masyarakat luas dengan tetap mengikuti protokol kesehatan nasional.
MUI tak ingin setelah new normal diberlakukan ada kesan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok tertentu sehingga menimbulkan pertikaian baru di tengah masyarakat. (bpc3)