BERTUAHPOS.COM — Akhir 2019 banyak pihak sudah was-was bahwa pada 2020 kemungkinan terjadi resesi atau krisis ekonomi. Ramalan ini muncul karena perang dangan China-AS belum damai betul. Belum lagi protes Hong Kong tak terbendung, termasuk gejolak protes banyak meletus dibeberapa negara lainya.
Namun tak ada yang menduga kalau ekonomi dunia juga goyah akibat virus corona. Sejumlah negara yang kini diwabahi pasti merasakan ekonominya tergerus, tanpa terkecuali Indonesia, jika penanganan corona tak becus.
Kepala Bursa Efek Indonesian (BEI) Perwakilan Riau, Emon Sulaeman mengungkapkan, jika merujuk pada kondisi awal tahun, perekonomian kemungkinan masih tahan dari berbagai ancaman. Meski grafik bursa saham bergerak beragam (fluktuatif).
“Ancamannya tak ‘seganas’ pada krisis di masa lalu,” ungkapnya dalam sebuah presentasi kepada wartawan beberapa waktu lalu di Pekanbaru.
Namun, pada awal Maret lalu, saat presentasi peluang investasi tahun 2020, di salah satu hotel di Pekanbaru, Emon berpendapat bahwa wabah ini bisa jadi masalah karena setiap negara yang dijangkitinya, mengharuskan pemerintah mengambil kebijakan tak biasa.
Sejak corona mendunia, harga minyak global terpental (turun). Riau sebagai daerah penghasil migas harap-harap cemas, sebab sangat mungkin jatah DBH dipangkas. “Sekarangkan harga minyak dunia turun, kita takut juga berpengaruh ke DBH,” kata Gubernur Riau, Syamsuar, beberapa waktu lalu.
Meski belum fokus pada kondisi ekonomi, kata Gubri, bukan berarti pihaknya abai dengan masalah ini. Pemerintah masih konsen menyelamatkan warga dari wabah corona sampai kondisi betul-betul mereda. Barulah ekonomi daerah jadi fokus penyelesaian masalah.
Deputi Direktur Bank Indonesia (BI) Riau, Teguh Setiadi meyakini cocona pasti berdampak pada ekonomi. Walau untuk sementara ini masih belum bisa dikaji. Upaya pemerintah siapkan beberapa paket kebijakan dianggap tangkal agar ekonomi daerah tak terlalu jauh terjungkal. Terhadap revisi ekonomi, pasti akan ditempuh. “Kalau (corona) berpengaruh, ya, pasti berpengaruh,” kata Teguh.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto mengatakan ancaman krisis ekonomi di Indonesia sangat mungkin kalau pemerintah tak mampu menahan liarnya penyebaran virus corona, setidaknya hingga kuartal III 2020.
Bagaimana tidak, penurunan daya beli masyarakat merosot akan membuat tingkat konsumsi rumah tangga melorot. Padahal, sektor ini jadi komponen tergemuk membentuk produk domestik bruto (PDB). “Ini mempercepat menuju krisis. 3 triwulan tidak teratasi bisa krisis,” ucap Eko kepada CNNIndonesia.com.
Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat konsumsi rumah tangga menyumbang hingga 56,62% terhadap ekonomi Indonesia di 2019. Diikuti dengan komponen ekspor-impor dan investasi. Menurut Eko, Indonesia saat ini sebenarnya sudah bisa disebut resesi, mengingat perlambatan ekonomi dalam negeri sudah terjadi sejak tahun lalu.
BPS mencatat perlambatan ekonomi Indonesia terjadi sejak kuartal I 2019. Rinciannya, pertumbuhan kuartal I 2019 tercatat sebesar 5,07%, kuartal II 2019 sebesar 5,05%, kuartal III 2019 sebesar 5,02%, dan kuartal IV 2019 hanya 4,97%.
Eko melihat situasi ekonomi akan lebih parah ketimbang krisis 2008-2009 lalu. Pada 2009, pertumbuhan ekonomi masih bisa dijaga di level 4,5%, sedangkan virus corona berpotensi membuat ekonomi tumbuh di bawah 4,5% pada 2020.
Virus corona yang dihadapi tahun ini tekanannya lebih ganal (besar) daripada krisis global. Saat krisis 2009 hanya menyerang sektor keuangan, sedangkan wabah virus corona membuat semua aspek menjadi tak respek. (bpc3)