BERTUAHPOS.COM – Tepat tanggal 22 Februari 2020 kemarin, Syamsuar-Edy Natar genap setahun menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Riau. Keduanya juga sudah menyelesaikan beberapa rangkaian kunjungan kerja untuk melihat langsung persoalan apa yang tengah dihadapi daerah.
Lantas sejauh mana penilaian masyarakat terhadap setahun Kepemimpinan Syamsuar-Edy Natar? Sudahkah janji politik ketika maju dalam Pilgub 2018 lalu terealisasi? Keinginan masyarakat memang tidak muluk-muluk. Mereka hanya ingin merasakan keberadaan pemimpinnya melalui programnya.
“Kalau sekarang menurut saya belum. Ya memang belum ada dampak apa-apa yang kami rasakan. Salah satu keluhan yang sering kami sampaikan ke pemerintah, soal akses jalan yang bagus. Tapi sampai sekarang untuk jalan akses antar desa saja belum memadai. Belum juga ada tanda-tanda akan di bangun,” kata Fahrul (40), Warga di Kecamatan Gaung, Inhil, Riau.
Khairul menyadari bahwa Pemprov dan Pemda punya porsi kerja masing-masing terutama untuk memperbaiki infrastruktur di desanya. Meski demikian dia juga sadar bahwa Pemprov Riau (Syamsuar) punya power penting untuk memerintahkan bawahannya agar bisa memikirkan kondisi infrastruktur di daerah masing-masing.
Selain itu, persoalan harga kelapa di Inhil yang rendah juga sering dikeluhkan oleh masyarakat di sini. Mereka harus berjuang keras untuk memperbaiki finansial keluarga dengan tidak berharap banyak pada kelapa.
“Warga juga mulai banyak tanam pinang karena sekarang harganya cukup menjanjikan ketimbang harga kelapa,” katanya.
Meski demikian warga sadar bahwa kelapa tak tergantikan, selain sebagai tumpuan perekonomian utama, kelapa juga menyimpan nilai histori yang kuat bagi sebagian besar masyarakat di kabupaten ini.
Suara Khairul mungkin tidak mewakili keseluruhan keluar kesah masyarakat Inhil, tapi setidaknya, apa yang dia rasakan lebih kurang juga dirasakan oleh masyarakat lain di banyak desa di Inhil.
Di daerah lain, bertuahpos.com mewawancarai seorang nelayan di Rohil. Namanya Roki (30). Dia banyak berharap kepada pemerintah bagaimana hasil tangkapan nelayan di sana bisa meningkat dan harga jual ikan di pasaran membaik.
“Saya sering dengar pejabat bilang kalau potensi laut di Rohil ini besar. Tapi kami sebagai nelayan, ya masih jauh dari kata sejahtera,” ungkapnya sambil tersenyum.
Dia mengatakan memang ada bantuan-bantuan peralatan dari pemerintah, tapi Roki belum pernah sekalipun kecipratan. Bagi dia bukan itu tujuan utama yang diharapkan nelayan. Tapi dukungan dari banyak sisi, seperti menjamin harga hasil tangkapan, membantu pasar untuk ikan nelayan, termasuk memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan nelayan saat mencari nafkah di tengah laut.
“Rasa takut pasti ada, karena yang tangkap ikan bukan cuma kita nelayan di sini kan. Tapi semuanya harus dihadapi. Alahkah lebih baik kalau pemerintah mengambil peran yang jelas dalam mengatasi masalah-masalah seperti ini,” ungkapnya.
Curhat lainnya datang dari Jamhari (45). Pria 2 anak ini menghidupi keluarganya dengan hasil karet di Kabupaten Kuantan Singingi. Sejak beberapa tahun belakangan komoditi ini tak lagi seksi sebagai tumpuan untuk penghidupan karena hasil yang didapat tak sebanding dengan tenaga yang terkuras.
“Aduh, jangan ditanyalah bagaimana kondisinya. Orang-orang di sini mengeluh. Apalagi kalau kebun karetnya sedikit. Kalau saya, sejauh ini dicukup-cukupi. Karena kita juga punya ladang dan kebun sayur,” ungkapnya.
Wajar kalau Jamhari, mewakili rekan-rekan seprofesi lainnya berharap kepada pemerintah (Pemda dan Pemprov), karena sebagai rakyat dia punya hak untuk hidup lebih baik dan negara mengamanatkan itu dalam undang-undang.
“Cukup makan, dan bisa anak sekolah. Kira-kira begitulah. Kami juga tidak meminta lebih, apalagi diusia saya yang sekarang, tentu masa depan adak yang menjadi beban pikiran,” sebutnya.
Secuil keluh kesah mereka bukan Cerpen sedih yang mengharap rasa iba dari mereka yang berkuasa. Tapi hanya mengingatkan pemimpin bahwa mereka masih punya banyak rakyat yang butuh perhatian.
Tak terasa setahun sudah masa kepemimpinan, Gubernur Riau, Syamsuar menyadari bahwa apa yang selama ini dilakukan Pemprov Riau masih jauh dari harapan masyarakat. Dia mengatakan program belum bisa berjalan karena tahun 2019 visi misi mereka tidak bisa masuk dalam APBD Riau 2019.
“Memang kendalanya tahun 2019 program kami tidak bisa masuk, sehingga ada program yang belum terserap dari visi misi kami. Tapi sebagian ada yang kami masukkan di APBD perubahan 2019, seperti sekolah gratis dan lainnya,” ujarnya.
Tahun 2020 dia akan menggesa program sesuai visi misinya. Yakni soal ekonomi, pendidikan, infrastruktur, sumber daya manusia, dan reformasi birokrasi. (bpc3)