BERTUAHPOS.COM – Seorang muslim wajib mengerti bagaimana cara bersuci dengan benar. Hal ini penting karena berkaitan dengan ibadah yang akan kita lakukan.
Bersuci merupakan hal dasar sebelum melaksanakan ibadah seperti salat dan membaca Al-Quran. Melakukan ibadan dalam keadaan kotor dalam Islam sangat tidak dianjurkan.
Dalam bab taharah (bersuci) setiap muslim wajib memahami apa saja yang menjadi penyebab untuk bersuci baik dengan cara wudhu maupun mandi wajib.
Sebab, ketika seseorang dalam kondisi yang belum suci, maka dirinya dilarang untuk melakukan ibadah-ibadah yang mensyaratkan untuk suci terlebih dahulu seperti salat, tawaf, membaca Al-Qur’an, dan lain sebagainya.
Untuk perkara mandi wajib, salah satu sebabnya adalah keluarnya air mani (sperma) baik karena berhubungan intim suami istri, dimainkan sendiri, atau karena membayangkan hal-hal yang merangsang syahwatnya.
Di sini, ada beberapa cairan berbeda yang dapat keluar dari organ intim baik laki-laki maupun perempuan di mana cairan-cairan tersebut tidak semuanya mengharuskan mandi wajib.
Cairan Mani
Air mani atau yang biasa disebut dengan sperma ini hukumnya tidak najis. Akan tetapi, seseorang yang mengeluarkan cairan tersebut harus melakukan mandi wajib.
Ciri-ciri air mani ini antara lain bisa dilihat dari baunya yang ketika basah seperti bau adonan roti dan tepung, namun ketika sudah kering baunya berubah menjadi semacam bau telur.
Kemudian ciri selanjutnya adalah keluarnya air mani tersebut dengan cara memuncrat, menimbulkan rasa nikmat dan setelah keluar akan melemahkan alat kelamin serta syahwat.
Ciri-ciri keluarnya mani tersebut bukan hanya berlaku bagi kaum laki-laki melainkan juga untuk para perempuan.
Bedanya menurut para ulama adalah bahwa keluarnya mani bagi perempuan tidak memuncrat sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Muhyiddin Syaraf An-Nawawi dalam kitab Syarah Muslim.
Hal senada juga dikatakan oleh Ibnus Shalah yang tertuang dalam kitab Kifayatul Akhyar sebagai berikut:
Tidak disyaratkan berkumpulnya (3 hal) yang menjadi ciri-ciri khusus mani, tetapi cukup satu saja untuk bisa ditetapkan sebagai mani, hal ini tidak ada perbedaan dikalangan para ulama. Sedangkan mani perempuan itu layaknya mani laki-laki menurut pendapat yang rajih (kuat) dan pendapat Imam Muhyiddin Syaraf An-Nawawi dalam kitab Ar-Raudlah. Sedangkan beliau (Imam Muhyiddin Syaraf An-Nawawi) berpendapat dalam kitab Syarah Muslim, “Bahwa mani perempuan tidak disyaratkan memuncrat.” Pendapat ini kemudian diikuti oleh Ibnus Shalah.” (Abu Bakr bin Muhammad Al-Husaini Al-Hushni Asy-Syafi’i, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah Al-Ikhtishar, Damaskus-Dar al-Khair, cetakan ke-1, 1994 H, hlm. 41)
Cairan Madzi
Ciri-ciri cairan ini adalah putih, bening, lengket, keluar saat kondisi sedang syahwat, tidak memuncrat, dan setelah keluar tidak menyebabkan lemasnya alat kelamin serta syahwat.
Keluarnya cairan madzi ini tidak hanya dialami oleh kaum laki-laki, melainkan juga kaum perempuan. Bahkan terkadang keluarnya madzi tidak terasa sebagaimana keluarnya mani.
Menurut Imam Haramain, sebagaimana yang dikemukakan Imam Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, bahwa cairan madzi akan lebih umum dikeluarkan oleh kaum perempuan ketika terangsang jika dibandingkan dengan laki-laki.
Cairan Wadi
Ciri-ciri cairan ini adalah warnanya yang putih, kental, keruh dan tidak berbau. Dari segi kekentalannya wadi lebih mirip dengan mani, namun dari segi kekeruhannya berbeda dengan mani.
Umumnya cairan wadi keluar setelah buang air kecil atau setelah mengangkat beban yang berat dengan jumlah setetes, dua tetes, bahkan bisa lebih dari itu.
Dari ketiga cairan di atas (mani, madzi dan wadi) yang menjadi sebab seseorang harus mandi wajib hanyalah mani.
Sedang yang lainnya hukumnya najis sehingga saat hendak mengerjakan ibadah harus dibersihkan atau mengganti pakaian yang dikenai terlebih dahulu kemudian berwudu tanpa harus mandi wajib. (bpc3)