BERTUAHPOS.COM – Belum lama berselang, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menghadiri dialog publik bertajuk Peningkatan Inklusivitas Digital untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Pemuda Riau di Gedung Daerah Riau Pekanbaru (25/8/2023).
Menkominfo sekaligus bertindak sebagai narasumber bersama Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar beserta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan juga hadir Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.
Dalam dialog yang diikuti sejumlah pelaku UMKM dan mahasiswa Riau tersebut, mengemuka sejumlah pembahasan menarik. Namun intisari tetap mengacu ke topik yakni Riau punya peluang menjanjikan dalam pemanfaatan teknologi informasi di sektor ekonomi dan perdagangan berbasis digital.
Potensi bertambah mengingat Riau dianugerahi karunia melimpah. Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM) usia produktif, letak geografis berada di posisi strategis baik itu perekonomian nasional dan regional berikut tren pertumbuhan UMKM dan ekonomi kreatif.
Dalam kesempatan itu, Gubri menyampaikan bentuk dukungan Pemprov terhadap ekosistem ekonomi digital. Diantaranya menyiapkan platform untuk para pelaku UMKM di Riau, memfasilitasi kemitraan pelaku UMKM dan perusahaan besar, swasta maupun BUMD.
Menurut informasi, terdapat 526 UMKM di Riau bermitra dengan perusahaan dan 272 UMKM mitra Pemerintah. Gubri juga berkata saat ini Riau memiliki 10.052 produk yang dipasarkan di toko online. Adapun jumlah penyedia sebanyak 145 dan total transaksi sebesar Rp 52,984 miliar.
Kondisi di atas patut kita syukuri. Ini baru sedikit keberhasilan ketika informasi dapat dikelola dan dimanfaatkan secara baik. Implikasinya membawa kemajuan terhadap daerah dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Terlebih era sekarang informasi sangat bernilai. Siapa yang menguasai dan mempunyai akses maka bisa menguasai dunia. Oleh karenanya tak cukup sekedar paham cara pakai internet. Tapi perlu memahami teknologi digital terkini seperti pemanfaatan big data, cloud computing hingga artificial intelligence. Dalam konteks ekosistem usaha atau ekonomi, informasi faktor kunci untuk terus bertumbuh.
Memang informasi bak pisau bermata dua. Satu sisi bisa berbahaya, sebagaimana disinggung Gubri dalam kegiatan di atas, yang mana Pemprov Riau meminta Kementerian Kominfo RI mendukung literasi digital terhadap aparatur dan masyarakat desa di Riau. Karena, lanjut Gubri, arus informasi yang banyak menghadirkan tantangan tersendiri yaitu konten-konten negatif seperti berita hoaks, konten pornografi, judi online, isu SARA dan lainnya.
Gubri berharap masyarakat dapat memfilter informasi yang diterima dan menjadi lebih paham teknologi. Kendati begitu, di sisi lain informasi teramat berguna. Kuncinya tergantung pada kemampuan mengelola.
Kebutuhan
Bicara tata kelola melibatkan banyak aspek. Paling utama penyediaan sarana dan prasarana serta akses terhadap informasi. Menyoal sarana masih banyak wilayah di Riau kekurangan. Mengutip penyampaian Pemprov Riau saat dialog, dari jumlah desa di Riau yakni 1.591 desa, sebanyak 437 desa masih berstatus blankspot (low signal).
Sedangkan 30 desa memerlukan pembangunan BTS (Base Tranceiver Station) dan infrastruktur jaringan. Selanjutnya tak kalah penting diangkat soal akses dan keterbukaan informasi. Ini urgen seiring sedang dibahasnya Rancangan Perda (Ranperda) Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik (KIP) di Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) DPRD Provinsi Riau.
Ranperda yang diinisiasi Komisi I itu sangat penting meski hadirnya agak telat. Sebab keterbukaan infomasi sejalan pasal 28 f UUD 1945 bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Berdasarkan itu, kehadiran Undang-Undang UU KIP bentuk komitmen Pemerintah untuk menyediakan informasi bermanfaat demi memenuhi kebutuhan akan informasi yang pada akhirnya memberi dampak positif bagi kecerdasan dan kemajuan bangsa. Berangkat dari paradigma barusan, ada ekses manakala keterbukaan informasi publik tidak terwujud.
Konsekuensinya ke sistem pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Tanpa keterbukaan informasi publik, Pemerintah atau lembaga publik beroperasi secara tertutup dan minim pengawasan. Ini menurunkan akuntabilitas dan meningkatkan risiko korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan manipulasi informasi.
Perihal disebut terakhir, sering data statistik dimanfaatkan untuk memoles citra bukan menyajikan kondisi apa adanya. Misal standar pendapatan kategori miskin diturunkan demi menurunkan angka orang miskin.
Keterbukaan informasi publik juga prasyarat partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Tanpa informasi memadai, masyarakat sulit terlibat secara efektif dalam proses pembuatan kebijakan, pemantauan kinerja pemerintah dan penyampaian aspirasi.
Implikasinya, kebijakan dibuat tidak imparsial atau menguntungkan satu pihak. Kembali ke awal tulisan, ini menghambat laju perekonomian dan kemajuan bangsa. Dalam konteks kekinian dikenal istilah oligarki.
Kebijakan dibuat oleh aktor yang nyambi menjadi pihak regulator alias aji mumpung. Contoh terhangat masalah polusi yang disisipi agenda dagang kendaraan listrik. Di sisi masyarakat dan pelaku usaha hal tadi mengundang praduga.
Ujungnya mengurangi kepercayaan terhadap Pemerintah, selalu curiga dan tidak yakin tujuan serta kebijakan Pemerintah. Selain pengawasan, keterbukaan informasi publik hendaknya menjamin masyarakat dapat akses sama terhadap informasi yang relevan untuk kepentingan mereka.
Kalau tidak dapat memicu kesenjangan sosial, ekonomi, dan politik antara kelompok yang punya akses dan yang tidak. Pelaku usaha membutuhkan informasi demografi penduduk, update perkembangan peraturan atau kebijakan berlaku di suatu daerah.
Di zaman sekarang pengetahuan tadi menentukan peluang bisnis dan minat investasi. Tanpa akses informasi akurat, lengkap dan berbasis fakta mustahil menghasilkan keputusan baik dan efektif.
Keterbukaan informasi publik memungkinkan kolaborasi, pertukaran ide dan pembaruan berkelanjutan. Tanpa akses informasi yang relevan, masyarakat, akademisi dan sektor swasta sukar melakukan riset, inovasi dan perbaikan yang dapat meningkatkan berbagai aspek kehidupan.
Memang perkara data dan informasi boleh dibilang kekurangan mendasar sektor pemerintahan. Padahal kebijakan dan keputusan yang tidak didasarkan data valid hasilnya tak optimal atau bahkan merugikan masyarakat. Begitupula soal keterbukaan informasi.
Sederatan kasus yang relevan dengan Riau dapat dijadikan pembelajaran. Paling mengemuka desakan membuka data Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah sejak lama digaungkan masyarakat sipil. Banyak pihak menuntut HGU salah satu informasi bersifat publik yang semestinya bisa diakses.
Tuntutan diperkuat putusan Komisi Informasi Publik (KIP) bernomor 057/XII/KIP-PS-M-A/2015 tanggal 22 Juli 2016 dan putusan Nomor 121 K/TUN/2017 tertanggal 6 Maret 2017 yang memenangkan gugatan Forest Watch Indonesia (FWI). Sayangnya Pemerintah melalui Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menolak. Alasannya membahayakan kepentingan nasional.
Sikap Pemerintah juga bertentangan dengan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) bernomor 121 K/TUN/2017 yang memerintahkan Kementerian ATR membuka informasi pemegang HGU. Keterbukaan informasi publik dalam pengelolaan SDA dinilai sangat fundamental.
Terutama bagi masyarakat adat yang semakin terpinggirkan. Mereka tidak pernah tahu bagaimana proses lahirnya izin HGU dan penetapan kawasan hutan diatas wilayah adat. Berikutnya di tahun 2019 Presiden Jokowi bersama pejabat lainnya menjadi pihak tergugat terkait Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Kalimantan.
Pemerintah mengaku sudah memiliki data daftar perusahaan terkait Karhutla. Elemen masyarakat minta Pemerintah Pusat mempublikasi nama-nama perusahaan pelaku pembakaran. Namun Pemerintah tidak mau membeberkan.
Hal-hal seperti ini seharusnya tidak terjadi kalau pemangku kuasa paham urgensi keterbukaan informasi. Bagi pihak yang bermasalah jelas senang boroknya ditutupi. Tapi di mata pelaku usaha atau masyarakat yang selama ini taat hukum dianggap tidak fair. Selama fenomena itu terjadi jangan harap bangsa bakal maju.
Dr. (H.C.) H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM – ANGGOTA BAPEMBERDA DPRD PROVINSI RIAU