Dalam menghadapi kondisi darurat Covid19, pemerintah daerah harus menyediakan dan menggunakan anggaran melalui APBD secara maksimal untuk membiayai pencegahan, penanganan dan dampak sosial. Akan tetapi keleluasaan ruang penggunaan anggaran yang diberikan itu disalahgunakan atau dikorupsi.
Oleh sebab itu pemerintah daerah harus membuka informasi anggaran seluas-luasnya kepada masyarakat. Tidak sedikit tindakan korupsi yang pernah terjadi dengan memanfaatkan situasi darurat kebencanaan. Maka dalam pengelolaan anggaran Covid 19 yang jumlahnya jauh lebih besar dari penanganan bencana yang pernah terjadi itu harus diantisipasi dan diawasi secara maksimal.
Fitra Riau sangat mendukung pemerintah daerah di Riau untuk mengalokasikan anggaran yang maksimal untuk penanganan Covid19 ini, hal itu melihat situasi penyebaran virus yang semakin tinggi dan dibeberapa daerah telah ditetapkan zona merah penyebaran covid-19. Bahkan Fitra Riau
memproyeksi ada Rp356,1 Milyar APBD Provinsi Riau dapat direalokasikan dan Rp973 Milyar dari APBD Kabupaten/Kota seriau. Proyeksi anggaran tersebut berasal dari Belanja Tidak Terduga, DBH CHT, DID dan DAK bidang kesehatan.
Ruang bagi daerah justru akan semakin besar dalam memaksimalkan penyediaan anggaran Covid19 ini setelah terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan. Dalam SKB ini daerah didiminta untuk merasionalisasi anggaran pengadaan barang jasa dan belanja modal dalam APBD mencapai 50% untuk penanganan covid 19 dan pengamanan daya beli masyarakat khususnya kelompok rentan terdampak. Dengan prediksi belanja pada APBD Murni saat ini maka akan ada potensi Rp8,5 Triliun anggaran di APBD Provinsi dan 12 Kabupaten/Kota se Riau.
Sejauh ini, menurut catatan FITRA RIAU, beberapa pemerintah daerah di Riau telah mendeklarasikan anggaran yang akan digunakan untuk penanganan Covid-19 dan sedang dalam proses pembahasan baik di internal pemerintah daerah maupun melibatkan kementrian terkait. Sejauh ini pula upaya pencegahan korupsi masih dalam bentuk himbauan-himbauan khususnya dari aparat penegak hukum, seperti kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebagai langkah dalam mencegah penumpang gelap dalam pelaksanaan anggaran Covid-19 yang besar tersebut maka perlu diantisipasi dengan strategi pencegahan dan pengawasan yang mamadai. Untuk itu maka dalam pengalokasian dan pelaksanaan anggaran tersebut diperlukan hal-hal sebagai
berikut:
Pertama, Pemerintah harus merancang program dan kegiatan yang terukur dan efektif dalam rangka penanganan Covid19, baik dalam rangka pencegahan, penanganan pasien dan pemberian bantuan masyarakat terdampak pandemi ini.
Kedua, Mempublikasikan informasi anggaran secara detail terkait program, kegiatan beserta anggarannya kepada publik secara luas kepada masyarakat melalui saluran informasi yang mudah diakses masyarakat seperti website. Agar semua pihak dapat melakukan pengawasan atas kinerja penanganan covid19.
Ketiga, Pemerintah harus menyediakan sarana pengaduan masyarakat terkait dengan pelaksanaan penanganan covid19. Keempat, Terkait dengan penyediaan anggaran bantuan kepada kelompok masyarakat terdampak harus dilakukan secara transparan dan didukung dengan data-data yang valid agar bantuan yang diberikan benar-benar tepat sasaran.
Kelima, Instansi pengawas keuangan daerah dan aparat penegak hukum harus menjalankan tugas pendampingan dan pengawasan yang intensif untuk mencegah terjadi tindakan penyalahgunaan dan tindakan korupsi.
Keenam, Pemerintah harus taat hukum dalam menggunankan anggaran sesuai perundang-undangan berlaku terutama untuk pengadaan alat kesehatan, meskipun disatu sisi pemerintah diminta secara cepat melakukan penanganan covid-19, apalagi celah korupsi semakin lebar sebagaimana diatur dalam pasal 27 Perppu No 1 Tahun 2020.***