Wanita, Â sosok yang identik dengan kelembutan ini, sebenarnya memiliki kekuatan dan memegang peranan penting dalam dunia bisnis. Baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen.
BERTUAHPOS.COM- Â Kabut asap masih saja menyelimuti Kota Pekanbaru sejak sepekan terakhir ini. Memang tak terlalu tebal, namun lama-kelamaan tetap terasa pedih di mata dan hidung. Tapi kepungan kabut asap, tak menyurutkan minat warga Pekanbaru untuk mengunjungi pagelaran Riau Expo 2014, yang berlokasi di Bandar Serai Raja Ali Haji (arena Purna MTQ), Pekanbaru, pekan lalu.
Menjelang siang hari, biasanya para pengunjung akan berdatangan satu per satu. Mereka mulai menyusuri stand per stand yang ada. Ada ratusan stand yang meramaikan gelaran tersebut. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah stand UKM Binaan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kota Pekanbaru. Di situ terdapat beberapa produk dari mitra binaan, yang didominasi produk-produk pangan.
Namun yang lebih menarik perhatian adalah kehadiran seorang wanita berusia 70 tahunan, yang mengenakan jilbab berwarna hijau. Dengan ramah, ia menyambut pengunjung yang datang sekaligus menjelaskan produk yang dipamerkannya. Sesekali dia hanya memberikan selembar brosur, ketika tak sanggup melayani beberapa pengunjung sekaligus.
Dia adalah Sri Rahayu, wanita asal Madiun yang berhasil membuat beragam olahan berbahan baku Jangkrik di Pekanbaru dengan brand Srigillus. Â Bahkan ia adalah orang pertama di Pekanbaru yang berani melirik jangkrik untuk jadi olahan yang layak konsumsi. Mulai dari peyek jangkrik, rendang jangkrik, biskuit jangkrik, hingga kapsul jangkrik pernah dibuatnya.
Untuk mengembangkan usaha olahan jangkrik, tak semudah membalikkan telapak tangan.  Sejak tahun 1998, Sri harus sabar mempromosikan usahanya dari mulut ke mulut, meyakinkan calon customer  yang masih ‘geli’ akan khasiat jangkrik, hingga mengikuti beragam pameran. Mulai pameran di Pekanbaru, Jakarta hingga ke luar negri.
Ia juga rajin mengikuti binaan dari dinas-dinas yang ada di Pekanbaru. Seperti Dinas Peternakan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta Dinas Koperasi dan UMKM. Tak sia-sia, usahanya cukup membuahkan hasil. Jangkrik Sri Rahayu berhasil melompat jauh hingga menembus pasar  Malaysia,  Singapura hingga  Korea.
Sementara itu, di sisi lain Kota Pekanbaru, di sebuah rumah yang terletak di Komplek Perumahan BGSD, Kecamatan Tampan. Tica (28), seorang ibu rumah tangga asal Tanjung Batu ini bisa dikatakan, lebih banyak menghabiskan waktu di rumah untuk mengurus keluarganya.
Tapi setiap bulannya, pundi-pundi rupiah mengalir ke rekening pribadinya dari usaha yang digelutinya. Â Yah, bisa ditebak bukan! Tica merupakan salah satu wanita yang berhasil memanfaatkan teknologi dalam genggaman tangannya, untuk menghasilkan rupiah. Â Ia menjalani usaha secara online.
Kepada bertuahpos.com, Tica mengaku selalu menyempatkan diri untuk update status di sosial media. Ia memilih facebook dan fasilitas Blackberry Messanger (BBM) untuk memasarkan produk-produknya. Cara ini menurutnya lebih jitu dan tak repot, karena Tica hanya membutuhkan modal koneksi internet dan prangkat gadget di tangan. Â Dan yang lebih menyenangkan, itu bisa dilakukannya sembari mengerjakan pekerjaan rumah dan mengurus anak.
Sejak satu tahun belakangan ini, ibu dua orang anak ini memang aktif berjualan secara online. Ia menjadi reseller untuk produk fashion  wanita dan anak-anak. Menurutnya, dua segmen pasar ini cukup konsumtif dan masih besar potensinya. Tanpa memiliki stok barang, Tica tinggal memesan dari Jakarta dan Bandung. Tica juga berhasil menjadi suplier untuk pedagang baju di Siak dan Tanjung Batu, Kepri.
Semuanya serba online. Mulai dari memilih produk yang akan dijual, memasarkan ke konsumen, melakukan transaksi pembayaran hingga pengiriman barang dilakukan dengan jari dan perangkat teknologi.
Belakangan ini, Tica mulai merambah ke usaha produksi kecil-kecilan. Yaitu membuat dan menjahit sendiri aksesoris wanita dan anak-anak. Padahal alumni FKIP Unri ini sama sekali tak memiliki skill menjahit. Lagi-lagi, internet adalah gurunya. Â Tica belajar secara otodidak dan mencari tutorial di youtube. Di situlah ia bisa mendapatkan informasi tahap demi tahap, cara menggoperasikan mesin jahit, cara membuat pola hingga menerapkan aplikasi-aplikasi hiasan.
“Internet sangat berjasa untuk saya. Kapan saja ada waktu luang, saya bisa mencari informasi tentang jahit-menjahit. Biasanya sih malam hari setelah anak-anak tidur, saya browsing   di youtube. Hebat lah sekarang ini, semua videonya ada di youtube. Jadi gampang untuk belajar,†ungkapnya.
Kisah Sri dan Tica merupakan ilustrasi dari dua usaha kecil yang dikerjakan oleh ibu-ibu rumah tangga. Â Kesamaan mereka adalah status sebagai ibu rumah tangga “plus.” Karena mereka bisa menghasilkan income sendiri, di luar penghasilan dari suami.
Meskipun dengan latar belakangnya yang sama, untuk membantu perekonomian keluarga, Â namun metode keduanya berbeda. Sri Rahayu tetap fokus dengan produk jangkrik yang diolahnya sendiri dan usaha pemasaran masih lebih banyak dilakukan secara konvensional. Ia berjualan secara langsung maupun melalui berbagai pameran. Sedangkan Tica memilih untuk memasarkan produk melalui internet.
Cara keduanya ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun bisa menjadi gambaran, betapa eksistensi wanita untuk menunjang perekonomian keluarga, tak bisa dianggap enteng. Juga menggambarkan pengaruh transformasi  teknologi komunikasi dalam mendukung usaha kecil di tengah masyarakat.
Teknologi komunikasi bukan semata-mata sebagai alat untuk berkomunikasi seperti bertelepon dan SMS-an saja. Tapi semakin berkembang menjadi akses menuju pasar yang lebih luas. Teknologi komunikasi juga menjadi cara instan untuk menimba ilmu dan meningkatkan kreativitas bagi wanita, yang selama ini harus lebih banyak mengurus rumah tangganya. Melalui internet, rupiah bisa diperoleh para ibu-ibu tanpa harus berkarir di luar. Bisnis online pun tumbuh dengan pesat dan banyak bermunculan jutawan-jutawan wanita.
Wanita, Â sosok yang identik dengan kelembutan ini, sebenarnya memiliki kekuatan besar. Disadari atau tidak, wanita memegang peranan penting dalam dunia bisnis. Baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen.
Kaum hawa ini juga dipercaya memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menjadi penggerak pasar dan perekonomian dunia. Data Badan Pusat Statistik Indonesia, yang dilansir dari Okezone, pertengahan April 2014 menyebutkan bahwa dari seluruh pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang ada di Indonesia, 60 persen dikelola dan atau dimiliki wanita.
Diperkirakan jumlahnya mencapai 55,2 juta UKM dan tersebar di seluruh Tanah Air. Meningkatnya perempuan wirausaha tentunya memberikan kontribusi positif bagi kemajuan kualitas hidup perempuan pada aspek pendidikan dan kesehatan.
Keterlibatan kaum hawa dalam sektor ekonomi, mampu menekan angka kemiskinan di tengah masyarakat. Hebatnya lagi, tak sedikit para wanita ini juga mampu meningkatkan perekonomian sesama perempuan lainnya. Mulai dari bisnis kecil-kecilan di depan komputer, dengan gadget di tangan, di garasi rumah hingga menembus perusahaan besar yang mampu bersaing di pasar global.
Womenpreneur, CEO Creative Center Uti Raharjo memaparkan, keluwesan perempuan  menjadi senjata ampuh untuk memenangkan satu negosiasi dagang. Bahkan dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, perempuan Indonesia memiliki peluang yang luar biasa untuk menjadi sukses.
Bukan saja karena Indonesia memiliki pangsa pasar yang luar biasa besar. Namun juga Indonesia diberkahi dengan berbagai kekayaan ide dan kreativitas yang memungkinkan perempuan wirausaha mampu mengeksplor lebih banyak pilihan produk dan servis yang bisa ditawarkan.
Tantangan dalam Menyerap Akses Teknologi Komunikasi
TEKNOLOGI informasi telah menjadi bagian dalam berbagai segi kehidupan. Gadget dan internet saling melengkapi satu sama lain, untuk menemani aktivitas sehari-hari hingga menunjang bisnis. Namun jika kita membuka mata sungguh-sungguh, dan melihat para wanita di sekitar. Ternyata masih lebih banyak yang gagap teknologi alias Gaptek. Padahal serbuan perangkat pendukung seperti laptop, tablet dan smartphone terus merajalela. Memang mereka menggenggam telepon seluler (ponsel), tapi baru sebatas SMS dan telepon.
Jangan berpikir, “Hari gini, masih gaptek?” Karena memang kenyataannya masih banyak, dan mereka biasanya ada di kelompok bawah, yang notabene jumlahnya mendominasi sensus penduduk.
Merujuk persebaran menurut gender penggunanya, ternyata kaum pria masih mendominasi dibanding wanita. Bahkan ada jarak yang cukup jauh di antara keduanya. Kondisi ini juga menjadi kekhawatiran lembaga internasional sekelas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hasil temuan yang dilakukan oleh Komisi Broadband yang menjadi bagian dari salah satu unit lembaga di PBB menunjukkan ada kesenjangan gender yang cukup besar.
Dilansir dari Fox News, Hamadoun Touré I, sekretaris jenderal dari kelompok komunikasi PBB yang juga menjabat wakil ketua Komisi Broadband dalam laporan yang berjudul “Menggandakan Peluang Digital: Meningkatkan Cakupan Wanita dan Gadis (remaja) di Masyarakat Informasi†itu, terdapat selisih 200 juta di antara keduanya dalam mengakses internet. Dengan kata lain, kebanyakan pengguna internet masih didominasi kaum pria.
Pihaknya mengatakan, hingga saat ini ada sekitar 2,8 miliar pengguna internet yang tersebar di seluruh belahan dunia. Dari angka tersebut, pria punya porsi lebih besar sebanyak 1,5 miliar pengguna, sementara sisanya (1,3 miliar) dimiliki wanita.
Kekhawatiran PPB, kesenjangan 200 juta pengguna ini bisa tumbuh lagi menjadi 350 juta di kemudian hari, apabila pemerintah di tiap negara tidak segera mengambil tindakan. Padahal bila pemerintah mau memperhatikan internet bagi kaum wanita, menurut PBB, maka perekonomian di seluruh dunia akan meningkat sebanyak US$ 18 miliar dalam setahun.
“Laporan ini juga memberikan gambaran peluang untuk memajukan pemberdayaan, kesetaraan gender perempuan, dan kecakupan di dalam era perubahan teknologi yang begitu cepat,†ujar Helen Clark, direktur program pengembangan di PBB.
Lika-liku Wanita Wirausaha dan Teknologi Komunikasi
KETUA Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) BPD Riau, Ahmi Septari Saleh Djasit kepada bertuahpos.com, Minggu (28/09/2014) menyebutkan kondisi para pelaku UMKM di Riau bisa dibilang minim teknologi. Terlebih lagi yang dijalankan oleh pelaku usaha wanita. Mereka masih sebatas memproduksi dan menjualnya ke pasar.
Padahal sebenarnya wanita memiliki waktu dan kesempatan lebih banyak untuk mengakses teknologi komunikasi, seperti internet.  “Bisa kita lihat, ibu-ibu dan wanita selalu punya waktu untuk ngulik. Mereka juga suka buka-buka internet, tapi kurang memanfaatkan untuk hal yang produktif,†papar Ahmi.
Diakui juga bahwa memang kenyataannya lebih banyak kaum pria yang menguasai teknologi komunikasi.  Kalaupun ada wanita yang menguasai teknologi komunikasi, jumlahnya masih minim. Sebagian besar masih memanfaatkan secara konvensional, telepon, SMS dan buka media sosial.
Padahal internet tak terbatas di situ saja. Masih banyak yang bisa diperoleh dari internet. Misalnya menambah pengetahuan dan skill, dengan cara melihat beragam tutorial di video streaming. Contohnya video di youtube.
“Jangan salah ya, youtube itu banyak manfaatnya. Sekarang ini, apa saja sudah dibikin tutorialnya di youtube,” ujarnya kepada bertuahpos.com. Misalnya tutorial untuk membuat cupcake atau olahan lainnya. Termasuk pelajaran untuk mengelola laporan sebuah usaha.
Selain dikarenakan pengetahuan yang masih rendah bagi pelaku usaha wanita, Ahmi juga menyayangkan, masih banyak daerah di Riau yang sulit mendapatkan koneksi internet atau teknologi komunikasi yang memadai.
“Transformasi teknologi komunikasi itu penting, termasuk layanan akses data untuk masyarakat. Tapi sayangnya, masih banyak daerah di Riau yang kesulitan untuk mendapatkan paket layanan data yang memadai,†ucapnya.
Di sinilah butuh dukungan provider sebagai penyedia layanan teknologi komunikasi. Apakah mereka mampu menyediakan fasilitas layanan data yang ‘mumpuni’ untuk bisa diakses hingga pelosok Riau? Tak hanya sekedar menjangkau seluruh wilayah Riau saja, tapi juga akses data berkecepatan tinggi.
Karena transformasi teknologi komunikasi biasanya berbanding lurus dengan kecepatan data. Meskipun jaringannya ada, tapi kalau akses datanya rendah, sama saja. “Bayangkan, ada banyak usaha kecil yang dilakukan ibu-ibu di pelosok Riau. Mereka harusnya bisa mencari ide atau mengembangkan produknya dari youtube. Tapi tak bisa jalan videonya karena internetnya lelet. Sama saja tak dapat apa-apa,†tambahnya.
Secara organisasi, Hipmi Riau juga tertantang untuk mengatasi kondisi ini. “Kami juga memiliki agenda ke depan, untuk mensosialisasikan pemanfaatan teknologi komunikasi bagi pelaku UMKM, terutama wanita pengusaha muda di Riau. Nanti kami akan mengajak beberapa operator seperti Telkom atau XL untuk menjalankan program ini,” tambah Ahmi.
Sebagai organiasasi yang menaungi pengusaha muda Indonesia, Hipmi memang lebih fokus membina pelaku usaha muda, di bawah usia 40 tahun. Pertimbangannya, kelompok muda ini merupakan kelompok yang memiliki produktivitas yang tinggi. Selain itu, kelompok muda lebih cenderung berani untuk mengambil keputusan dan mengambil resiko, dibandingkan usia di atasnya. Â
Bisnis Go Online
AHMI juga mengakui peranan transformasi teknologi komunikasi sangatlah penting. Potensi juga masih terbuka lebar. “Kita bisa belajar dari negara atau daerah lain yang berhasil memanfaatkan teknologi komunikasi. Misalnya keberadaan sebuah situs online yang dapat menampung berbagai usaha yang ada di Riau sebagai informasi umum.
Konsepnya, orang yang datang ke Riau, tinggal mengakses situs itu untuk mendapatkan berbagai informasi seputar bisnis. Misalnya dimana saja tempat makan, tempat mencari oleh-oleh, informasi penginapan. Atau usaha apa yang kini sedang menggelar promo, diskon dan lain sebagainya.
“Coba kita bawa pemikiran untuk meloncat agak jauh, di negri Paman Sam alias di Amerika Serikat. Di Amerika, sebuah bisnis juga bisa menjadi komoditas itu sendiri. Jadi ada sebuah situs online yang mengupdate berbagai informasi seputar  bisnis sebagai komoditas,” jelasnya.
Misalnya informasi mengenai bisnis atau usaha-usaha yang sedang dijual. Atau informasi mengenai usaha yang sedang membutuhkan investor untuk mengembangkan usaha. Informasi ini tentunya akan menarik karena bukan sekedar produknya saja, melainkan bisnis itu sendiri. Dengan kata lain, bisa mempertemukan antara pelaku UMKM dengan investor.
“Kenapa kami lebih mengarah ke investor. Ini dikarenakan, kondisi UMKM di Riau masih banyak yang belum bankable. Mereka sering tersendat berbagai kelengkapan dokumen dan status sebuah usaha. Padahal tidak semua pelaku UMKM memiliki kelengkapan administrasi yang memenuhi syarat.
Lain dengan investor, UMKM hanya perlu mempresentasikan usahanya. Jika investor berminat, bisa saja langsung berinvestasi. Tinggal bagaimana mengatur sistem bagi hasil yang menguntungkan kedua belah pihak. Setelah usaha ini berjalan, barulah permodalan dari bank bisa dipilih.
“Dengan kata lain, untuk memulai sebuah usaha atau menjalankan usaha kecil maka dibutuhkan peran dari investor. Namun untuk membesarkan sebuah usaha, barulah membutuhkan peran perbankan. Jadi kita bertahap naik kelasnya. Dari usaha kecil ke usaha menengah, barulah bertahap lagi menjadi usaha besar,†tutupnya. (A. Dwi Indrastuti – Pemerhati Usaha Kecil dan Mikro, Redaktur BertuahPos.com)