BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Suryani dan teman-temannya bersama-sama menginisiasi Kelompok Usaha Bersama (KUB).
KUB Karya Bening Sejahtera, di Rawa Bening, Kelurahan Sidomulyo Barat, Kecamatan Tuah Madani, ini hadir sebagai wujud kepedulian mereka terhadap kesejahteraan bersama.
Berdiri pada tahun 2022, KUB Karya Bening Sejahtera muncul sebagai respons terhadap keterpurukan usaha keluarga mereka yang terdampak oleh Pandemi Covid-19.
Meskipun menghadapi tantangan, semangat untuk bangkit bersama mewujud dalam visi yang sama, menjadi pendorong lahirnya KUB ini.
KUB Karya Bening Sejahtera beranggotakan 20 unit usaha. KUB ini bertujuan untuk mengakomodir produk usaha rumahan. Pelaku usahanya didominasi oleh ibu-ibu rumah tangga.
“Bahkan, ada beberapa anggota kelompok kita mulai lagi dari awal setelah covid, walaupun sebelumnya mereka sudah punya usaha,” kata Suryani.
Dengan penuh keyakinan, produk-produk yang dihasilkan tidak hanya memiliki nilai ekonomi, tetapi juga berpotensi untuk berkembang. Meskipun, dalam perjalanannya, hasilnya belum sesuai harapan.
Pelan namun pasti, Suryani dan beberapa kawannya berhasil memupuk semangat rekan-rekan lain untuk tak berhenti mengembangkan usaha mereka.
KUB ini memproduksi berbagai jenis makanan serta jajanan yang unik dan kekinian. Seperti keripik, minuman sehat, brownies, abon ikan, stik dan lain-lain.
Seiring berjalannya waktu, Suryani menjelaskan, bahwa produk-produk dari KUB ini bisa diterima pasar, walaupun masih merambah pasar di Pekanbaru.
Food snack olahan mereka kini banyak dijual di gerai oleh-oleh hingga supermarket.
Di rumah produksinya, Suryani memproduksi tiga jenis produk, yakni keripik tempe, keripik pare dan serbuk jahe merah.
Ketiga produk ini telah merambah pasar offline dan online di marketplace.
“Kalau pasar utamanya masih di Pekanbaru, tapi kalau untuk pemesanan kita sudah pernah kirim ke Jawa, Jakarta, Pelambang dan Jambi, walaupun jumlahnya masih terbatas,” tuturnya.
Saat ini, mereka masih terkendala dalam hal pemasaran produk, yang mana masih 70% pemasaran dilakukan secara offline, atau beru sekitar 30% yang telah merambah ke pasar digital.
Kendala lainnya, kata Suryani, yakni pengemasan produk yang masih belum sesuai standar, kualitas produk yang belum tahan lama dan minimnya peralatan pendukung produksi. “Karena memang harga mesinnya sangat mahal,” ujarnya.
“Teman-teman yang dulunya sempat down, sekarang bangkit lagi. Lewat pelatihan yang diberikan, kami akhirnya mengetahui celah-celah pasar baru, apa yang harus diperbaiki untuk meningkatkan kualitas produk. Paling tidak, kemandirian dalam hal finansial keluarga sudah dapat kami rasakan,” tuturnya.
Suryani secara pribadi berharap dan optimis suatu saat nanti produknya bisa menembus ke pasar ekspor. Walau dia menyadari masih banyak tahapan dan proses panjang yang harus dilalui.
“Kepada teman-teman, saya berharap untuk terus belajar dan mengembnagkan diri, terutama bagaimana produk-produk yang kita hasilkan ini mampu bersaing dalam pasar yang skalanya lebih besar,” kata Suryani.***